0

PERUBAHAN SOSIAL DAN PENDIDIKAN

Posted by Unknown on 5:53 AM


BAB I

PENDAHULUAN


A.    Latar Belakang

Pendidikan dan perubahan sosial, keduanya saling bertautan satu dengan yang lain. Keduanya saling mempengaruhi, sehingga berdampak luas di masyarakat. Pendidikan adalah lembaga yang dapat dijadikan sebagai agen pembaharu/perubahan sosial dan sekaligus menentukan arah perubahan sosial yang disebut dengan pembangunan masyarakat. Sedangkan perubahan sosial yang terjadi dalam masyarakat setiap kalinya dapat direncanakan dengan arah perubahan yang ingin dicapai. Namun perubahan sosial juga dapat terjadi setiap saat tanpa harus direncanakan terlebih dahulu disebabkan pengaruh budaya dari luar.
Perubahan sosial merupakan gejala perubahan dari suatu keadaan sosial tertentu ke suatu keadaan sosial lain. Perubahan sosial pasti memiliki suatu arah dan tujuan tertentu. Pengaruh perubahan sosial hanya dapat diketahui seseorang yang sempat mengadakan penelitian susunan dan kehidupan suatu masyarakat pada saat tertentu, yang kemudian dibandingkan dengan keadaan pada waktu yang lain.
Perubahan sosial dapat berupa suatu kemajuan, atau sebaliknya dapat berupa suatu kemunduran. Perubahan sosial tidak hanya membawa pengaruh positif bagi kehidupan manusia, tetapi juga berdampak negatif. Bagi seorang pendidik/guru, pengetahuan tentang perubahan sosial dan pendidikan serta berbagai dinamika perubahan sosial, diperlukan sebagai upaya transformatif dan responsif terhadap perubahan tersebut yang diharapkan berdampak positif dalam proses pembelajaran.
Pendidikan ada dan hidup di dalam masyarakat, maka keduanya memiliki hubungan ketergantungan yang erat. Pendidikan mengabdi kepada masyarakat dan masyarakat menjadi semakin berkembang dan maju melalui pendidikan. Pendidikan adalah sebuah proses pematangan dan pendewasaan masyarakat. Maka lembaga-lembaga pendidikan harus memahami perannya tidak sekadar menjual jasa tetapi memiliki tugas mendasar memformat Sumber Daya Manusia (SDM) yang unggul.
Perubahan yang terjadi di masyarakat tentunya sangat berpengaruh pada dunia pendidikan. Masalah-masalah sosial yang muncul di tengah masyarakat juga dialami dunia pendidikan. Sosiologi pendidikan memainkan perannya untuk ikut memformat pendidikan yang mampu berkiprah secara kontekstual. Sistem, muatan, proses dan arah pendidikan perlu ditata ulang dan diatur secara khusus sehingga mampu menjawab sekaligus bermain di arena perubahan sosial tersebut.

B.     Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah dipaparkan di atas, penyusun dapat merumuskan permasalahan sebagai berikut :
1.      Apa pengertian dari perubahan sosial ?

2.      Bagaimanakah proses perubahan sosial ?
3.      Bagaimanakah bentuk-bentuk dari perubahan sosial ?
4.      Apa faktor pendorong dan penghambat perubahan sosial ?
5.      Bagaimana kaitannya antara perubahan sosial dengan pendidikan ?

C.     Tujuan Penulisan

Ada beberapa tujuan yang ingin dicapai oleh penyusun dari beberapa masalah yang telah dirumuskan :
1.      Untuk memenuhi tugas kelompok mata kuliah sosiologi dan antropologi pendidikan;
2.      Untuk mengetahui dan memahami pengertian perubahan sosial;
3.      Untuk mengetahui dan memahami proses perubahan sosial;
4.      Untuk mengetahui dan memahami bentuk-bentuk dari perubahan sosial;
5.      Untuk mengetahui dan memahami bagaimana faktor-faktor yang mendorong dan menghambat perubahan sosial;
Untuk mengetahui dan memahami hubungan perubahan sosial dan pendidikan.

BAB II

PERUBAHAN SOSIAL DAN PENDIDIKAN


A.    Pengertian Perubahan Sosial

Secara umum, perubahan sosial adalah situasi sosial yang di dalamnya terjadi ketidaksesuaian diantara unsur-unsur sosial yang saling berbeda, sehingga menghasilkan suatu pola kehidupan yang tidak serasi fungsinya bagi masyarakat yang bersangkutan. Perubahan sosial adalah perubahan fungsi kebudayaan dan perilaku manusia dalam masyarakat dari keadaan tertentu ke keadaan lain.[1]
Setiap kehidupan masyarakat manusia senantiasa mengalami suatu perubahan. Perubahan-perubahan pada kehidupan masyarakat tersebut merupakan fenomena sosial yang wajar, oleh karena setiap manusia mempunyai kepentingan yang tak terbatas. Perubahan-perubahan akan tampak setelah tatanan sosial dan kehidupan masyarakat yang lama dapat dibandingkan dengan tatanan dan kehidupan masyarakat yang baru. Sebagai contoh kita lihat pada kehidupan masyarakat desa antara sebelum dan sesudah mengenal surat kabar, listrik dan televisi.
Beberapa pengertian perubahan sosial yang dikemukakan oleh beberapa ahli sebagai berikut :
1.      Gillin dan Gillin, mengatakan bahwa perubahan-perubahan sosial adalah suatu variasi dari cara-cara hidup yang telah diterima, yang disebabkan baik karena perubahan-perubahan kondisi geografis, kebudayaan material, komposisi penduduk, ideologi maupun karena adanya difusi ataupun penemuan-penemuan baru dalam masyarakat tersebut.
2.      Samuel Koening, mengatakan bahwa perubahan sosial menunjukan pada modifikasi-modifikasi yang terjadi dalam pola-pola kehidupan manusia.
3.      Kingsley Davis, mengartikan perubahan sosial sebagai perubahan-perubahan yang terjadi dalam struktur dan fungsi masyarakat.
4.      Bruce J Cohen, mengemukakan bahwa perubahan sosial adalah perubahan struktur sosial dan perubahan pada organisasi sosial. Misalnya perubahan dalam satu segi dari kehidupan sosial menunjukan perubahan karena terjadi perubahan dalam struktur sosial dan organisasi sosial.
5.      Roucek dan Warren, mengemukakan bahwa perubahan sosial adalah perubahan dalam proses sosial atau dalam struktur masyarakat.
6.      Selo Soemardjan dan Soelaiman Soemardi, berpendapat bahwa perubahan sosial adalah segala perubahan-perubahan pada lembaga masyakat di dalam suatu masyarakat, yang mempengaruhi sistem sosialnya, termasuk di dalamnya nilai-nilai, sikap-sikap dan pola-pola perikelakuan di antara kelompok-kelompok dalam masyarakat.


7.      Soedjono Dirdjosisworo, merumuskan definisi perubahan sosial sebagai perubahan fundamental yang terjadi dalam struktur sosial, sistem sosial dan organisasi sosial.[2]
Dapat disimpulkan bahwa perubahan sosial adalah perubahan pada segi struktural masyarakat seperti pola-pola perilaku dan pola interaksi antar anggota masyarakat, perubahan pada segi kultural masyarakat seperti nilai-nilai, sikap-sikap, serta norma-norma sosial masyarakat, perubahan di berbagai tingkat kehidupan manusia mulai dari tingkat individual, keluarga, masyarakat hingga ke tingkat masyarakat dunia, dimana perubahan dapat menimbulkan ketidakseimbangan dalam suatu sistem masyarakat.[3]

