0
BIMBINGAN KONSELING KOMPREHENSIF
Posted by Unknown
on
5:49 AM
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Program bimbingan dan konseling sekolah merupakan serangkaian
rencana aktivitas layanan bimbingan dan konseling di sekolah, yang selanjutnya
akan menjadi pedoman bagi setiap personel dalam pelaksanaan dan
pertanggungjawabannya. program bimbingan dan konseling yang mewadahi seluruh
kegiatan bimbingan dan konseling yang akan diberikan kepada peserta didik dalam
rangka menunjang tercapainya tujuan pendidikan nasional pada umumnya dan
visi/misi yang ada di sekolah secara khusus.
Penyusunan program bimbingan dan konseling hendaknya merujuk pada
pedoman kurikulum dan berdasarkan kondisi objektif yang berkaitan dengan
kebutuhan nyata di sekolah yang disesuaikan dengan tahapan perkembangan peserta
didik. Program bimbingan dan konseling sekolah yang komprehensif di dalamnya
akan tergambarkan visi, misi, tujuan, fungsi, sasaran layanan, kegiatan, strategi,
personel, fasilitas dan rencana evaluasinya.
Dengan demikian, program bimbingan dan konseling sekolah yang
komprehensif disusun untuk merefleksikan pendekatan yang menyeluruh bagi dasar
penyusunan program, pelaksanaan program, sistem manajemen, dan sistem
pertanggungjawabannya.
Selain itu, program bimbingan dan konseling sekolah dirancang untuk
menjamin bahwa setiap siswa memiliki hak yang sama untuk memperoleh manfaat program itu. Sehingga kenyataan yang
sering muncul, yaitu aktivitas konselor sekolah yang menghabiskan banyak
waktunya untuk memenuhi kebutuhan sebagian kecil siswa (secara khusus hanya
mengurus kebutuhan siswa berprestasi rendah dan bermasalah) tidak terjadi
lagi. Sehingga program yang dilaksanakan
merupakan program yang realistik dan layak untuk di implementasikan dan dapat mengembangkan potensi peserta didik
secara optimal di sekolah-sekolah.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah dipaparkan di atas, maka
dapat dirumuskan permasalahan sebagai berikut :
1.
Bagaimana sejarah bimbingan konseling komprehensif di Indonesia ?
2.
Bagaimana hakekat bimbingan dan konseling komprehensif ?
3.
Apa saja komponen bimbingan dan konseling komprehensif ?
4.
Bagaimana perencanaan program bimbingan dan konseling komprehensif
?
C. