0

KETERAMPILAN PENGELOLAAN AGRESIVITAS

Posted by Unknown on 5:45 AM


KETERAMPILAN PENGELOLAAN AGRESIVITAS
Disusun sebagai tugas mata kuliah  “Manajemen Bimbingan Konseling dan Kesiswaan”


Disusun oleh :
Ratna Sari
(11140182000026)

                                                                   
Manajemen Pendidikan
Fakultas Ilmu Tarbiyah Dan Keguruan
Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta
2015


KETERAMPILAN PENGELOLAAN AGRESIVITAS

A.    Landasan Teori


Dikisahkan dalam kitab-kitab suci bahwa awalnya dunia tidak mengenal kekerasan. Sampai pada suatu ketika kedua anak dari Nabi Adam berselisih paham. Perselisihan ini berlanjut hingga terjadilah peristiwa pembunuhan Habil oleh Saudaranya yaitu Qobil. Walau kisah ini tidak alamiah, setidaknya hal ini merupakan catatan tertua dalam sejarah kekerasan manusia.
Kasus pembuka dan kisah Habil dan Qobil menunjukkan terjadinya sebuah agresivitas, sebuah tindakan yang merugikan bahkan sampai menghilangkan nyawa manusia. Perilaku agresif merupakan tindakan melukai yang disengaja oleh seseorang/institusi terhadap orang/institusi lain yang sejatinya disengaja.[1] Menurut KBBI, perilaku agresif adalah kecenderungan (ingin) menyerang kepada sesuatu yang dipandang sebagai hal yang mengecewakan, menghalangi atau menghambat
Agresivitas adalah suatu kecenderungan untuk melakukan tindakan yang dimaksudkan untuk melukai orang lain baik secara fisik maupun non fisik dan mental. Aspek agresivitas menurut Buss dan Perry (1992) yaitu agresi fisik, agresi verbal, kemarahan dan permusuhan. Agresi fisik adalah agresi yang dilakukan untuk melukai, menyakiti dan murugikan orang lain secara fisik. Hal ini termasuk memukul, menendang, berkelahi, dan membanting sesuatu. Agresi fisik merupakan komponen instrumental atau motor perilaku.
Agresi verbal yaitu agresi yang dilakukan untuk menyakiti, melukai atau merugikan orang lain secara verbal. Hal ini termasuk menghina orang, mengejek, mencaci maki, membentak dan mengumpat. Agresi verbal merupakan komponen instrumental atau motor perilaku.
Kemarahan merupakan perasaan marah terhadap seseorang atau sesuatu yang menjadi penyebab rasa sakit hati. Kemarahan yang melibatkan gairah fisiologis dan persiapan untuk agresi merupakan komponen emosional atau afektif perilaku. Kemarahan adalah jembatan antara agresi fisik, agresi verbal dan permusuhan. Kemarahan sering merupakan pendahuluan untuk perilaku agresif. Orang lebih cenderung untuk agresif saat marah daripada ketika tidak marah.
Permusuhan yaitu sikap yang negatif terhadap orang lain yang muncul karena perasaan tertentu seperti cemburu dan dengki. Permusuhan yang terdiri dari perasaan sakit hati dan ketidakadilan merupakan komponen koginitif perilaku. Permusuhan merupakan gabungan kebencian dan kecurigaan. Faktor-faktor agresivitas menurut Diana (2007) adalah faktor biologis, faktor belajar atau pengaruh lingkungan sosial, faktor kognisi, faktor amarah, dan faktor frustasi.[2]
Freud sebagai salah satu tokoh psikoanalisis melihat bahwa sejatinya manusia mempunyai dua insting dasar. Pertama insting hidup (eros) dan kedua adalah insting mati (thanatos/death instinct). Insting mati ini yang membawa manusia pada dorongan agresif karena insting ini bawaan dan bagian dari kepribadian yang menjadi salah satu penyebab agresivitas.

B.     Hakekat Agresivitas dan Keterampilan Mengelola Agresivitas

Pada hakekatnya perilaku agresif adalah perilaku seseorang yang diwujudkan dalam tindakan penyerangan secara fisik maupun non fisik terhadap orang lain yang dapat membahayakan atau mencederai orang lain. Perilaku agresif juga dapat disebut sikap yang bermusuhan yang ada pada diri manusia. Hal ini berarti bahwa tindakan atau perilaku menyakiti orang lain baik secara fisik maupun non fisik dan sosial dapat diindikasikan sebagai bentuk tindakan perilaku agresif.
Setiap hari di media elektronik maupun cetak kerap memberitakan berbagai kisah tentang pembunuhan, penganiayaan, dan penyiksaan. Kondisi korban yang diberikatakan pun bervariasi. Ada yang meninggal dengan tubuh terpotong-potong, anggota tubuh yang hilang, dan cacat seumur hidup. Hal ini membuktikan bahwa perilaku agresif terjadi saat ini menunjukan peningkatan kualitas, tak hanya sekedar menyakiti dan melukai tetapi menghilangkan nyawa korbannya.
Pemicu yang umum dari agresif adalah ketika seseorang mengalami satu kondisi emosi tertentu, yang sering terlihat adalah emosi marah. Perasaan marah berlanjut pada keinginan untuk melampiaskannya dalam satu bentuk tertentu pada objek tertentu. Marah adalah sebuah pernyataan yang disimpulkan dari perasaan yang ditunjukan yang sering disertai dengan konflik atau frustasi.
Selain faktor tersebut di atas, faktor lain yang tidak kalah penting yang menyebabkan sikap agresivitas adalah peran media, baik media cetak maupun media elektronik yang juga sering menyajikan berita mengenai perilaku agresif ini. Belum lagi tayangan televisi yang menyuguhkan kekerasan. Tayangan seperti ini menimbulkan rangsangan dan memungkinkan individu yang melihatnya, terlebih mereka yang berusia muda, meniru model kekerasan seperti itu. Ada penularan perilaku yang disebabkan oleh seringnya seseorang melihat tayangan perilaku agresif melalui televisi atau membaca surat kabar yang memuat hasil pelaku agresif, seperti pembunuhan, tawuran di kalangan pelajar, dan penganiayaan.