B.     Proses Perubahan Sosial

Dilihat dari proses terjadinya perubahan sosial, proses awal perubahan sosial adalah :
1.      Komunikasi (Communication)
Perubahan sosial berawal melalui suatu proses kontak komunikasi, unsur-unsur baru dapat menyebar, baik berupa ide-ide, gagasan, keyakinan, maupun kebendaan. Dan proses penyebaran unsur kebudayaan dari satu masyarakat kepada masyarakat lain disebut proses difusi. Proses berlangsungnya difusi akan mendorong terjadinya akulturasi dan asimilasi. Dalam proses difusi berlangsung ada banyak kejadian yang beragam masuk unsur-unsur kebudayaan baru dari satu kelompok masyarakat kepada kelompok masyarakat lainnya.
2.      Akulturasi (Acculturation)
Akulturasi merupakan proses penerimaan unsur-unsur kebudayaan baru dari luar secara lambat dengan tidak menghilangkan sifat khas kepribadian kebudayaan sendiri. contohnya selamatan merupakan bentuk akulturasi antara budaya lokal Jawa dengan kebudayaan Islam.
3.      Asimilasi (Assimilation)
Berupa suatu proses penerimaan unsur-unsur kebudayaan baru yang berbeda. Proses asimilasi akan berlangsung lancar dan cepat apabila ada faktor-faktor pendorong. contohnya adanya toleransi antar kebudayaan yang berbeda, adanya kesempatan yang sama dalam bidang ekonomi, adanya sikap menghargai terhadap hadirnya orang asing dan kebudayaan yang dibawa, adanya sikap terbuka dari golongan yang berkuasa, adanya unsur-unsur kebudayaan yang sama, terjadinya perkawinan campuran, adanya musuh bersama dari luar.[4]

C.     Bentuk-Bentuk Perubahan Sosial

Perubahan-perubahan sosial yang terjadi dalam masyarakat dapat dibedakan atas beberapa bentuk, yaitu perubahan evolusi dan perubahan revolusi, perubahan tak berencana dan perubahan berencana, serta perubahan kecil dan perubahan besar.
1.      Perubahan Evolusi dan Perubahan Revolusi
a.       Perubahan Evolusi
Yang dimaksud dengan perubahan evolusi adalah perubahan-perubahan sosial yang terjadi dalam proses yang lambat, dalam waktu yang cukup lama dan tanpa ada kehendak tertentu dari masyarakat yang bersangkutan. Perubahan-perubahan ini berlangsung mengikuti kondisi perkembangan masyarakat, yaitu sejalan dengan usaha-usaha masyarakat dalam memenuhi kebutuhan hidupnya sehari-hari. Dengan kata lain, bahwa perubahan sosial itu terjadi karena dorongan dari usaha-usaha masyarakat dalam rangka menyesuaikan diri terhadap kebutuhan-kebutuhan hidupnya dengan perkembangan masyarakat pada waktu tertentu.
Suatu masyarakat pada masa tertentu bentuknya sangat sederhana, namun oleh karena masyarakat mengalami perkembangan, kemudian bentuk sederhana berubah menjadi bentuk yang kompleks. Tahapan perubahan itu biasanya berlangsung secara siklus dan berulang-ulang, sehingga sampai pada tahapan tertentu. Menurut Petirim A. Sorokin, bahwa masyarakat berkembang melalui tahap-tahap yang masing-masing didasarkan pada suatu sistem kebenaran. Dalam tahap pertama dasarnya adalah kepercayaan, tahap kedua dasarnya adalah indera manusia, dan pada tahap ketiga dasarnya adalah kebenaran. Pada tahapan-tahapan perubahan sebagaimana dinyatakan oleh Sorokin sebenarnya menunjukan adanya proses yang tidak berlangsung secara cepat, melainkan cenderung bersifat evolusi.
Menurut prinsip-prinsip teori yang diuraikan oleh Herbert Spencer yang antara lain mengatakan bahwa kebudayaan manusia telah mengikuti suatu garis evolusi. Masyarakat itu merupakan hasil perkembangan dari kelompok homogen ke kelompok yang heterogen sifat dan susunannya. Perubahan semacam ini tidak pasti arahnya, karena arus perubahannya sama sekali tidak diatur atau direncanakan, mungkin perubahannya menuju pada bentuk kehidupan yang sempurna atau mungkin sebaliknya.
b.      Perubahan Revolusi
Perubahan revolusi adalah perubahan yang berlangsung secara cepat dan tidak ada kehendak atau perencanaan sebelumnya. Secara sosiologis perubahan revolusi dapat diartikan sebagai perubahan-perubahan sosial mengenai unsur-unsur kehidupan atau lembaga-lembaga kemasyarakatan yang berlangsung relatif cepat. Perubahan-perubahan tersebut dapat terjadi karena sudah ada perencanaan sebelumnya atau mungkin tidak sama sekali.
Perubahan revolusi seringkali diawali oleh ketegangan-ketegangan atau konflik dalam tubuh masyarakat yang bersangkutan, ketegangan-ketegangan itu sulit untuk dihindari, bahkan banyak yang tidak bisa dikendalikan, sehingga kemudian menjelma menjadi tindakan revolusi.
Menurut Soerjono, syarat-syarat terjadinya suatu revolusi adalah sebagai berikut :
1)      Adanya keinginan umum untuk mengadakan suatu perubahan. Di dalam masyarakat harus ada perasaan tidak puas terhadap keadaan, dan harus ada keinginan untuk mencapai perbaikan dengan perubahan keadaan tersebut.
2)      Adanya seorang pemimpin atau sekelompok orang yang dianggap mampu memimpin masyarakat tersebut.
3)      Pemimpin tersebut dapat menampung keinginan-keinginan tersebut untuk kemudian merumuskan serta menegaskan rasa tidak puas dari masyarakat, untuk dijadikan program dan arah bagi geraknya masyarakat.
4)      Pemimpin harus dapat menunjukan suatu tujuan pada masyarakat. Artinya bahwa tujuan tersebut terutama sifatnya konkret dan dapat dilihat oleh masyarakat. Di samping itu diperlukan juga suatu tujuan yang abstrak, misalnya perumusan suatu ideologi tersebut.
5)      Harus ada momentum untuk revolusi yaitu suatu saat dimana segala keadaan dan faktor adalah baik sekali untuk memulai dengan gerakan revolusi. Apabila momentum (pemilihan waktu yang tepat) yang dipilih keliru, maka revolusi dapat gagal.

2.      Perubahan yang direncanakan dan perubahan yang tidak direncanakan
a.       Perubahan yang direncanakan
Perubahan yang direncakan adalah perubahan-perubahan terhadap lembaga-lembaga kemasyarakatan yang didasarkan pada perencanaan yang matang oleh pihak-pihak yang menghendaki perubahan-perubahan tersebut.
Menurut Selo Soemardjan dan Soelaiman Soemardi, perubahan yang direncakan adalah perubahan yang diperkirakan atau yang telah direncanakan terlebih dahulu sebelumnya oleh pihak-pihak yang hendak mengadakan perubahan di dalam masyarakat. Pihak-pihak yang menghendaki suatu perubahan dinamakan agent of change, yaitu seseorang atau sekelompok orang yang mendapat kepercayaan dari masyarakat sebagai pemimpin satu atau lebih lembaga-lembaga kemasyarakatan. Contoh dari perubahan yang direncanakan yaitu pembangunan nasional di segala bidang kehidupan.
b.      Perubahan yang tidak direncanakan
Perubahan yang tidak direncanakan merupakan perubahan yang berlangsung di luar kehendak dan pengawasan masyarakat. Perubahan yang tidak dikehendaki ini biasanya lebih banyak menimbulkan pertentangan-pertentangan yang merugikan kehidupan masyarakat yang bersangkutan.
Dalam kondisi demikian anggota masyarakat pada umumnya lebih sulit diarahkan untuk melakukan perubahan-perubahan, sebab kekecewaan mereka yang mendalam. Mungkin karena pengalaman buruk mereka terhadap akibat perubahan yang terjadi sebelumnya yang tidak membuahkan kesejahteraan dan kepuasaan, atau mungkin karena mereka masih mempunyai kepercayaan yang sangat kuat terhadap kesucian dan keampuhan lembaga-lembaga sosial atau tradisi-tradisi sosial yang hidup dalam masyarakat yang bersangkutan. Contohnya perubahan Kerajaan Yogyakarta yang feodalistik menjadi Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) yang demokratis (direncanakan), mengakibatkan para pamong praja kehilangan wewenang atas pemerintahan desa, para bangsawan juga turun status sosialnya (ini peruhan yang tidak dikehendaki).

3.      Perubahan sosial besar dan perubahan sosial kecil
Perubahan kecil adalah perubahan yang terjadi pada unsur-unsur struktur sosial yang tidak membawa pengaruh langsung atau berarti bagi masyarakat. Contohnya perubahan mode pakaian tak akan membawa pengaruh apa-apa bagi masyarakat dalam keseluruhannya, karena tidak mengakibatkan perubahan pada lembaga-lembaga kemasyarakatan. Sebaliknya, suatu proses industrialisasi yang berlangsung pada masyarakat agraris misalnya, merupakan perubahan yang akan membawa pengaruh besar pada masyarakat. Berbagai lembaga kemasyarakatan akan ikut terpengaruh misalnya dalam hubungan kerja, sistem milik tanah, hubungan kekeluargaan, stratifikasi masyarakat dan seterusnya.

Secara umum para ahli sosiologi membedakan bentuk perubahan sosial menjadi dua, yaitu :
1.      Progress, yaitu perubahan yang membawa ke arah kemajuan sehingga bisa menguntungkan dalam kehidupan sosial bagi masyarakat. Contohnya ditemukannya komputer untuk mempermudah dalam pengelolaan data, penyimpanan dan penemuan kembali data tersebut.
2.      Regress, yaitu perubahan sosial yang membawa ke arah kemunduran sehingga kurang menguntungkan bagi masyarakat. Contohnya ditemukannya fasilitas internet yang disalah gunakan untuk mengakses pornografi, pencurian dan pembobolan bank.

D.    Faktor Pendorong dan Penghambat Perubahan Sosial

1.      Faktor Pendorong Perubahan Sosial
Ada tiga  faktor utama pendorong perubahan sosial, yaitu sebagai berikut :
a.       Timbunan Kebudayaan dan Penemuan Baru
Timbunan kebudayaan merupakan faktor pendorong perubahan sosial yang penting. Kebudayaan dalam kehidupan masyarakat senantiasa terjadi penimbunan, yaitu suatu kebudayaan semakin semakin lama semakin beragam dan bertambah secara akumulatif. Bertimbunnya kebudayaan ini oleh karena adanya penemuan baru dari anggota masyarakat pada umunya.
Koentjaraningrat berpendapat bahwa peribahan sosial terjadi karena adanya inovasi. Proses tersebut meliputi suatu penemuan baru , jalannya unsur kebudayaan baru yang tersebar ke lain-lain bagian dari masyarakat dan cara-cara unsur kebudayaan baru tadi diterima, dipelajari dan akhirnya digunakan dalam masyarakat yang bersangkutan.
b.      Perubahan Jumlah Penduduk
Perubahan jumlah penduduk juga merupakan penyebab terjadinya perubahan sosial, seperti pertambahan atau berkurangnya penduduk pada suatu daerah tertentu. Bertambahnya jumlah penduduk pada suatu daerah, dapat mengakibatkan perubahan pada struktur masyarakat terutama mengenai lembaga-lembaga kemasyarakatannya. Sementara pada daerah yang lain terjadi kekosongan sebagai akibat perpindahan penduduk tadi.Kehidupan masyarakatpun akan berubah karena percampuran antara berbagai macam pola perilaku sosial dan kebudayaan, begitu juga ekonomi, politik dan keamanan
c.       Pertentangan (Conflict)
Pertentangan antara anggota-anggota masyarakat dapat terjadi karena perubahan masyarakat yang pesat. Masyarakat yang heterogen biasanya ditandai kurang dekatnya hubungan antara orang yang satu dengan orang yang lain atau kelompok lain, individu cenderung mencari jalannya sendiri-sendiri.
Pada saat masyarakat dalam keadaan konflik, dapat timbul kekecewaan dan keresahan sosial, maka pada saat itu pula individu-individu pada umumnya sangat mudah terpengaruh terhadap hal-hal yang baru.

Faktor-faktor  Pendorong Perubahan Sosial Menurut soerjono soekanto, adalah sebagai berikut.
1)      Kontak dengan kebudayaan lain, baik yang terbentuk difusi,akulturasi, maupunasimilasi. Unsur-unsur kebudayaan dari luar yang masuk, seperti :
a)      Teknologi baru
b)      Ide-ide, gagasan, dan pemikiran         
c)      Perilaku gaya hidup.
2)      Sistem pendidikan formal yang baru
Pendidikan memberi nilai nilai tertentu bagi manusia, terutama dalam membuka pikiranya serta menerima hal –hal baru dan car berpikir secara ilmiah. Pendidikan memiliki faktor yang mendorong terjadinya perubahan.
3)      Sikap menghargai hasil karya seseorang dan keinginan-keinginan untuk maju.
Apabila sikap tersebut sudah melembaga dan memasyarakat, maka masyarakat merupakan pendorong bagi usaha –usaha penemuan baru.
4)      Toleransi terhadap perbuatan perbuatan yang menyimpang (deviation) yang bukan merupakan delik.sikap toleransi akan menciptakan iklim yang kondusif dalam masyarakat. Hal ini akan mendorong terhadap perubahan sosial dalam masyarakat tersebut.
5)      Sistem terbuka dalam lapisan masyarakat ( open stratification ) sistem pelapisan yang terbuka memberikan kesempatan kepada individu untuk maju atas dasar kemampuan masing-masing.
6)      Penduduk yang heterogen. Memudahkan terjadinya konflik sosial. Keadaan yang demikian mendorong terjadinya perubahan perubahan dalam masyarakat.
7)      Ketidak puasan masyarakat terhadap bidang bidang kehidupan tertentu ketidak puasan tersebut memungkinkan terjadinya revolusi.
8)      Orientasi kemasa depan keinginan untuk hidup lebih baik merupakan motivasi yang dapat mempengaruhi keadaan.
9)      Nilai bahwa manusia senantiasa berikhtiar untuk memperbaiki hidupnya keinginan manusia untuk memperbaiki hidupnya akan mendorong terjadinya perubahan.[5]

2.      Faktor Penghambat Perubahan Sosial
Menurut soerjono soekanto Faktor Penghambat Perubahan Sosial, adalah sebagai berikut.
a.       Kurangnya hubungan dengan masyarakat masyarakat lain.
b.      Perkembangan ilmu pengetahuan yang terlambat.
c.       Sikap masyarakat yang tradisional.
d.      Adanya kepentingan-kepentingan yang telah tertanam dengan kuat sekali (Vested interest )
e.       Rasa takut akan terjadi kegoyahan pada intregasi kebudayaan.
f.       Prasangka terhadap hal-hal yang baru/asing atau sikap yang tertutup
g.      Hambatan hambatan yang bersifat ideologis.
h.      Adat atau kebiasaan.
i.        Nilai bahwa hidup ini pada hakikatnya buruk dan tidak mungkin diperbaiki.

E.     Perubahan Sosial dan Pendidikan


Kita lihat pedagogik tradisional memandang lembaga pendidikan sebagai salah satu dari struktur social dan kebudayaan dalam masyarakat. Lembaga pendidikan, seperti sekolah perlu disiapkan agar sekolah tersebut berfungsi sesuai perubahan sosial yang terjadi. Sekolah sebagai lembaga social pendidikan berfungssi mentransmisiskan nilai-nilai yang hidup dalam masyarakat dan kebudayaan pada saat itu.
Dalam pendidikan transformatif, peserta didik lah yang berperan terjadinya perubahan dalam diri mereka. Adapun peran guru hanyalah sebagai pendorong dan motivator. Dengan demikian, para guru perlu menjadi fasilitator agar dorongan dan bimbingan dapat terwujud dalam perubahan perilaku peserta didik.[6]
Apabila seseorang mempelajari perubahan masyarakat, perlu pula diketahui kearah mana perubahan dalam masyarakat itu bergerak. Perubahan itu bergerak kepada sesuatu bentuk yang sudah ada didalam waktu yang lampau.[7] Pun jika kita berbicara tentang perubahan social ke arah pendidikan, jauh sebelum orang belanda datang ke Indonesia, orang Jawa telah mempunyai lembaga-lembaga pendidikan  tradisionalnya.
Peran pendidikan nasional sebagai pendorong perubahan sosial terlihat dalam UU No 20 Sisdiknas 2003 Pasal 3 : Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak sert peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri dan menjadi warga Negara yang demokratis serta bertanggung jawab.
Adanya pendidikan dapat mempengaruhi perubahan sosial, yang mana perubahan sosial nantinya akan mempunyai fungsi :
1.      Melakukan reproduksi budaya;
2.      Difusi budaya;
3.      Mengembangkan analisis kultural terhadap kelembagaan-kelembagaan tradisional;
4.      Melakukan perubahan-perubahan atau modifikasi tingkat ekonomi sosial tradisional;
5.      Melakukan perubahan-perubahan yang lebih mendasar terhadap institusi-institusi tradisional yang telah ketinggalan.

