1
LANDASAN-LANDASAN KURIKULUM
Posted by Unknown
on
7:14 AM
ARTIKEL LANDASAN-LANDASAN
KURIKULUM
Kurikulum adalah seperangkat
rencana dan pengaturan mengenai tujuan, isi, dan bahan pelajaran serta cara
yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan pembelajaran untuk
mencapai tujuan pendidikan tertentu.
Kurikulum merupakan inti dari
bidang pendidikan dan memiliki pengaruh terhadap seluruh kegiatan pendidikan.
Mengingat pentingnya kurikulum dalam pendidikan dan kehidupan manusia, maka
penyusunan kurikulum tidak dapat dilakukan secara sembarangan. Penyusunan
kurikulum membutuhkan landasan-landasan yang kuat, yang didasarkan pada
hasil-hasil pemikiran dan penelitian yang mendalam. Penyusunan kurikulum yang
tidak didasarkan pada landasan yang kuat dapat berakibat fatal terhadap
kegagalan pendidikan itu sendiri. Dengan sendirinya, akan berkibat pula
terhadap kegagalan proses pengembangan manusia.
Pada hakikatnya pengembangan
kurikulum itu merupakan usaha untuk mencari bagaimana rencana dan pengaturan
mengenai tujuan, isi, dan bahan pelajaran serta cara yang digunakan sebagai
pedoman penyelenggaraan kegiatan pembelajaran yang sesuai dengan perkembangan
dan kebutuhan untuk mencapai tujuan tertentu dalam suatu lembaga. Pengembangan
kurikulum di arahkan pada pencapaian nilai-nilai umum, konsep-konsep, masalah dan
keterampilan.
Agar kurikulum mampu berdiri tegak, kurikulum
yang dikembangkan mampu mengembangkan potensi peserta didik, menciptakan para
siswa agar bisa sesuai dengan harapan masyarakat, dapat menjadi inspirasi bagi
pembaharuan (inovasi) kearah yang lebih baik, maka kurikulum harus dikembangkan
dengan menggunakan landasan yang kuat dan tepat. Landasan kurikulum yang
digunakan harus dicari dengan seleksi yang ketat. Ada 4 landasan yang dapat dijadikan acuan dalam
mengembangkan kurikulum, yaitu:
1.
Landasan
filosofis
2.
Landasan
psikologis
3. Landasan sosiologis
4. Landasan Organisatoris
Untuk lebih jelasnya, di bawah ini akan
diuraikan secara ringkas keempat landasan tersebut :
1.
Landasan
Filosofis
Filsafat berasal dari bahasa Yunani kuno, yaitu
“philos” dan “sophia”. Philos, artinya cinta yang mendalam, dan Sophia adalah
kearifan atau kebijaksanaan. Dari arti harfiah ini, Filsafat diartikan sebagai
cinta yang mendalam akan kearifan. Secara popular filsafat sering diartikan
sebagai pandangan hidup suatu masyarakat atau pendirian hidup bagi individu.
Dengan demikian maka jelas setiap individu atau setiap kelompok masyarakat
secara filosofis memiliki pandangan hidup yang mungkin berbeda sesuai dengan
nilai-nilai yang dianggapnya baik.
Filsafat sebagai sebuah sistem nilai menjadi dasar
yang menentukan tujuan pendidikan. Hal ini mengandung arti bahwa pandangan
hidup atau sistem nilai yang dianggap baik dan dijadikan pedoman bagi
masyarakat akan tercermin dalam tujuan pendidikan yang harus dicapai, karena
kurikulum pada hakikatnya berfungsi untuk mempersiapkan anggota masyarakat yang
dapat mempertahankan, mengembangkan diri dan dapat hidup dalam sistem nilai
masyarakatnya sendiri.
Filsafat
membahas segala permasalahan manusia, termasuk pendidikan, yang disebut filsafat
pendidikan. Filsafat memberikan arah dan metodologi terhadap praktik-praktik
pendidikan, sedangkan praktik-praktik pendidikan memberikan bahan-bahan bagi
pertimbangan filosofis. Keduanya sangat berkaitan erat. Hal inilah yang
menyebabkan landasan filosofis menjadi landasan penting dalam pengembangan
kurikulum.