a.       Kondisi Sosial
Frustasi, terhambatnya atau tercegahnya upaya mencapai tujuan kerap menjadi penyebab perilaku agresif. Ketika seorang calon legislatif (caleg) gagal, ia akan merasa sedih, marah, dan bahkan depresi. Dalam keadaan seperti ini, besar kemungkinan ia akan menjadi frustasi dan mengambil tindakan-tindakan yang bernuansa agresi seperti penyerangan terhadap orang lain.
Provokasi verbal atau fisik adalah salah satu penyebab perilaku agresif. Manusia cenderung untuk membalas dengan derajat agresi yang sama atau sedikit lebih tinggi daripada yang diterimanya/balas dendam. Menyepelekan dan merendahkan sebagai ekspresi sikap arogan atau sombong adalah prediktor yang kuat bagi munculnya perilaku agresif.
Faktor sosial lainnya yang menyebabkan perilaku agresif adalah alkohol. Kebanyakan hasil penelitian yang terkait dengan konsumsi alkohol menunjukan kenaikan agresivitas. Di kawasan Timur Indonesia mencatat lebih banyak angka kekerasan. Melalui beberapa penelitian, di Manado terungkap beberapa hal yang menarik dan menimbulkan perilaku agresif terkait dengan konsumsi minuman keras.
b.      Kepribadian Seseorang
Antara individu yang satu dengan individu yang lain tentulah memiliki kepribadian yang berbeda. Orang A memiliki kepribadian dengan cenderung lebih melakukan perilaku agresif yang bertujuan untuk melukai atau menyakiti korban. Sedangkan orang B memiliki kepribadian dengan cenderung lebih melakukan perilaku agresif yang dilakukan karena ada tujuan yang utama dan tidak ditujukan untuk melukai atau menyakiti korban.
Salah satu kepribadian lain yaitu sikap narsis seseorang yang berawal dari Narsisisme, dimana dijelaskan bahwa orang yang memiliki kepribadian narsis yang sering mencerminkan dirinya atas kecantikan atau ketampanan yang dimilikinya, cenderung memiliki tingkat agresiv yang lebih tinggi. Hal ini dikarenakan dirinya merasa terancam mana kala ada yang mempertanyakan tentang dirinya.
Hal lain yang perlu diperhatikan yaitu perbedaan jenis kelamin. Anak laki-laki cenderung memiliki tingkat agresif yang lebih tinggi dibandingkan anak perempuan. Penelitian yang dilakukan terhadap anak usia 3-11 tahun menunjukan bahwa anak laki-laki lebih menunjukan ekspresi dominan, merespons secara agresif sehingga memulai tingkah laku agresif, dan anak laki-laki lebih menampilkan perilaku agresif dalam bentuk fisik dan verbal.
c.       Kebudayaan
Ketika kita menyadari bahwa lingkungan juga berperan terhadap tingkah laku, maka tidak heran jika muncul ide bahwa salah satu penyebab agresi adalah faktor kebudayaan. Lingkungan geografis, seperti pantai/pesisir menunjukan karakter lebih keras daripada masyarakat yang hidup di pedalaman. Nilai dan norma yang mendasari sikap dan tingkah laku masyarakat juga berpengaruh terhadap agresivitas suatu kelompok.
d.      Situasional
Kondisi cuaca mempengaruhi tingkah laku seseorang. Ketidaknyamanan akibat panas menyebabkan kerusuhan dan bentuk-bentuk perilaku agresif lainnya. Kondisi cuaca yang panas lebih sering memunculkan aksi agresif.
e.       Media Massa
Menurut Ade E Mardiana, tayangan dari televisi berpotensi besar diimitasi oleh pemirsanya. Hal yang dinyatakan oleh Mardiana tampak tidak terlalu mengherankan, mengingat hasil penelitian klasik Bandura tentang modeling kekerasan oleh anak-anak. Khusus untuk media massa televisi yang merupakan media tontonan dan secara alami mempunyai kesempatan lebih bagi pemirsanya untuk mengamati apa yang disampaikan secara jelas. Oleh karena itu, kemudian dilakukan penelitian tentang hubungan kekerasan dan televisi dengan mengajukan hipotesis “mengamati kekerasan akan meningkatkan agresivitas” (Haddad dan Glassman, 2004).
Hasil penelitian tentang hubungan kekerasan dan televisi[3]
Kategori acara yang mengandung kekerasan
Persentase

Sinetron
29,7
Variety dan reality show
20,9
Berita
10,1
Iklan
8,1
Film Kartun
6,8
Talk show
6,8
Kuis
6,8
Olahraga
2
Lainnya
4,1