Lembaga-lembaga pendidikan disamping berfungsi sebagai penghasil nilai-nilai budaya baru juga berfungsi sebagai difusi budaya (cultural diffussion). Kebijaksanaan-kebijaksanaan sosial yang kemudian diambil tentu berdasarkan pada hasil budaya dan difusi budaya. Sekolah-sekolah tersebut bukan hanya menyebarkan penemuan-penemuan dan informasi-informasi baru tetapi juga menanamkan sikap-sikap, nilai-nilai dan pandangan hidup baru yang semuanya itu dapat memberikan kemudahan-kemudahan serta memberikan dorongan bagi terjadinya perubahan sosial yang berkelanjutan.[8]
Pendidikan dalam perubahan sosial dalam rangka untuk meningkatkan kemampuan analisis kritis yang berperan untuk menanamkan keyakinan-keyakinan dan nilai-nilai baru tentang cara berpikir manusia. Pendidikan dalam era abad modern telah berhasil menciptakan generasi baru dengan daya kreasi dan kemampuan berpikir kritis, sikap tidak mudah menyerah pada situasi yang ada dan diganti dengan sikap yang tanggap terhadap perubahan.
Cara-cara berpikir dan sikap-sikap tersebut akan melepaskan diri dari ketergantungan dan kebiasaan berlindung pada orang lain, terutama pada mereka yang berkuasa. Pendidikan ini terutama diarahkan untuk memperoleh kemerdekaan politik, sosial dan ekonomi, seperti yang diajukan oleh Paulo Friere. Dalam banyak negara terutama negara-negara yang sudah maju, pendidikan orang dewasa telah dikembangkan sedemikian rupa sehingga masalah kemampuan kritis ini telah berlangsung dengan sangat intensif. Pendidikan semacam itu telah berhasil membuka mata masyarakat terutama didaerah pedesaan dalam penerapan teknologi maju dan penyebaran penemuan baru lainnya. Dengan kemanjuan teknologi informasi, perubahan ekonomi dan perubahan kekuasaan politik membuat masyarakat tidak lagi hidup dengan anggapan lama tentang dunia yang terlalu harmonis. Sebaliknya setiap individu sekarang menghadapi suatu keadaan yang cenderung tak teratur.
                Saat ini  esensi dari sekolah di Indonesia adalah pendidikan dan pokok perkara dalam pendidikan adalah belajar. Oleh sebab itu tujuan sekolah terutama adalah menjadikan setiap murid di dalamnya lulus sebagai orang dengan karakter yang siap untuk terus belajar, bukan tenaga-tenaga yang siap pakai untuk kepentingan industri. Dalam arus globalisasi dewasa ini perubahan-perubahan berlangsung dalam tempo yang akan makin sulit diperkirakan. Cakupan perubahan yang ditimbulkan juga akan makin sulit diukur. Pengaruhnya pada setiap individu juga makin mendalam dan tak akan pernah dapat diduga dengan akurat.
              Keadaan tersebut akan berpengaruh besar pada pendidikan. Oleh sebab itu sekolah, di tingkat manapun, yang tetap menjalankan pendidikan dengan orientasi siap pakai untuk para pelajarnya tidak boleh rusak akibat perubahan tetapi sebaliknya harus mampu menjadi pengemban misi sebagai agent of changes dan bukan sekedar consumers of changes. Dari sekolah dengan pandangan siap pakai tidak akan dihasilkan orang-orang muda yang dengan kecerdasannya berhasil memperbaiki kedudukannya dalam susunan sosial ,output dari sekolah semacam itu hanya dua. Pertama, orang-orang muda yang terlahir berada dan akan terus menduduki strata sosial tinggi, Kedua, para pemuda tak berpunya yang akan tetap menelan kecewa karena ternyata mereka makin sulit naik ke tangga sosial yang lebih tinggi dari orang tua mereka. Sekolah yang tetap kukuh dengan prinsip-prinsip pedagogis, metode-metode pendidikan dan teknik-teknik pengajaran yang bersemangat siap pakai hanya akan menjadi lembaga reproduksi sosial bukan lembaga perubahan sosial.


