2

PRINSIP, ASAS DAN LANDASAN LAYANAN BIMBINGAN KONSELING

Posted by Unknown on 5:47 AM


BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang
Manusia adalah mahluk filosofis, artinya manusia mepunyai pengetahuan dan berpikir, manusia juga memiliki sifat yang unik, berbeda dengan mahluk lain dalam pekembanganya. Implikasi dari keragaman ini ialah bahwa individu memiliki kebebasan dan kemerdekaan untuk memilih dan megembangkan diri sesuai dengan keunikan atau tiap – tiap pontensi tanpa menimbulkan konflik dengan lingkungannya. Dari sisi keunikan dan keragaman idividu, maka diperlukanlah bimbingan untuk membantu setiap individu mencapai perkembangan yang sehat didalam lingkungannya ( Nur Ihsan, 2006 : 1)
Sebagai salah satu lembaga pendidikan, sekolah membutuhkan pelayanan BK dalam penyelenggaraan dan peningkatan kondisi kehidupan di sekolah demi tercapainya tujuan pendidikan yang berjalan seiring dengan visi profesi konseling. Bimbingan dan konseling juga merupakan upaya bantuan untuk menunjukan perkembangan manusia secara optimal baik secara kelompok maupun idividu sesuai dengan hakekat kemanusiannya dengan berbagai potensi, kelebihan dan kekurangan, kelemahan serta permasalahanya.
Untuk mencapai tujuan tersebut, konselor haruslah memenuhi Prinsip-prisip, azas serta dasar-dasar landasan Bimbingan dan Konseling. Pemenuhan prinsip-prinsip bimbingan dan konseling tidak bisa diabaikan begitu saja, karena prinsip bimbingan dan konseling menguraikan tentang pokok-pokok dasar pemikiran yang dijadikan pedoman program pelaksanaan atau aturan main yang harus di ikuti dalam pelaksanaan program pelayanan bimbingan. Begitu pula dengan azas-azas bimbingan akan memperlancar pelaksanaan dan lebih menjamin keberhasilan layanan/kegiatan, sedangkan pengingkarannya akan dapat menghambat atau bahkan menggagalkan pelaksanaan, serta mengurangi atau mengaburkan hasil layanan/kegiatan bimbingan dan konseling itu sendiri. Dasar bimbingan juga dapat dijadikan landasan praktis atau aturan main yang harus diikuti dalam pelaksanaan program pelayanan bimbingan dan konseling di sekolah.

B.     Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah dipaparkan di atas, maka dapat dirumuskan permasalahan sebagai berikut :
1.      Apa saja prinsip-prinsip bimbingan konseling ?
2.      Apa saja asas-asas bimbingan konseling ?
3.      Apa saja landasan layanan bimbingan konseling ?

C.    Tujuan Penulisan
Berdasarkan rumusan masalah yang telah diuraikan sebelumnya, maka tujuan dari penulisan makalah ini adalah :
1.      Mengetahui dan memahami prinsip-prinsip bimbingan konseling;
2.      Mengetahui dan memahami asas-asas bimbingan konseling;
3.      Mengetahui dan memahami landasan pelayanan bimbingan konseling;
4.      Memenuhi salah satu tugas mata kuliah manajemen bimbingan konseling dan kesiswaan.

BAB II
PRINSIP, ASAS DAN LANDASAN LAYANAN BIMBINGAN DAN KONSELING

A.    Prinsip-Prinsip Bimbingan Konseling
Prinsip berasal dari kata ”PRINSIPRA” yang artinya permulaan dengan suatu cara tertentu melahirkan hal–hal lain, yang keberadaannya tergantung dari pemula itu.[1] Prisip merupakan hasil perpaduan antara kajian teoritik dan teori lapangan yang terarah yang digunakan sebagai pedoman dalam pelaksanaan yang dimaksudkan.[2]
Prinsip bimbingan dan Konseling menguraikan tentang pokok-pokok dasar pemikiran yang dijadikan pedoman program pelaksanaan atau aturan main yang harus di ikuti dalam pelaksanaan program pelayanan bimbingan dan dapat juga dijadikan sebagai seperangkat landasan praktis atau aturan main yang harus diikuti dalam pelaksanaan program pelayanan bimbingan dan konseling di sekolah.
Dalam pelayanan bimbingan dan konseling prinsip-prinsip yang digunakannya bersumber dari kajian filosofis, hasil-hasil penelitian dan pengalaman praktis tentang hakikat manusia, perkembangan dan hakikat manusia dalam konteks sosial budayanya, pengertian, tujuan, fungsi dan proses penyelenggaraan bimbingan dan konseling. Pemahaman tentang prinsip-prinsip dasar ini sangat penting dan perlu terutama kaitannya dalam penerapan di lapangan. Konselor yang telah memahami secara benar dan mendasar prinsip-prinsip dasar bimbingan dan konseling, akan dapat menghindarkan diri dari kesalahan dan penyimpangan-penyimpangan dalam praktik pemberian layanan bimbingan dan konseling.
Van Hoose (1969) mengemukakan bahwa prinsip bimbingan dan konseling adalah :
a.       Bimbingan didasarkan pada keyakinan bahwa dalam diri tiap anak terkandung kebaikan-kebaikan, setiap pribadi mempunyai potensi dan pendidikan hendaklah mampu membantu anak memanfaatkan potensinya itu;
b.      Bimbingan didasarkan pada ide bahwa setiap anak adalah unik, seorang anak berbeda dari yang lain;
c.       Bimbingan merupakan bantuan kepada anak-anak dan pemuda dalam pertumbuhan dan perkembangan mereka menjadi pribadi-pribadi yang sehat;
d.      Bimbingan merupakan usaha membantu mereka yang memerlukannya untuk mencapai apa yang menjadi idaman masyarakat dan kehidupan umumnya;
e.       Bimbingan adalah pelayanan unik yang dilaksanakan oleh tenaga ahli dengan latihan-latihan khusus, dan untuk melaksanakan pelayanan bimbingan diperlukan minat pribadi khusus pula.
Semua butir yang dikemukakan oleh Van Hoose itu benar, tetapi butir-butir tersebut belum merupakan prisip-prisip yang jelas aplikasinya dalam praktek bimbingan dan konseling. Apabila butir-butir tersebut hendak dijadikan prisip-prinsip bimbingan dan konseling, maka aspek-aspek operasionalnya harus ditambahkan.[3]
Berkenaan dengan prinsip-prinsip bimbingan dan konseling, Arifin dan Eti Kartikawati (1994) menjabarkan prinsip-prisip bimbingan dan konseling kedalam empat bagian, yaitu :
1)       Prinsip-prinsip umum;
2)       Prinsip-prinsip khusus yang berhubungan dengan individu;
3)       Prinsip-prinsip khusus yang berhubungan dengan pembimbing;
4)       Prinsip-prinsip khusus yang berhubungan dengan organisasi dan administrasi bimbingan dan konseling.
Adapun penjabaran prinsip-prinsip bimbingan dan konseling di atas adalah sebagai berikut :
1)      Prinsip-prinsip Umum
a.       Bimbingan harus berpusat pada individu yang di bimbingnya;
b.      Bimbingan diberikan untuk memberikan bantuan agar individu yang dibimbing mampu mengarahkan dirinya dan menghadapi kesulitan-kesulitan dalam hidupnya;
c.       Pemberian bantuan disesuaikan dengan kebutuhan individu yang dibimbing;
d.      Pelaksanaan bimbingan dan konseling dimulai dengan mengidentifikasi kebutuhan yang dirasakan individu yang dibimbing;
e.       Upaya pemberian bantuan harus dilakukan secara fleksibel;
f.       Program bimbingan dan konseling harus dirumuskan sesuai dengan program pendidikan dan pembelajaran di sekolah yang bersangkutan;
g.      Untuk mengetahui hasil yang diperoleh dari upaya pelayanan bimbingan dan konseling, harus diadakan penilaian secara teratur dan berkesinambungan.

2)      Prinsip-prinsip Khusus yang Berhubungan dengan Individu
a.       Pelayanan BK harus diberikan kepada semua siswa;
b.      Harus ada kriteria untuk mengatur  prioritas pelayanan bimbingan dan konseling kepada individu atau siswa;
c.       Program pemberian bimbingan dan konseling harus berpusat pada siswa;
d.      Pelayanan dan bimbingan konseling di sekolah dan madrasah harus dapat memenuhi kebutuhan-kebutuhan individu yang bersangkutan beragam dan luas;
e.       Keputusan akhir dalam proses BK dibentuk oleh siswa sendiri;
f.       Siswa yang telah memperoleh bimbingan, harus secara berangsur-angsur dapat menolong dirinya sendiri.


3)      Prinsip-prinsip Khusus yang Berhubungan dengan Pembimbing
a.       Konselor harus melakukan tugas sesuai dengan kemampuannya;
b.      Konselor di sekolah dipilih atas dasar kualifikasi kepribadian, pendidikan pengalaman, dan kemampuan;
c.       Sebagai tuntutan profesi, pembimbing atau konselor harus senantiasa berusaha mengembangkan dirinya dan keahliannya melalui berbagai kegiatan;
d.      Konselor harus menghormati, menjaga kerahasiaan informasi tentang siswa yang dibimbingnya;
e.       Konselor harus melaksanakan tugasnya hendaknya mempergunakan berbagai metode dan teknik.

4)      Prinsip-prinsip yang Berhubungan dengan Organisasi dan Administrasi (Manajemen) Pelayanan Bimbingan dan Konseling
a.       Bimbingan dan konseling harus dilaksanakan secara sistematis dan berkelanjutan;
b.      Pelaksanaan bimbingan dan konseling ada di kartu pribadi (commulative record) bagi setiap siswa;
c.       Harus ada pembagian waktu antar pembimbing, sehingga masing-masing pembimbing mendapat kesempatan yang sama dalam memberikan bimbingan dan konseling;
d.      Bimbingan dan konseling dilaksanakan dalam situasi individu atau kelompok sesuai dengan masalah yang dipecahkan dan metode yang dipergunakan dalam memecahkan masalah terkait;
e.       Dalam menyelenggarakan pelayanan bimbingan dan konseling, sekolah dan madrasah harus bekerja sama dengan berbagai pihak.
Bernard & Fullmer, 1969 dan 1979; Crow & Crow, 1960; Miller & Fluehling, 1978, mengemukakan prinsip bimbingan dan konseling berkenaan dengan sasaran pelayanan, masalah klien, program pelayanan dan tujuan serta penyelenggaraan pelayanan sebagai berikut :
1)      Prinsip yang Berkaitan dengan Sasaran Pelayanan
a.       Bimbingan dan konseling melayani semua individu;
b.      Pelayanan bimbingan dan konseling bertujuan mengembangkan penyesuaian diri individu dalam berbagai aspek perkembangan.

2)      Prinsip yang Berkaitan dengan Masalah Individu
a.       Bimbingan dan konseling membahas hal-hal atau masalah yang mempengaruhi kondisi mental dan fisik individu terhadap penyesuaian dirinya di rumah, di sekolah, serta dalam kaitannya dengan kontak sosial dan pekerjaan;
b.      Kesenjangan sosial, ekonomi dan kebudayaan merupakan faktor timbulnya masalah pada setiap individu yang kesemuanya menjadi perhatian dan pelayanan bk untuk mengentaskan masalah klien.

3)      Prinsip yang Berkaitan dengan Program Pelayanan
a.       Bimbingan dan konseling merupakan bagian integral dari upaya pendidikan dan pengembangan individu, program bimbingan dan konseling harus diselaraskan dan dipadukan dengan program pendidikan serta pengembangan peserta didik;
b.      Program bimbingan dan konseling harus fleksibel disesuaikan dengan kebutuhan individu, masyarakat, dan kondisi lembaga;
c.       Program bimbingan dan konseling disusun secara berkelanjutan dari jenjang pendidikan terendah sampai tertinggi.[4]

4)      Prinsip yang Berkaitan dengan Tujuan dan Pelaksanaan Pelayanan
a.       Bimbingan dan konseling harus diarahkan untuk pengembangan individu yang akhirnya mampu membimbing diri sendiri dalam menghadapi permasalahannya;
b.      Keputusan yang diambil dan akan dilakukan oleh individu atas kemauan sendiri, bukan karena kemauan dari pihak lain;
c.       Permasalahan individu harus ditangani oleh tenaga ahli dalam bidang yang relevan dengan permasalahan yang dihadapi;
d.      Kerja sama antara guru pembimbing, guru-guru lain, dan orang tua peserta didik sangat menentukan hasil pelayanan bimbingan;
e.       Pengembangan program pelayanan BK ditempuh melalui pemanfaatan yang maksimal dari hasil pengukuran dan penilaian terhadap individu yang terlibat dalam proses pelayanan dan bimbingan itu sendiri.[5]

B.     Asas-Asas Bimbingan Konseling
Pelayanan bimbingan dan konseling adalah pekerjaan profesional. Sesuai dengan makna uraian tentang pemahaman, penanganan dan penyikapan konselor terhadap kasus, pekerjaan profesional mengikuti kaidah-kaidah yang menjamin efisiensi dan efektivitas proses dan lainnya. Kaidah-kaidah tersebut dikenal dengan asas-asas bimbingan dan konseling. Asas bimbingan konseling yaitu ketentuan-ketentuan yang harus diterapkan dalam penyelenggaraan pelayanan itu.
Asas-asas yang dimaksudkan adalah asas kerahasiaan, kesukarelaan, keterbukaan, kekinian, kemandirian, kegiatan, kedinamisan, keterpaduan, kenormatifan, keahlian, ahli tangan, dan tut wuri handayani (Prayitno, 1987).
1)      Asas Kerahasiaan
Asas yang menuntut dirahasiakannya segenap data dan keterangan siswa (klien) yang menjadi sasaran pelayanan, yaitu data atau keterangan yang tidak boleh dan tidak layak diketahui orang lain. Dalam hal ini, guru pembimbing (konselor) berkewajiban memelihara dan menjaga semua data dan keterangan itu sehingga kerahasiaannya benar-benar terjamin.
2)      Asas Kesukarelaan
Asas yang menghendaki adanya kesukarelaan dan kerelaan siswa mengikuti, menjalani layanan atau kegiatan yang diperuntukan baginya. Guru pembimbing (konselor) berkewajiban membina dan mengembangkan kesukarelaan.
3)      Asas Keterbukaan
Asas yang menghendaki agar siswa (klien) yang menjadi sasaran layanan atau kegiatan bersikap terbuka dan tidak berpura-pura, baik dalam hal memberikan keterangan tentang dirinya sendiri maupun dalam menerima berbagai informasi dan materi dari luar yang berguna bagi pengembangan dirinya. Konselor berkewajiban mengembangkan keterbukaan siswa. Asas keterbukaan ini bertalian erat dengan asas kerahasiaan dan kesukarelaan.[6]
4)      Asas Keyakinan
Pada umumnya pelayanan bimbingan dan konseling bertitik tolak dari masalah yang dirasakan klien saat sekarang atau saat ini, namun pada dasarnya pelayanan bimbingan dan konseling itu sendiri menjangkau dimensi waktu yang lebih luas, yaitu masa lalu, sekarang dan masa yang akan datang. Dalam hal ini diharapkan konselor dapat mengarahkan klien untuk memecahkan masalah yang sedang dihadapinya sekarang.
5)      Asas Kemandirian
Pelayanan bimbingan dan konseling bertujuan menjadikan si terbimbing dapat berdiri sendiri, tidak tergantung pada orang lain atau tergantung pada konselor. Individu yang dibimbing setelah dibantu diharapkan dapat mandiri dengan ciri-ciri pokok mampu:
a.       Mengenal diri sendiri dan lingkungan sebagaimana adanya
b.      Menerima diri sendiri dan lingkungan secara positif
c.       Mengambil keputusan untuk dan oleh diri sendiri
d.      Mengarahkan diri sesuai dengan keputusan itu.

6)      Asas Kegiatan
Dalam proses pelayanan bimbingan dan konseling kadang-kadanga konselor memberikan beberapa tugas dan kegiatan kepada kliennya. Dalam hal ini klien harus mampu melakukan sendiri kegiatan-kegiatan tersebut dalam rangka mencapai tujuan bimbingan dan konseling yang telah ditetapkan. Di pihak lain konselor harus berusaha atau mendorong agar kliennya mampu melakukan kegiatan yang telah ditetapkan tersebut.

7)      Asas Kedinamisan
Asas yang menghendaki agar isi layanan terhadap sasaran layanan (siswa/klien) hendaknya selalu bergerak maju, tidak monoton, dan terus berkembang serta berkelanjutan sesuai dengan kebutuhan dan tahap perkembangannya dari waktu ke waktu.

8)      Asas Keterpaduan
Asas yang menghendaki agar berbagai layanan dan kegiatan bimbingan dan konseling, baik yang dilakukan oleh guru pembimbing maupun pihak lain, saling menunjang, harmonis, dan terpadu. Dalam hal ini, kerja sama dan koordinasi dengan berbagai pihak yang terkait dengan bimbingan dan konseling menjadi amat penting dan harus dilaksanakan sebaik-baiknya.

9)       Asas Kenormatifan
Asas yang menghendaki agar seluruh layanan dan kegiatan bimbingan dan konseling didasarkan pada norma-norma, baik norma agama, hukum, peraturan, adat istiadat, ilmu pengetahuan, dan kebiasaan-kebiasaan yang berlaku. Bahkan, lebih jauh lagi, layanan atau kegiatan bimbingan dan konseling ini harus dapat meningkatkan kemampuan siswa (klien) dalam memahami, menghayati, dan mengamalkan norma-norma tersebut.

10)  Asas Keahlian
Asas Keahlian menghendaki agar layanan dan bimbingan konseling diselenggarakan atas dasar kaidah-kaidah profesional. Dalam hal ini para pelaksana bimbingan dan konseling hendakalah tenaga yang benar-benar ahli dalam bidang bimbingan dan konseling. Keprofesionalan guru pembimbing harus terwujud baik dalam penyelenggaraan jenis-jenis layanan dan kegiatan bimbingan dan konseling maupun dalam penegakan kode etik bimbingan konseling.

11)  Asas Alih Tangan
Dalam pemberian bimbingan dan konseling, asas alih tangan jika konselor sudah mengerahkan segenap kemampuannya untuk membantu individu, namun individu yang bersangkutan belum dapat terbantu sebagaimana yang diharapkan, maka konselor dapat mengirim individu tersebut kepada petugas atau badan yang lebih ahli. Di samping itu asas ini juga mengisyaratkan bahwa pelayanan bimbingan konseling hanya menangani masalah-masalah individu sesuai dengan kewenangan petugas yang bersangkutan.
12)  Asas Tutwuri Handayani
Asas Tutwuri Handayani adalah asas bimbingan dan konseling yang menghendaki agar pelayanan bimbingan dan konseling secara keseluruhan dapat menciptakan suasana yang mengayomi (memberikan rasa aman), mengembangkan keteladanan, memberikan rangsangan dan dorongan serta kesempatan yang seluas-luasnya kepada peserta didik (klien) untuk maju.