2.      Ciri-ciri Perilaku Agresif pada Anak SMP/MTS

Menurut Sukmadinata (2007: 414), perilaku-perilaku agresif dimanifestasikan keluar supaya dapat diamati oleh orang lain. Oleh karena itu, untuk menilai siswa memilki kecenderungan perilaku agresif atau tidak, guru atau konselor dapat mengidentifikasi dan melihatnya berdasarkan ciri-ciri sebagai berikut:
a.       Siswa seringkali berbohong, walaupun ia seharusnya berterus terang, menyontek, meskipun seharusnya tidak perlu menyontek.
b.      Suka mencuri, atau mengatakan ia kecurian bila barangnya tidak ada.
c.       Suka merusak barang orang lain atau barangnya sendiri, melakukan kekejaman, menyakiti orang lain, berbicara kasar, menyinggung perasaan orang lain, tidak peduli pada orang lain yang membutuhkan pertolongannya.
d.      Suka menggangu siswa lain yang lebih kecil atau lebih lemah.
e.       Seringkali marah-marah, uring-uringan, memukulkan kaki tangan, menangis dan menjerit.
Sementara itu menurut Anantasari (2006: 80, 90, 91, 107), ciri-ciri perilaku agresif sebagai berikut:
a.       Perilaku menyerang; perilaku menyerang lebih menekankan pada suatu perilaku untuk menyakiti hati, atau merusak barang orang lain, dan secara sosial tidak dapat diterima.
Contoh; sikap anak yang mempertahankan barang yang dimiliknya dengan memukul.
b.      Perilaku menyakiti atau merusak diri sendiri, orang lain, atau objek-objek penggantinya; perilaku agresif termasuk yang dilakukan anak, hampir pasti menimbulkan adanya bahaya berupa kesakitan yang dapat dialami oleh dirinya sendiri atau orang lain. Bahaya kesakitan dapat berupa kesakitan fisik, misalnya pemukulan, dan kesakitan secara psikis misalnya hinaan. Selain itu yang perlu dipahami juga adalah sasaran perilaku agresif sering kali ditujukan seperti benda mati. Contoh : memukul meja saat marah.
c.       Perilaku yang tidak diinginkan orang yang menjadi sasaranya; perilaku agresif pada umumnya juga memiliki sebuah ciri yaitu tidak diinginkan oleh orang yang menjadi sasaranya. Contoh: tindakan menghindari pukulan teman yang sedang jengkel.
d.      Perilaku yang melanggar norma social; perilaku agresif pada umumnya selalu dikaitkan dengan pelanggaran terhadap norma-norma sosial.
e.       Sikap bermusuhan terhadap orang lain; perilaku agresif yang mengacu kepada sikap permusuhan sebagai tindakan yang di tujukan untuk melukai orang lain. Contoh: memukul teman
f.       Perilaku agresif yang dipelajari; perilaku agresif yang dipelajari melalui pengalamannya di masa lalu dalam proses pembelajaran perilaku agresif, terlibat pula berbagai kondisi sosial atau lingkungan yang mendorong perwujudan perilaku agresif. Contoh: kekerasan dalam keluarga, tayangan perkelahian dari media.[4]