Sama halnya
seperti dalam Filsafat Pendidikan, kita dikenalkan pada berbagai aliran
filsafat, seperti : perenialisme, essensialisme, eksistesialisme,
progresivisme, dan rekonstruktivisme. Dalam pengembangan kurikulum pun
senantiasa berpijak pada aliran – aliran filsafat tertentu, sehingga akan
mewarnai terhadap konsep dan implementasi kurikulum yang dikembangkan. Dengan
merujuk kepada pemikiran Ella Yulaelawati (2003), di bawah ini diuraikan tentang
isi dari-dari masing-masing aliran filsafat, kaitannya dengan pengembangan
kurikulum.
a. Parenialisme
Perenial berarti “abadi” , aliran ini beranggapan
bahwa beberapa gagasan telah bertahan selama berabad – abad dan masih relevan
saat ini seperti pada saat gagasan tersebut baru ditemukan. Perenialisme
lebih menekankan pada keabadian, keidealan, kebenaran dan keindahan dari pada
warisan budaya dan dampak sosial tertentu. Pengetahuan dianggap lebih penting
dan kurang memperhatikan kegiatan sehari-hari. Pendidikan yang menganut faham
ini menekankan pada kebenaran absolut, kebenaran universal yang tidak terikat
pada tempat dan waktu. Aliran ini lebih berorientasi ke masa lalu.
b. Essensialisme
Aliran filsafat essensialisme adalah suatu paham yang
menginginkan agar manusia kembali kepada kebudayaan yang lama , merujuk kepada
pendidikan bersifat “tradisional” atau “back to basics” aliran ini dinamakan
demikian karena filsafat ini berupaya menanamkan pada anak didik hal – hal
“essensial” dari pengetahuan akademik dan perkembangan karakter.
Essensialisme menekankan pentingnya pewarisan budaya
dan pemberian pengetahuan dan keterampilan pada peserta didik agar dapat
menjadi anggota masyarakat yang berguna. Matematika, sains, dan mata pelajaran
lainnya dianggap sebagai dasar-dasar substansi kurikulum yang berharga untuk
hidup di masyarakat. Sama halnya dengan perenialisme, essesialisme juga lebih
berorientasi pada masa lalu.
c. Eksistensialisme
Eksistensialisme merupakan paham yang berpusat pada
manusia individu yang bertanggung jawab atas kemauannya yang bebas/kreatif ,
seseorang eksistensialis sadar bahwa kebenaran itu bersifat relative, dan
karenanya itu masing – masing individu bebas menetukan mana yang benar atau
salah.
Eksistensialisme menekankan pada individu sebagai sumber
pengetahuan tentang hidup dan makna. Untuk memahami kehidupan seseorang mesti
memahami dirinya sendiri. Aliran ini mempertanyakan: Bagaimana saya hidup di
dunia? Apa pengalaman itu?
d. Progresivisme
Progresivisme menekankan pada pentingnya melayani perbedaan
individual, berpusat pada peserta didik, variasi pengalaman belajar dan proses.
Progresivisme merupakan landasan bagi pengembangan belajar peserta didik aktif.
e. Rekonstruktivisme
Rekonstruktivisme merupakan elaborasi lanjut dari
aliran progresivisme. Pada rekonstruktivisme, peradaban manusia masa depan
sangat ditekankan. Di samping menekankan tentang perbedaan individual seperti
pada progresivisme, rekonstruktivisme lebih jauh menekankan tentang pemecahan
masalah, berfikir kritis dan sejenisnya. Aliran ini akan mempertanyakan untuk
apa berfikir kritis, memecahkan masalah, dan melakukan sesuatu? Penganut aliran
ini menekankan pada hasil belajar dari pada proses.
Aliran
filsafat Perenialisme, Essensialisme, eksistensialisme merupakan aliran
filsafat yang mendasari terhadap pengembangan Model Kurikulum
Subjek-Akademis. Sedangkan, filsafat progresivisme memberikan dasar bagi
pengembangan Model Kurikulum Pendidikan Pribadi. Sementara, filsafat
rekonstruktivisme banyak diterapkan dalam Pengembangan Model Kurikulum
Interaksional.
Masing-masing
aliran filsafat pasti memiliki kelemahan dan keunggulan tersendiri. Meskipun
demikian saat ini, pada beberapa negara dan khususnya di Indonesia, tampaknya
mulai terjadi pergeseran landasan dalam pengembangan kurikulum, yaitu dengan
lebih menitikberatkan pada filsafat rekonstruktivisme.
Berdasarkan
luas lingkup yang menjadi objek kajiannya, filsafat dapat dibagi dalam dua
cabang besar, yaitu: 1) Filsafat Umum atau Fisafat Murni, dan 2) Filsafat
Khusus atau Filsafat Terapan.
Cabang Filsafat Umum terdiri atas:
1) Metafisika, membahas hakikat kenyataan atau
realitas yang meliputi, metafisika umum atau ontologi, dan metafisika khusus
yang meliputi kosmologi (hakikat alam semesta), teologi (hakikat ketuhanan) dan
antrofologi filsafat (hakikat manusia).
2) Epistemologi dan logika, membahas hakikat
pengetahuan (sumber pengetahuan, metode mencari pengetahuan, kesahihan
pengetahuan, dan batas-batas pengetahuan); dan hakikat penalaran
(induktif dan deduktif).
3) Aksiologi, membahas hakikat nilai dengan
cabang-cabangnya etika (hakikat kebaikan), dan estetika (hakikat
keindahan).
Cabang-cabang filsafat khusus
atau filsafat terapan, pembagiannya didasarkan pada kekhususan objeknya
antara lain: filsafat hukum, filsafat sejarah, filsafat ilmu, filsafat religi,
filsafat moral, filsafat ilmu, dan filsafat pendidikan.
Manfaat Filsafat Pendidikan
Filsafat pendidikan pada
dasarnya adalah penerapan dari pemikiran-pemikiran filsafat untuk memecahkan
permasalahan pendidikan. Dengan demikian filsafat memiliki manfaat dan
memberikan kontribusi yang besar terutama dalam memberikan kajian
sistematis berkenaan dengan kepentingan pendidikan. Nasution (1982)
mengidentifikasi beberapa manfaat filsafat pendidikan, yaitu:
1) Filsafat pendidikan dapat menentukan arah akan
dibawa ke mana anak-anak melalui pendidikan di sekolah
2) Dengan adanya tujuan pendidikan yang diwarnai
oleh filsafat yang dianut, kita mendapat gambaran yang jelas tentang hasil yang
harus dicapai
3) Filsafat dan tujuan pendidikan memberi
kesatuan yang bulat kepada segala usaha pendidikan.
4) Tujuan pendidikan memungkinkan si pendidik
menilai usahanya, hingga manakah tujuan itu tercapai.
5) Tujuan pendidikan memberikan motivasi atau
dorongan bagi kegiatan-kegiatan pendidikan.
2.
Landasan
Sosiologis
Landasan sosiologis
pengembangan kurikulum adalah asumsi-asumsi yang berasal dari sosiologi yang
dijadikan titik tolak dalam pengembangan kurikulum. Mengapa pengembangan
kurikulum harus mengacu pada landasan sosiologis? Anak-anak berasal dari
masyarakat, mendapatkan pendidikan baik informal, formal, maupun non formal
dalam lingkungan masyarakat, dan diarahkan agar mampu terjun dalam kehidupan
bermasyarakat. Karena itu kehidupan masyarakat dan budaya dengan segala
karakteristiknya harus menjadi landasan dan titik tolak dalam melaksanakan
pendidikan.
Jika dipandang dari sosiologi,
pendidikan adalah proses mempersiapkan individu agar menjadi warga masyarakat
yang diharapkan, pendidikan adalah proses sosialisasi, dan berdasarkan
pandangan antrofologi, pendidikan adalah “enkulturasi” atau pembudayaan. Dengan
pendidikan, kita tidak mengharapkan muncul manusia-manusia yang lain dan asing
terhadap masyarakatnya, tetapi manusia yang lebih bermutu, mengerti, dan mampu
membangun masyarakat.
Oleh karena itu, tujuan, isi,
maupun proses pendidikan harus disesuaikan dengan kondisi, karakteristik
kekayaan, dan perkembangan masyarakat tersebut” (Nana Syaodih Sukmadinata,
1997:58). Untuk menjadikan peserta didik agar menjadi warga masyarakat yang
diharapkan maka pendidikan memiliki peranan penting, karena itu kurikulum harus
mampu memfasilitasi peserta didik agar mereka mampu bekerja sama, berinteraksi,
menyesuaikan diri dengan kehidupan di masyarakat dan mampu meningkatkan harkat
dan martabatnya sebagai mahluk yang berbudaya.
Pendidikan adalah proses
sosialisasi melalui interaksi insani menuju manusia yang berbudaya. Dalam
konteks inilah anak didik dihadapkan dengan budaya manusia, dibina dan
dikembangkan sesuai dengan nilai budayanya, serta dipupuk kemampuan dirinya
menjadi manusia.