C.    Landasan Bimbingan Konseling
1)      Landasan Filosofis
Kata Filosofis atau filsafat adalah bahasa arab yang berasal dari kata yunani : filosofia (philosophia). Dalam bahasa Yunani kata filosofia itu merupakan kata majemuk yang terdiri atas filo (philos) dan sofia (shopos). Filo artinya cinta dalam arti yang seluas-luasnya, yaitu ingin mengetahui segala sesuatu. Sementara Sofia artinya kebijaksanaan atau hikmah. Dengan demikian, filsafat itu artinya cinta kepada kebijaksanaan atau hikmah atau ingin mengerti segala sesuatu secara mendalam.[7]
Mempelajari fisafat tidak hanya sebatas memikirkan sesuatu sebagai perwujudan dari hasrat atau keinginan untuk mengetahui sesuatu , melainkan memang filsafat mempunyai fungsi dalam kehidupan manusia yaitu bahwa :
a.       Setiap manusia harus mengambil keputusan atau tindakan;
b.      Keputusan yang diambil adalah keputusan diri sendiri;
c.       Dengan berfilsafat dapat mengurangi salah paham dan konflik;
d.      Untuk menghadapi banyak kesimpangsiuran dan dunia yang selalu berubah.
Pembahasan tentang makna dan fungsi filsafat di atas, dalam kaitannya dengan layanan bimbingan dan konseling, Prayitno dan Erman Amti (2003: 203-204) mengemukakan pendapat Belkin (1975) bahwa “Pelayanan bimbingan dan konseling meliputi kegiatan atau tindakan yang semuanya diharapkan merupakan tindakan yang bijaksana. Untuk itu diperlukan pemikiran filsafat tentang berbagai hal yang bersangkut-paut dalam pelayanan bimbingan dan konseling. Pemikiran dan pemahaman filosofis menjadi alat yang bermanfaat bagi pelayanan bimbingan dan konseling pada umumnya, dan bagi konselor pada khususnya, yaitu membantu konselor dalam memahami situasi konseling dan dalam mengambil keputusan yang tepat. Di samping itu pemikiran dan pemahaman filosofis juga memungkinkan konselor menjadikan hidupnya sendiri lebih mantap, lebih fasilitatif, serta lebih efektif dalam penerapan upaya pemberian bantuannya.[8]
Landasan filosofis dalam pelayanan bimbingan dan konseling akan membantu konselor memahami hakikat siswa sebagai manusia. Tanpa memahami filsafat tentang manusia, pelaksanaan layanan bimbingan dan konseling akan menjadi tidak optimal hasilnya. Prayitno (2003) memberikan gambaran tentang hakikat manusia yang harus diketahui oleh setiap pelaksana layanan bimbingan dan konseling, yaitu :
a.       Manusia adalah mahluk rasional yang mampu berpikir dan mempergunakan ilmu untuk meningkatkan perkembangan dirinya;
b.      Manusia adalah unik, dalam arti manusia itu mengarahkan kehidupannya sendiri;
c.       Manusia memiliki dimensi fisik, psikologis dan spiritual yang harus dikaji secara mendalam;
d.      Manusia dapat belajar mengatasi masalah-masalah yang dihadapinya apabila ia berusaha memanfaatkan kemampuan-kemampuan yang ada pada dirinya;
e.       Manusia pada hakikatnya positif, yang pada setiap saat dalam suana apa pun, manusia berada dalam keadaan terbaik untuk menjadi sadar dan berkemampuan untuk melakukan sesuatu.
Dengan memahami hakikat manusia tersebut, setiap upaya bimbingan dan konseling diharapkan tidak menyimpang dari hakikat tentang manusia itu sendiri. Seorang konselor dalam berinteraksi dengan kliennya harus mampu melihat dan memperlakukan kliennya sebagai sosok utuh manusia dengan berbagai dimensi dan keunikannya.[9]

2)      Landasan Religius
Menurut sifat hakiki manusia adalah mahluk beragama, yaitu mahluk yang mempunyai fitrah untuk memahami dan menerima nilai-nilai kebenaran yang bersumber dari agama, serta sekaligus menjadikan kebenaran agama itu sebagai rujukan sikap dan perilakunya. Keyakinan bahwa manusia adalah mahluk Tuhan, mengisyaratkan pada ketinggian derajat dan keindahan mahluk manusia serta peranannya sebagai khalifah di bumi.
Landasan religius bagi layanan bimbingan dan konseling setidaknya ditekankan pada tiga hal pokok, yaitu :
a.       Keyakinan bahwa manusia dan seluruh alam semesta adalah mahluk Allah SWT;
b.      Sikap yang mendorong perkembangan dan peri kehidupan manusia berjalan kearah sesuai dengan kaidah-kaidah agama;
c.       Upaya yang memungkinkan berkembang dan dimanfaatkannya secara optimal suasana dan perangkat budaya (termasuk ilmu pengetahuan dan teknologi), serta kemasyarakatan yang sesuai dengan dan meneguhkan kehidupan beragama untuk membantu perkembangan dan pemecahan masalah.
Dengan mengamalkan ajaran agama, berarti manusia telah mewujudkan jati dirinya, identitas dirinya yaitu sebagai hamba Allah dan khalifah di muka bumi. Sebagai khalifah berarti manusia menurut fitrahnya adalah mahluk sosial yang bersifat membantu orang lain. Manusia memiliki potensi atau kemampuan untuk bersosialisasi, berinteraksi sosial secara positif dengan orang lain atau lingkungannya.[10]