Perilaku agresif di kalangan remaja yang biasa dikenal sebagai tawuran pelajar merupakan hal yang sudah terlalu sering didengar bahkan cenderung dianggap biasa. Harian Solo Pos (2004) mencatat bahwa perkelahian-perkelahian di kalangan remaja biasanya diakibatkan oleh ejekan-ejekan kecil yang dianggap sebagai tindakan penghinaan yang semakin lama semakin memanas hingga menimbulkan perkelahian. Sehingga dapat disimpulkan bahwa kasus-kasus kenakalan yang terjadi pada remaja merupakan salah satu manifestasi dari sifat agresi verbal yang ada dalam diri remaja.
Menurut beberapa survey, perkelahian-perkelahian tersebut diawali karena sekolahan mengikuti perlombaan antar sekolah. Tetapi pada kenyataannya sekolahan yang kalah merasa tidak terima, kemudian mereka menyerang dengan saling mengejek hingga akhirnya berkelahi. Ketidak mampuan remaja dalam menerima kekalahan tersebut menunjukkan bahwa remaja tersebut memiliki kecerdasan emosi yang rendah. Karakteristik psikologis orang yang memiliki agresivitas tinggi menurut Stein & Book (2002) diantaranya adalah tidak menghormati pendapat orang lain serta tidak peduli pada kebutuhan atau perasaan orang lain, cenderung memaksakan pendapat atau keinginannya supaya dapat diterima oleh orang lain dengan cara mencemooh, mengancam serta memanipulasi orang tersebut, kesulitan dalam berinteraksi dengan lingkungannya. Karakteristik psikologis lainnya yang dimiliki oleh remaja yang agresivitas verbalnya tinggi menurut Goleman (2002) ialah mengalami masalah emosional yang cukup berat, seperti mudah marah, mudah terpengaruh, putus asa, sulit mengendalikan dorongan hati, sulit mengambil keputusan, dan memotivasi diri sendiri.
Karakteristik siswa SMP jika dilihat dari tahapan perkembangan yang disetujui oleh banyak ahli, anak usia Sekolah Menengah Pertama (SMP) berada pada tahap perkembangan pubertas (10-14 tahun). Menurut Desmita (2010: 36) ada beberapa karakteristik siswa usia Sekolah Menengah Pertama (SMP) antara lain:
a.       Terjadinya ketidak seimbangan proporsi tinggi dan berat badan.
b.      Mulai timbulnya ciri-ciri seks sekunder.
c.       Kecenderungan ambivalensi, serta keinginan menyendiri dengan keinginan bergaul, serta keinginan utuk bebas dari dominasi dengan kebutuhan bimbingan dan bantuan dari orang tua.
d.      Senang membandingkan kaedah-kaedah, nilai-nilai etika atau norma dengan kenyataan yang terjadi dalam kehidupan orang dewasa.
e.       Mulai mempertanyakan secara skeptis mengenai eksistensi dan sifat kemurahan dan keadilan Tuhan.
f.       Reaksi dan ekspresi emosi masih labil.
g.      Mulai mengembangkan standard dan harapan terhadap perilaku diri sendiri yang sesuai dengan dunia sosial.
h.      Kecenderungan minat dan pilihan karier relatif sudah lebih jelas.

Agresivitas yang merupakan tindakan anarkis atau merugikan orang lain juga dipengaruhi kecerdasan emosi yang dimiliki individu. Keadaan emosi remaja masih labil dan penuh gejolak emosi dan tekanan karena keadaan hormon. Suatu saat remaja bisa sedih sekali, dilain waktu remaja bisa marah sekali. Remaja sering tidak mampu menahan emosi yang meluap-luap, bahkan remaja mudah terjerumus ke dalam tindakan tidak bermoral. Emosi remaja lebih kuat dan lebih menguasai diri remaja daripada pikiran yang realistis.(Zulkifli, 2001)

C.     Implementasi Praktik Keterampilan Mengelola Agresivitas

Berdasarkan pengertian dan hakekat agresivitas atau perilaku agresif yang telah di paparkan di atas, perilaku agresivitas siswa SMP sebagai anak remaja biasanya adalah bentuk tindakan perilaku gresif verbal seperti menghina, memaki, marah, dan mengumpat. Sedangkan untuk perilaku agresif non verbal atau bersifat fisik langsung adalah perilaku memukul, mendorong, berkelahi, menendang, dan menampar. Tetapi perilaku agresif ini dapat menyebabkan suatu tindakan yang sangat fatal akibatnya yaitu tawuran antar pelajar dan kenakalan remaja atau suatu tindakan yang dilakukan oleh anak remaja yang menyimpang dari nilai-nilai hukum yang ada.
Secara khusus perilaku-perilaku tersebut menunjukan gangguan-ganguan yang disebabkan oleh proses belajar yang tidak semestinya, seperti gangguan mempelajari jenis-jenis kemampuan yang diperlukan seperti mencintai lawan jenis, memiliki konsep diri yang positif, atau terlanjur mempelajari bentuk-bentuk perilaku yang maladaptif misalnya, anak yang tumbuh menjadi remaja agresif karena meniru perilaku orangtua dan tekanan keadaan di dalam keluarga atau lingkungan yang tidak harmonis.
Perilaku agresif anak SMP khususnya usia remaja ini haruslah dapat dikelola dengan terampil agar tidak memyebabkan suatu kekerasan yang dapat menjadi kebiasaan siswa ketika dewasa seraya dengan tugas perkembangan diri siswa di sekolah. Pengembangan diri merupakan kegiatan pendidikan di luar mata pelajaran sebagai bagian integral dari kurikulum sekolah/madrasah. Kegiatan pengembangan diri merupakan upaya pembentukan watak dan kepribadian peserta didik yang dilakukan melalui kegiatan pelayanan konseling berkenaan dengan masalah pribadi, masalah sosial, kegiatan belajar, dan pengembangan karir serta kegiatan ekstrakulikuler. Watak adalah sifat batin manusia yang mempengaruhi semua pemikiran dan tingkah laku, budi pekerti, dan tabiat. Kepribadian adalah sifat yang hakiki yang tercermin pada sikap seseorang.
Kegiatan bimbingan dan konseling di sekolah harus mampu mengembangkan keterampilan mengelola agresivitas tersebut. Konselor harus memberikan suatu sentuhan kepada konseli agar perilaku agresif mereka dapat terkendali. Berikut ini beberapa cara mengatasi perilaku agresif siswa :
1.      Mengamati tingkah laku yang baik
Anak adalah pengamat yang tajam. Jika ia melihat tokoh utama hidupnya baik, kemungkinan besar ia akan bertingkah laku menjadi baik pula, bahkan sebaliknya. Dalam hal mengamati tingkah laku yang baik disini, haruslah memilih sebuah nontonan yang baik untuk anak. Orang tua harus selektif dalam memilih tayangan untuk dilihat anak bersama keluarga. Acara yang bersifat menolong dan minim kekerasan dapat dipertimbangkan sebagai tontonan anak.
2.      Memberikan hukuman
Sejarah manusia mencatat lebih banyak mencatat hukuman sebagai cara penanganan atas agresivitas. Hal yang paling penting dalam penggunaan hukuman adalah hukuman harus jelas dan sesegera mungkin mengikuti agresivitas yang dilakukan. Kedua, hukuman harus amat keras sehingga mengurangi kemungkinan pengulangan oleh pelaku.
3.      Katarsis
Katarsis adalah upaya untuk menurunkan rasa amarah dan kebenciannya dengan cara yang lebih aman, sehingga mengurangi bentuk agresivitas yang sekiranya akan muncul. Umumnya katarsis berupa kegiatan fisik yang menguras tenaga. Ketika fisik lelah diperkirakan tingkah laku agresif akan turun. Beberapa aktivitas itu antara lain olahraga dan menonton film laga.
4.      Kognitif
Biasanya orang terkena perilaku agresiv dirinya merasa terdzalimi, tetapi orang yang terdzalimi tadi memberikan maaf kepada orang yang mendzalimi, hal ini menjadi mungkin ketika kognisi orang yang didzalimi tadi diisi dengan informasi bahwa perlunya memaafkan orang yang menzalimi. Memaafkan dengan setulus hati dapat mengurangi agresivitas, setidaknya agrsivitas yang tampak.