Sosiologi adalah ilmu
pengetahuan yang menyelidiki berbagai gejala sosial hubungan antar individu,
antar golongan, antar lembaga sosial atau masyarakat. Di dalam kehidupan kita
tidak hidup sendiri, namun hidup dalam suatu masyarakat. Dalam lingkungan
itulah kita memiliki tugas yang harus dilaksanakan dengan penuh tanggung jawab
sebagai bakti kepada masyarakat yang telah memberikan jasanya kepada kita.
Sosiolologi mempunyai empat perenan yang sangat
penting dalam pengembangan kurikulum. Empat peranan sosiologi tersebut adalah
berperan dalam proses penyesuaian nilai-nilai dalam masyarakat, berperan dalam
penyesuaian dengan kebutuhan masyarakat, berperan dalam penyediaan proses
sosial, dan berperan dalam memahami keunikan individu, masyarakat dan daerah.
Dalam merumuskan tujuan kurikulum harus memahami
tiga sumber kurikulum yaitu siswa (student), masyarakat (society), dan konten
(content). Sumber siswa lebih menekankan pada kebutuhan-kebutuhan yang
diperlukan siswa pada tingkat pendidikan tertentu yang sesuai dengan
perkembangan jiwa atau usianya. Sumber masyarakat lebih melihat kepada
kebutuhan-kebutuhan masyarakat dan nilai-nilai yang ada dalam masyarakat,
sedangkan sumber konten adalah berhubungan dengan konten kurikulum yang akan dikembangkan
pada tingkat pendidikan yang sesuai. Dengan kata lain landasan sosiologi
digunakan dalam pengembangan kurikulum dalam merumuskan tujuan pembelajaran
dengan memperhatikan sumber masyarakat (society source) agar kurikulum yang
dikembangkan sesuai dengan kebutuhan masyarakat dan tidak bertentangan dengan
nilai-nilai yang berlaku di masyarakat.
Ada beberapa faktor yang
memberikan pengaruh terhadap pengembangan kurikulum dalam masyrakat, antara
lain ;
1) Kebutuhan
masyarakat
Kebutuhan masyarakat tak
pernah tak terbatas dan beraneka ragam. Oleh karena itu lembaga pendidikan
berusaha menyiapkan tenaga-tenaga terdidik yang terampil yang dapat dijadikan
sebagai penggali kebutuhan masyarakat.
2) Perubahan
dan perkembangan masyarakat
Masayarakat adalah suatu
lembaga yang hidup, selalu berkembang dan berubah. Perubahan dan perkembangan
nilai yang ada dalam masyarakat sering menimbulkan konflik antar generasi.
Dengan diadakannya pendidikan diharapkan konflik yang terjadi antar generasi
dapat teratasi.
3) Tri
pusat pendidikan
Yang dimaksud dengan
tri pusat pendidikan adalah bahwa pusat pendidikan dapat bertempat di rumah,
sekolah , dan di masyarakat. Selain itu mass media, lembaga pendidikan agama,
serta lingkungan fisik juga dapat berperan sebagai pusat pendidikan.
Kurikulum
mutlak diperlukan dalam proses pendidikan karena tujuan dalam kurikulum itulah
yang akan menghasilkan lulusan dengan kompetensinya. Oleh karena itu diperlukan
kurikulum yang benar-benar menggali nilai sosial budaya serta mampu menyiapkan
peserta didik untuk menghadapi perubahan zaman.
Menurut
undang-undang SISDIKNAS no. 21 tahun 2003 tujuan pendidikan di Indonesia adalah
melahirkan generasi yang bertaqwa, cerdas dan memiliki keterampilan hidup.
Ketaqwaan dibangun dari nilai-nilai agama serta budaya yang santun. Kecerdasan
dan keterampilan hidup ditumbuhkan dengan berbagai bacaan, eksperimen dan
pelatihan. Jika dirunut kualitas atau keunggulan suatu generasi ternyata
terletak pada karakter yang kokoh dan baik. Disinilah pentingnya memasukkan kurikulum
untuk membangun karakter tersebut.
Kurikulum
karakter bersumber pada nilai agama dan nilai sosial budaya yang terpuji.
Bangsa kita yang mayoritas muslim dan secara turun temurun hidup dalam budaya
yang harmonis serta gotong royong hendaknya menjadi acuan dalam penyusunan
kurikulum sehingga kurikulum kita semestinya berisi tentang pengamalan agama
yang benar, membudayakan kebiasaan gotong royong dan santun pada setiap jenjang
pendidikan.
Peserta
didik berasal dari masyarakat, mendapatkan pendidikan baik formal maupun
informal dalam lingkungan masyarakat dan diarahkan bagi kehidupan masyarakat
pula. Kehidupan masyarakat, dengan segala karakteristik dan kekayaan budayanya
menjadi landasan dan sekaligus acuan bagi pendidikan.
Israel Scheffer (Nana Syaodih
Sukmadinata, 1997) mengemukakan bahwa melalui pendidikan manusia mengenal
peradaban masa lalu, turut serta dalam peradaban sekarang dan membuat peradaban
masa yang akan datang.
Dengan demikian, kurikulum yang
dikembangkan sudah seharusnya mempertimbangkan, merespons dan berlandaskan pada
perkembangan sosial – budaya dalam suatu masyarakat, baik dalam konteks lokal,
nasional maupun global.
3.
Landasan
psikologis
Psikologi dapat diartikan sebagai suatu ilmu yang mempelajari tingkah laku
manusia dalam hubungan dengan lingkungan, pengertian sejenis menyebutkan bahwa
psikologi merupakan suatu ilmu yang berkaitan dengan proses mental, baik normal
maupun abnormal dan pengaruhnya pada perilaku, ilmu pengetahuan tentang gejala
dan kegiatan jiwa.
Psikologi merupakan salah satu landasan dalam pengembangan kurikulum yang
harus dipertimbangkan oleh para pengembang. Hal ini dikarenakan posisi
kurikulum dalam proses pendidikan memegang peranan yang sentral. Dalam proses
pendidikan terjadi interaksi antar manusia, yaitu antara anak didik dengan
pendidik, dan juga antara anak didik dengan manusia-manusia lainnya.
Manusia berbeda dengan makhluk lainnya karena kondisi psikologisnya.
Menurut Nana Syaodih Sukmadinata (2006 : 50) “kondisi psikologis adalah
kondisi karakteristik psikofisik manusia sebagai individu, yang dinyatakan
dalam berbagai bentuk perilaku dalam interaksinya dengan lingkungan”. Perilaku-perilaku
tersebut merupakan manifestasi dari ciri-ciri kehidupannya, baik yang nampak
maupun yang tidak nampak; baik perilaku kognitif, afektif maupun psikomotor.
Interaksi yang tercipta didalam situasi pendidikan harus sesuai dengan kondisi
psikologis dari anak didik dan pendidik. Interaksi pendidikan di rumah berbeda
dengan di sekolah. Interaksi antara anak dengan guru pada tingkat sekolah dasar
berbeda dengan pada tingkat sekolah menengah pertama dan atas.
Nana
Syaodih Sukmadinata (1997) mengemukakan bahwa minimal terdapat dua bidang
psikologi yang mendasari pengembangan kurikulum yaitu psikologi perkembangan
dan psikologi belajar. Psikologi
perkembangan merupakan ilmu yang mempelajari tentang perilaku individu
berkenaan dengan perkembangannya. Dalam psikologi perkembangan dikaji tentang
hakekat perkembangan, pentahapan perkembangan, aspek-aspek perkembangan,
tugas-tugas perkembangan individu, serta hal-hal lainnya yang berhubungan
perkembangan individu, yang semuanya dapat dijadikan sebagai bahan pertimbangan
dan mendasari pengembangan kurikulum.
Psikologi
belajar merupakan ilmu yang mempelajari tentang perilaku individu dalam konteks
belajar. Psikologi belajar mengkaji tentang hakekat belajar dan teori-teori
belajar, serta berbagai aspek perilaku individu lainnya dalam belajar yang
semuanya dapat dijadikan sebagai bahan pertimbangan sekaligus mendasari pengembangan
kurikulum.
Masih
berkenaan dengan landasan psikologis, Ella Yulaelawati memaparkan teori-teori
psikologi yang mendasari Kurikulum Berbasis Kompetensi. Dengan mengutip
pemikiran Spencer, Ella Yulaelawati mengemukakan pengertian kompetensi bahwa kompetensi
merupakan “karakteristik mendasar dari seseorang yang merupakan hubungan kausal
dengan referensi kriteria yang efektif dan atau penampilan yang terbaik dalam
pekerjaan pada suatu situasi“.
Selanjutnya,
dikemukakan pula tentang 5 tipe kompetensi, yaitu :
a. Motif,
adalah sesuatu yang dimiliki seseorang untuk berfikir secara konsisten atau
keinginan untuk melakukan suatu aksi.
b. Bawaan, yaitu
karakteristik fisik yang merespons secara konsisten berbagai situasi atau
informasi.
c. Konsep diri,
yaitu tingkah laku, nilai atau image seseorang.
d. Pengetahuan,
yaitu informasi khusus yang dimiliki seseorang.
e. Keterampilan,
yaitu kemampuan melakukan tugas secara fisik maupun mental.