BAB III

PENUTUP


A.    Simpulan

Perubahan sosial adalah perubahan pada segi struktural masyarakat seperti pola-pola perilaku dan pola interaksi antar anggota masyarakat, perubahan pada segi kultural masyarakat seperti nilai-nilai, sikap-sikap, serta norma-norma sosial masyarakat, perubahan di berbagai tingkat kehidupan manusia mulai dari tingkat individual, keluarga, masyarakat hingga ke tingkat masyarakat dunia, dimana perubahan dapat menimbulkan ketidakseimbangan dalam suatu sistem masyarakat.
Hubungan antara perubahan sosial dan pendidikan sangatlah erat. Pendidikan memang suatu hal yang sakral dalam kehidupan manusia. Pun setiap individu yang terdidik harus menjadi agen perubahan sosial (the agen of social change). Penyiapan sumber daya manusia atau generasi muda potensial, dalam merespon kebutuhan perubahan sosial, yang berbentuk era-Globalisasi, merupakan pilihan yang harus diambil dalam kebijakan pendidikan dan proses pembelajaran.
Proses pendidikan yang mampu menciptakan generasi muda yang unggul dan kompeten akan membawa suatu perubahan sosial yang positiv bagi suatu bangsa kedepan. Sebab, banyak bangsa-bangsa yang tadinya terbelakang (under developming countries), dalam waktu yang tidak terlalu lama, telah menjadi Negara maju dari hasil kebijakan spektakuler dan komitmen pemerintah yang tinggi dalam melakukan investasi sumber daya manusia (human power investmen), bukan hanya mengandalkan sumber daya alam (natural resources). Suatu generasi muda yang diharapkan bangsa ini ke depan adalah generasi muda yang cerdas, mandiri, berpengetahuan, berteknologi, berketerampilan, bermoral atau sejuta (setia, jujur, dan taqwa).


DAFTAR PUSTAKA


Abdulsyani. Sosiologi Sistematika, Teori dan Terapan. Jakarta : Bumi Aksara. 2012.
Abdullah Idi. Sosiologi Pendidikan Individu, Masyarakat, dan Pendidikan. Jakarta : Raja Grafindo Persada. 2011.
Ella Yulealawati. Kurrikulum dan pembelajaran. Filosofi, Teori dan Aplikasi. Bandung: pakar Ray. 2004.
Selo soemardjan. Setangkai bunga sosiologi. Jakarta : Yayasan Badan Penerbit Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia. 1974.
Tara. Pendidikan dan Perubahan Sosial. https://agitara.wordpress.com/2009/11/25/pendidikan-dan-perubahan-sosial/ (diakses pada 01 Juni 2015 Pukul 20:00)
Wirya Wanzudi. Faktor Pendorong Perubahan Sosial. https://wiryawanzudi.wordpress.com/tugas-tugas/data-ips/faktor-pendorong-perubahan-sosial/  (diakses pada 01 Juni 2015 pukul 19:42)



[1] Abdulsyani, Sosiologi Sistematika, Teori dan Terapan, (Jakarta : Bumi Aksara), 2012, hal : 163
[2] Ibid hal 164
[3] Abdullah Idi, Sosiologi Pendidikan Individu, Masyarakat, dan Pendidikan, (Jakarta : Raja Grafindo Persada), 2011, hal : 208
[4] Ibid hal 213
[6] Ella Yulealawati. Kurrikulum dan pembelajaran. Filosofi, Teori dan Aplikasi. (Bandung: pakar Ray, 2004), hlm. 2.
[7] Selo soemardjan, Setangkai bunga sosiologi, (Jakarta : Yayasan Badan Penerbit Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia), 1974, hal : 490

Copyright © 2009 Ratna Sari Maulana's All rights reserved. Theme by Laptop Geek. | Bloggerized by FalconHive.