Dalam menangani perilaku agresif siswa selain dengan cara pencegahan di atas, konselor dapat membantu pengembangan keterampilan pengelolaan agresivitas siswa dengan memahami konsep diri dan kecerdasan emosi siswa. Konsep diri adalah pandangan individu tentang diri sendiri, yang meliputi aspek fisik, psikis, sosial dan moral. Konsep diri ini akan berpengaruh pada sikap dan tingkah lakunya. Remaja yang tidak bisa mengendalikan emosinya sering melakukan tindakan yang dilakukan tanpa berpikir panjang, akibatnya tindakan yang dilakukan adalah salah. Seseorang yang mempunyai kecerdasan emosi akan dapat mengarahkan perilakunya, karena kecerdasan emosi merupakan kemampuan individu yang berhubungan dengan kemampuan memahami, mengelola dan mengendalikan emosi serta kemampuan dalam merubah dorongan emosi negatif menjadi positif. Agresivitas remaja akan dipengaruhi konsep diri dan kecerdasan emosinya, karena konsep diri dan kecerdasan emosi yang tinggi dapat mengurangi terjadinya agresivitas.
Kecerdasan emosi adalah kemampuan individu yang berhubungan dengan kemampuan memahami, mengelola dan mengendalikan emosi serta kemampuan dalam merubah dorongan emosi negatif menjadi positif. Menurut Goleman (2001), aspek atau komponen kecerdasan emosi meliputi kesadaran diri, pengaturan diri, motivasi, empati, keterampilan sosial. Kesadaran diri berarti kemampuan yang dimiliki individu dalam memahami emosi dirinya sendiri. pengaturan diri berarti dapat mengatur emosi pada diri sendiri. Motivasi berarti kemampuan individu dalam mengarahkan dan membangkitkan emosi. Empati berarti kemampuan dalam memahami perasaan dan emosi orang lain. Keterampilan sosial berarti kemampuan yang dimiliki individu dalam berinteraksi dengan orang lain.
Kecerdasan emosi dapat dibangun dengan memberikan suatu pemberian sentuhan islami pada siswa contohnya seperti memberikan jam pelajaran tambahan tadarus al-quran setiap pagi sebelum memulai pelajaran dan melaksanakan shalat dhuha pada waktunya. Selain itu juga dapat dilakukan dengan mengadakan suatu bakti sosial peduli lingkungan atau kegiatan kemasyarakatan lainnya agar siswa dapat bersosialisasi, memahami, dan beradaptasi dengan keadaan lingkungan sekitarnya.
Selain itu peran orang tua juga sangat diperlukan dalam membangun keterampilan pengelolaan agresivitas anak. Dalam hal ini orang tua haruslah memperhatikan perilaku agresif anak dan mengenalinya, akan lebih baik jika orang tua memperhatikan metode dialog dan cara memahami anak dengan tujuan untuk memperbaiki hubungan dengan anak hal ini juga sebagai pemberian motivasi kepada anak, serta orang tua wajib mengawasi dan mengarahkan perilaku agresif anak dan wajib meredamnya.[5]
Keterampilan pengelolaan agresivitas atau mengurangi perilaku agresif siswa di SMP dapat pula dilakukan dengan pemberian konseling kelompok. Pemberian konseling kelompok ditujukan untuk membantu peserta didik yang mengalami kesulitan, megalami hambatan dalam mencapai tugas-tugas perkembanganya. Sehingga dengan konseling kelompok ini individu mampu mengetahui akan potensi diri, penemuan alternatif pemecahan masalah, mengetahui konsep diri, dan pengambilan keputusan secara lebih tepat dan dapat mengurangi perilaku-perilaku bermasalah termasuk perilaku agresifnya.
Dalam layanan konseling kelompok terdapat dinamika kelompok yang dapat digunakan untuk mengurangi perilaku agesif yaitu, mereka dapat mengembangkan berbagai ketrampilan yang pada intinya meningkatkan kepercayaan diri dan kepercayaan orang lain seperti berani mengemukakan atau percaya diri dalam berperilaku terhadap orang lain, cinta diri yang dapat dilihat dari dalam berperilaku dan gaya hidupnya untuk memelihara diri, memiliki pemahaman yang tinggi terhadap segala kekurangan dan kemampuan dan belajar memahami orang lain ketegasan dan menerima kritik dan memberi kritik dan ketrampilan diri dalam penampilan dirinya serta dapat mengendalikan perasaan dengan baik.
Pelayanan konseling kelompok yaitu  layanan bimbingan dan konseling yang memungkinkan peserta didik memperoleh kesempatan untuk pembahasan dan pengentasan permasalahan yang dialami melalui dinamika kelompok.[6] Dinamika kelompok adalah suasana yang hidup, yang berdenyut, yang bergerak, yang berkembang, yang ditandai dengan adanya interaksi antar sesama anggota kelompok. Pelayanan konseling kelompok merupakan pelayanan konseling yang diselenggarakan dalam suasana kelompok.
a.       Tujuan konseling kelompok, meliputi :
1)      Melatih anggota kelompok agar berani berbicara dengan orang banyak;
2)      Melatih anggota kelompok dapat bertenggang rasa terhadap teman sebayanya;
3)      Dapat mengembangkan bakat dan minat masing-masing anggota kelompok;
4)      Mengentaskan permasalahan-permasalahan kelompok.