3)      Landasan Psikologis
Manusia terus berkembang dan mengalami perubahan secara bertahap sehingga berpengaruh besar terhadap penyelenggaraan layanan bimbingan dan konseling di berbagai bidang. Landasan psikologis merupakan landasan yang dapat memberikan pemahaman bagi konselor tentang perilaku individu yang menjadi sasaran klien.
Landasan psikologis berkaitan erat dengan proses perkembangan manusia yang sifatnya unik, berbeda dari individu lain dalam perkembangannya. Untuk kepentingan bimbingan dan konseling beberapa kajian psikologi yang perlu dikuasai oleh konselor adalah tentang :
a.       Motif dan motivasi;
b.      Pembawaan dan lingkungan;
c.       Perkembangan individu;
d.      Belajar;
e.       Kepribadian.

4)      Landasan Sosial Budaya
Kebutuhan akan layanan bimbingan dan konseling timbul karena adanya masalah-masalah yang dihadapi individu yang tidak lepas dari aspek sosiokultural atau kebudayaan. Dalam layanan bimbingan, sangat perlu memperhatikan hal-hal yang berhubungan dengan faktor-faktor sosiologis kehidupan.
Landasan sosial budaya merupakan landasan yang dapat memberikan pemahaman kepada konselor tentang dimensi sosial dan budaya sebagai faktor yang mempengaruhi perilaku individu. Seorang individu pada dasarnya merupakan produk lingkungan sosial budaya dimanapun ia hidup. Sejak lahir, ia sudah dididik dan diajarkan untuk mengembangkan pola-pola perilaku sejalan dengan tuntutan sosial budaya yang ada di sekitarnya.
Komunikasi interpersonal antara konselor dengan klien pasti akan terjadi dalam proses konseling. Tentunya konselor dan klien memiliki latar sosial dan budaya yang berbeda. Pederson dalam Prayitno (2003) mengemukakan lima macam hambatan yang timbul dalam komunikasi sosial dan penyesuaian diri antarbudaya, yaitu perbedaan bahasa, komunikasi nonverbal, stereotipe, kecenderungan menilai dan kecemasan.
Terkait dengan layanan bimbingan dan konseling di Indonesia, Surya (2006) mengemukakan tren bimbingan dan konseling multikultural. Ia mengatakan bahwa bimbingan dan konseling dengan pendekatan multikultural sangat tepat untuk lingkungan berbudaya plural seperti Indonesia. Bimbingan dan konseling dilaksanakan dengan landasan semangat Bhineka Tunggal Ika, yaitu kesamaan di atas keragaman. Layanan bimbingan dan konseling hendaknya lebih berpangkal pada nilai-nilai budaya bangsa yang secara nyata mampu mewujudkan kehidupan yang harmoni dalam kondisi pluralistik.

5)      Landasan Ilmiah dan Teknologi
Pelayanan bimbingan dan konseling merupakan kegiatan profesional yang dilaksanakan atas dasar keilmuan baik yang menyangkut teori, pelaksanaan kegiatan maupun pengetahuan tentang bimbingan dan konseling yang tersusun secara logis dan sistematis. Ilmu bimbingan dan konseling bersifat multireferensial, artinya suatu disiplin ilmu dengan rujukan ilmu-ilmu yang lain seperti psikologi, ilmu pendidikan, dan filsafat bahkan ilmu sosiologi antropologi, ekonomi, agama, hukum, statistik, evaluasi dan lain-lain.
Selain perlu dukungan sejumlah ilmu, praktek bimbingan dan konseling juga memerlukan dukungan perangkat teknologi. Dewasa ini perangkat teknologi yang dimanfaatkan secara langsung dalam praktik pelayanan bimbingan dan konseling adalah komputer. Bimbingan dan konseling baik pada tataran teori dan praktik bersifat dinamis, artinya bimbingan dan konseling dalam perkembangannya mengikuti perubahan dan perkembangan zaman.
Guru bk disarankan untuk menguasai keterampilan penggunaan teknologi modern karena dunia maya akan menjadi peluang untuk dapat digunakan sebagai media dalam layanan bimbingan dan konseling.

6)      Landasan Paedagogis
Landasan paedagogis pelayanan bimbingan dan konseling setidaknya berkaitan dengan:
a.       Pendidikan sebagai upaya  pengembangan manusia dan bimbingan merupakan salah satu bentuk kegiatan pendidikan
Fokus pelayanan bimbingan dan konseling adalah manusia, sehingga timbul pertanyaan bimbingan dari manusia, oleh manusia, dan untuk manusia. Manusia yang menjadi focus bimbingan dan konseling adalah manusia yang berada dalam proses perkembangan yang secara berkelanjutan terus berusaha mewujudkan dimensi-dimensi kemanusiaannya untuk menjadi manusia seutuhnya. Dalam arti yang luas, pendidikan bisa dikonsepsikan sebagai upaya memanusiakan manusia dalam arti yang sesungguhnya. Tanpa pendidikan potensi kemanusiaan yang dimiliki oleh manusia tidak akan berkembang. Begitupun tanpa bimbingan potensi yang dimiliki manusia tidak akan berkembang secara optimal.
b.      Pendidikan sebagai inti proses bimbingan dan konseling
Pendidikan merupakan usaha sadar menyiapkan peserta didik melalui kegiatan bimbingan, pengajaran, dan latihan. Indikator utama yang menandainya adalah, peserta didik yang terlibat di dalamnya menjadi proses belajar, kegiatan bimbingan dan konseling bersifat normatif. Bimbingan dan konseling merupakan proses yang berorientasi pada belajar, yakni belajar untuk memahami lebih jauh tentang diri sendiri, belajar untuk mengembangkan dan menerapkan secara efektif berbagai pemahaman.
c.       Pendidikan lebih lanjut sebagai inti tujuan bimbingan dan konseling
Bimbingan dan konseling mempunyai tujuan khusus dan tujuan akhir. Mengutip pendapat Crow and Crow (1990), Prayitno dan Erman Amti (1999) menyatakan bahwa tujuan khusus yang segera hendak dicapai (jangka pendek) dalam pelayanan bimbingan dan konseling adalah membantu individu memecahkan masalah yang dihadapinya, sedangkan tujuan akhir (jangka panjang) adalah bimbingan diri sendiri. Hasil bimbingan yang mampu membuat siswa melakukan bimbingan terhadap diri sendiri akan menjadi daya dukung yang lebih memungkinkan kesuksesan pendidikan yang dijalani individu lebih lanjut.




[1] Hellen A, Bimbingan dan Konseling, (Ciputat : Quantum Teaching), 2005, hal : 59.
[2] Prayitno, dkk, Dasar-Dasar Bimbingan dan Konseling, (Jakarta: Rineka Cipta), 2009, hal : 218.
[3] Ibid.
[4] Op.cit hal 61
[5] Anas Salahudin, Bimbingan dan Konseling, (Bandung : Pustaka Setia), 2010, hal 46.
[6] Ibid hal 40.
[7] Syamsu Yusuf dan Juantika Nurihsan, Landasan Bimbingan dan Konseling, (Bandung : Remaja Rosdakarya), 2006, hal : 106
[8] Ibid
[9] Sutirna, Bimbingan dan Konseling Pendidikan Formal, Nonformal dan Informal, (Bandung : Andi Offset), 2013, hal : 38
[10] Syamsu Yusuf, Op.cit hal : 137

2 Comments

Post a Comment

Copyright © 2009 Ratna Sari Maulana's All rights reserved. Theme by Laptop Geek. | Bloggerized by FalconHive.