Kelima
kompetensi tersebut mempunyai implikasi praktis terhadap perencanaan sumber
daya manusia atau pendidikan. Keterampilan dan pengetahuan cenderung lebih
tampak pada permukaan ciri-ciri seseorang, sedangkan konsep diri, bawaan dan
motif lebih tersembunyi dan lebih mendalam serta merupakan pusat kepribadian
seseorang. Kompetensi permukaan (pengetahuan dan keterampilan) lebih mudah
dikembangkan. Pelatihan merupakan hal tepat untuk menjamin kemampuan ini.
Sebaliknya, kompetensi bawaan dan motif jauh lebih sulit untuk dikenali dan
dikembangkan.
Dalam
konteks Kurikulum Berbasis Kompetensi, E. Mulyasa (2002) menyoroti tentang
aspek perbedaan dan karakteristik peserta didik. Dikemukakannya, bahwa
sedikitnya terdapat lima perbedaan dan karakteristik peserta didik yang perlu
diperhatikan dalam Kurikulum Berbasis Kompetensi, yaitu : (1) perbedaan tingkat
kecerdasan; (2) perbedaan kreativitas; (3) perbedaan cacat fisik; (4) kebutuhan
peserta didik; dan (5) pertumbuhan dan perkembangan kognitif.
Pandangan tentang anak sebagai makhluk yang unik sangat berpengaruh
terhadap pengembangan kurikulum pendidikan. Setiap anak merupakan pribadi
tersendiri, memiliki perbedaan di samping persamaannya. Implikasi dari hal
tersebut terhadap pengembangan kurikulum, antara lain:
1. Tiap anak diberi kesempatan untuk
berkembang sesuai dengan bakat, minat, dan kebutuhannya,
2. Di samping disediakan pembelajaran
yang bersifat umum (program inti) yang harus dipelajari peserta didik di
sekolah, disediakan pula pembelajaran pilihan sesuai minat dan bakat anak,
3. Kurikulum selain menyediakan bahan
ajar yang bersifat kejuruan juga menyediakan bahan ajar yang bersifat akademik,
4. Kurikulum memuat tujuan yang
mengandung pengetahuan, nilai/sikap, dan ketrampilan yang menggambarkan
keseluruhan pribadi yang utuh lahir dan bathin.
4.
Landasan Organisatoris
Landasan Organisatoris ialah sebagai
suatu gagasan, suatu asumsi, atau prinsip yang berkenaan dengan organisasi organisasi bahan pelajaran yang disajikan atau ringkasan singkatnya
ialah landasan
organisatoris mengenai bentuk penyajian bahan pelajaran yakni organisasi kurikulum.
Bagaimana bahan pelajaran akan
disajikan? Apakah dalam bentuk mata pelajaran yang terpisah-pisah, atau bidang
studi seperti yang dilaksanakan di Indonesia, ataukah diusahakan adanya
hubungan antara pelajaran yang diberikan dengan menghapuskan segala batas-batas
mata pelajaran dalam bentuk kurikulum yang terpadu.
Landasan pengembangan kurikulum ini
memiliki peranan yang sangat penting, sehingga apabila kurikulum diibaratkan
sebagai sebuah bangunan gedung yang tidak menggunakan landasan atau fundasi
yang kuat, maka ketika diterpa angin atau terjadi goncangan, bangunan gedung
tersebut akan mudah rubuh dan rusak.
Demikian pula halnya dengan
kurikulum, apabila tidak memiliki dasar pijakan yang kuat, maka kurikulum
tersebut akan mudah terombang-ambing dan yang akan dipertaruhkan adalah manusia
(peserta didik) yang dihasilkan oleh pendidikan itu sendiri.
Dalam pengembangan kurikulum perlu
di susun suatu desain yang tepat dan fungsional. Dilihat dari organisasinya ada
tiga tipe bentuk kurikulum:
a. Kurikulum
yang berisi sejumlah mata pelajaran yang
terpisah-pisah (separated subject curriculum)
Kurikulum ini merupakan penyajian
bahan pelajaran dalam bentuk bidang studi atau mata pelajaran. Isinya ialah
pengetahuan yang telah tersusun secara logis dan sistematis dari masing-masing
bidang keilmuan. Antarmata merupakan unsur yang
terpisah-pisah. Pada dasarnya tak ada pengaitan antarsatu mata pelajaran dengan
mata pelajaran lain.
Pengorganisasian
separate - subject curriculum benar – benar disusun berdasarkan orientasi pada
mata pelajaran. Kurikulum bentuk terpisah ini sangat menekankan pada
pembentukan intelektual dan kurang mengutamakan pembentukan kepribadian anak
secara keseluruhan.
Hal ini yang
penting dalam pengorganisasian kurikulum ialah pengurutan bahan pelajaran. Pengurutan harus dilakukan sedemikian rupa sehingga benar – benar terjaga
kesinambungan bahan. Harus diperhatikan masalah keterulangan dan keterlewatan
bahan pelajaran yang sudah dipelajari siswa dikelas sebelumnya.
b. Kurikulum yang berisi sejumlah mata pelajaran yang sejenis di
hubung-hubungkan (Correlated curriculum)
Correlated Subject Curriculum dikembangkan dengan semangat menata/mengelola keterhubungan antarberbagai mata pelajaran. Antar fenomena kenyataan kehidupan saling terkait maka tidak mungkin jika kita membicarakan satu mata pelajaran tanpa menyinggung sama sekali mata pelajaran yang lain. Untuk itulah diperlukan suatu bentuk kurikulum yang mampu memberikan pengalaman belajar antara mata pelajaran yang satu dengan yang lainnya.
Correlated Subject Curriculum dikembangkan dengan semangat menata/mengelola keterhubungan antarberbagai mata pelajaran. Antar fenomena kenyataan kehidupan saling terkait maka tidak mungkin jika kita membicarakan satu mata pelajaran tanpa menyinggung sama sekali mata pelajaran yang lain. Untuk itulah diperlukan suatu bentuk kurikulum yang mampu memberikan pengalaman belajar antara mata pelajaran yang satu dengan yang lainnya.
Adanya upaya
menata keterhubungan antar mata pelajaran inilah yang kemudian melahirkan
bentuk kurikulum yang dikenal dengan Correlated Subject.
c. Kurikulum yang
terdiri dari peleburan semua/ hampir
semua mata pelajaran (integrated curriculum)
Ciri dari kurikulum ini adalah tiadanya batas atau sekat dalam mata
pelajaran. Semua mata pelajaran dilebur
menjadi satu dalam bentuk unit. Oleh karena
itu, kurikulum ini disebut juga kurikulum unit. Intergrated Curriculum tidak
sekedar brerupa keterpaduan bentuk yang melebur berbagai mata pelajaran,
melainkan juga aspek tujuan yang akan dicapai dalam belajar.
Melalui keterpaduan ini diharapkan pula dapat terbentuk keutuhan
kepribadian anak didik yang sesuai dengan lingkungan masyarakat sehingga
sekolah harus benar – benar mengajarkan sesuai dengan situasi, masalah, dan kebutuhan
kehidupan di masyarakat.
Integrated
Curriculum memiliki karakteristik, yaitu :
1.
Merupakan
kesatuan utuh bahan pelajaran.
2.
Unit disusun
berdasarkan kebutuhan anak didik, yang bersifat pribadi maupun sosial.
3.
Dalam unit,
anak dihadapkan pada berbagai situasi yang mengandung permasalahan yang
berhubungan dengan kebutuhan sehari – hari yang dikaitkan dengan pelajaran di
sekolah.
4.
Unit mempergunakan
dorongan – dorongan sewajarnya pada diri anak dengan melandaskan pada teori –
teori belajar.
5.
Pelaksanaan
unit biasanya memerlukan waktu yang lebih lama dari pada model pelajaran biasa.
Berikut adalah
contoh Konkrit Pelaksanaan penerapannya pada pelajaran di sekolah.
1)
Di SD Semarapura Kauh – Klungkung, mata pelajaran yang didapat sama dengan
sekolah dasar yang lain. Berdasarkan organisasi kurikulum, mata pelajaran
tersebut dapat di kelompokkan menjadi sebagai berikut :
Mata pelajaran Agama, PKn, Bahasa Indonesia, Bahasa Inggris, Bahasa Daerah,
Matematika, Penjaskes merupakan Separate
Subject Curriculum.
Mata pelajaran IPA dan IPS merupakan Correlated
Subject Curriculum.
Mata pelajaran Seni Budaya, Keterampilan (menyanyi, menari, melukis) dan
Budi Pekerti merupakan Integrated Subject
Curriculum.