b.      Materi layanan konseling kelompok mencakup :
1)      Pemahaman dan pengembangan sikap, kebiasaan, bakat, minat dan penyalurannya.
2)      Pemahaman kelemahan diri dan penanggulangannya, pengenalan kekuatan diri dan pengembangannya.
3)      Perencanaan dan perwujudan diri.
4)      Mengembangkan kemampuan berkomunikasi, menerima/menyampaikan pendapat, bertingkah laku dan hubungan sosial, baik di rumah, sekolah maupun masyarakat.
5)      Mengembangkan hubungan teman sebaya baik di rumah, sekolah dan masyarakat serta teknik-teknik penguasaan materi pelajaran.
6)      Pemahaman kondisi fisik, sosial, dan budaya dalam kaitannya dengan orientasi belajar di perguruan tinggi.
7)      Pemantapan dalam mengambil keputusan dalam rangka perwujudan diri.

c.       Dalam kegiatan kelompok hal yang perlu ditampilkan oleh seluruh anggota kelompok adalah :
1)      Membina keakraban dalam kelompok.
2)      Melibatkan diri secara penuh dalam suasana kelompok.
3)      Bersama-sama mencapai tujuan kelompok.
4)      Membina dan mematuhi aturan kegiatan kelompok.
5)      Ikut serta dalam seluruh kegiatan kelompok.
6)      Berkomunikasi secara bebas dan terbuka.
7)      Membantu orang lain dalam kelompok.
8)      Memberikan kesempatan kepada orang lain dalam kelompok.
9)      Menyadari pentingnya kegiatan kelompok.

Secara keseluruhan, pembahasan tentang masalah klien diusahakan mencapai inti permasalahan beserta arah dan alternatif pemecahannya. Dalam rangka penanganan masalah tersebut, kegiatan kelompok dibawah asuhan guru pembimbing kalau perlu sampai dengan dilakukannya latihan pengubahan tingkah laku yang hendaknya di praktikan siswa bermasalah.[7]


DAFTAR PUSTAKA



Kurnia, Rifa, dkk. Hubungan Antara Konsep Diri dan Kecerdasan Emosi dengan Agresivitas pada Sisa Kelas XI MAN Klaten. 2011.

Mubayidh, Makmun. Kecerdasan dan Kesehatan Emotional Anak. Jakarta : Pustaka al-Kautsar. 2010.
Sukardi, Dewa Ketut. Pengantar Pelaksanaan Program Bimbingan dan Konseling di Sekolah. Jakarta : Rineka Cipta. 2008.

Tambunan, EH. Remaja Sahabat Kita. Bandung : Indonesia Publishing House. 1981.
Tim Penulis Fakultas Psikologi UI. Psikologi Sosial. Jakarta : Salemba Humanika. 2009.
Zulkifli, L. Psikologi Perkembangan. Bandung : Remaja Rosdakarya. 2001.
Klasin, Muhammad. Perilaku Agresif. http://konselingpsikoterapi.blogspot.com/2011/06/perilaku-agresif.html?m=1 (diakses pada 01 Juni 2015 pukul 14:00)



[1] Tim Penulis Fakultas Psikologi UI, Psikologi Sosial, (Jakarta : Salemba Humanika), 2009, hal 148
[2] Rifa Kurnia, dkk, Hubungan Antara Konsep Diri dan Kecerdasan Emosi dengan Agresivitas pada Sisa Kelas XI MAN Klaten, 2011
[3] Op.Cit hal 157
[5] Makmun Mubayidh, Kecerdasan dan Kesehatan Emosional Anak, (Jakarta : Pustaka al-Kautsar), 2010, hal : 228
[6] Dewa Ketut Sukardi, Pengantar Pelaksanaan Program Bimbingan dan Konseling di Sekolah, (Jakarta : Rineka Cipta), 2008, hal 68
[7] Ibid hal 71

0 Comments

Post a Comment

Copyright © 2009 Ratna Sari Maulana's All rights reserved. Theme by Laptop Geek. | Bloggerized by FalconHive.