Referensi :
Suwilah.Landasan Pengembangan Kurikulum.http://suwilah.wordpress.com/2014/03/28/landasan-pengembangan-kurikulum-2/(diakses 02 Oktober 2014)
Sevannisa.Landasan Filosofis Pengembangan Kurikulum.
http://sevannisa.blogspot.com/2012/11/landasan-filosofis-pengembangan.html (diakses 02 Oktober 2014)
Akram,Nurfajri.Landasan Sosiologis dalam Pengembangan
Kurikulum. http://akramnurfajridigitalmodule.blogspot.com/2012/11/landasan-sosiologi-dalam-pengembangan.html
(diakses 02 Oktober 2014)
http://tisachan.blogspot.com/2012/11/landasan-organisatoris.html
Kesimpulan :
Kurikulum
merupakan inti dari bidang pendidikan. Kurikulum memiliki pengaruh besar
terhadap seluruh kegiatan pendidikan. Di dalam penyusunan kurikulum, dibutuhkan
landasan-landasan yang kuat yang didasarkan pada hasil pemikiran dan penelitian
yang mendalam.
Landasan
adalah suatu gagasan atau kepercayaan yang menjadi sandaran, suatu prinsip yang
mendasari contohnya seperti landasan kepercayaan agama, dasar atau titik tolak.
Dengan demikian landasan pengembangan kurikulum dapat diartikan sebagai suatu
gagasan, suatu asumsi atau prinsip yang menjadi sandaran atau titik tolak dalam
mengembangkan kurikulum.
Agar suatu
kurikulum tersebut dapat berfungsi serta berperan sesuai dengan tuntutan
pendidikan yang ingin dihasilkan seperti tercantum dalam rumusan tujuan
pendidikan nasional, pada prinsipnya ada empat landasan pokok yang harus
dijadikan dasar dalam setiap pengembangan kurikulum, yaitu :
1. Landasan Filosofis
Landasan
filosofis yaitu asumsi-asumsi tentang hakikat realitas, hakikat manusia,
hakikat pengetahuan dan hakikat nilai yang menjadi titik tolak dalam
mengembangkan kurikulum. Asumsi filosofi tersebut berimplikasi pada perumusan
tujuan pendidikan, pengembangan isi atau materi pendidikan, penentuan strategi
pada peranan peserta didik dan peranan pendidik.
2. Landasan sosiologis
Landasan
sosiologis yaitu asumsi yang bersumber dari sosiologi dan antropologi yang
dijadikan titik tolak dalam mengembangkan kurikulum. Karakteristik sosial
budaya dimana peserta didik hidup berimplikasi pada program pendidikan yang
akan dikembangkan dalam masyarakat.
Dalam
landasan sosiologis, kurikulum harus mampu menggali nilai sosial budaya serta
mampu menyiapkan peserta didik untuk menghadapi perubahan zaman. Landasan
sosiologis mempunyai empat peranan dalam pengembangan kurikulum, yang pertama
berperan dalam proses penyesuaian nilai dalam masyarakat, berperan dalam
penyesuaian kebutuhan masyarakat, berperan dalam proses sosial dan berperan
dalam memahami keunikan individu, masyarakat dan bangsa.
3. Landasan Psikologis
Landasan
psikologis adalah asumsi yang bersumber dari psikologi yang dijadikan titik
tolak dalam mengembangkan kurikulum. Ada dua jenis psikologi yang harus menjadi
acuan yaitu psikologi perkembangan dan psikologi belajar. Psikologi
perkembangan mempelajari proses dan karakteristik perkembangan peserta didik
sebagai subjek pendidikan, sedangkan psikologi belajar mempelajari tingkah laku
peserta didik dalam situasi belajar.
4. Landasan organisatoris
Landasan
organisatoris ialah sebagai suatu gagasan, asumsi atau prinsip yang berkenaan
dengan organisasi-organisasi bahan pelajaran yang disajikan atau ringkasan
singkatnya ialah landasan organisatoris mengenai bentuk penyajian bahan
pelajaran yakni organisasi kurikulum.
Dalam
pengembangan kurikulum perlu disusun suatu desain yang tepat dan fungsional.
Dilihat dari organisasinya, ada tiga tipe bentuk kurikulum :
a. Kurikulum yang berisi sejumlah mata
pelajaran yang terpisah-pisah;
b. Kurikulum yang berisi sejumlah mata
pelajaran yang sejenis dihubung-hubungkan;
c. Kurikulum yang terdiri atas
peleburan semua atau hampir semua mata pelajaran.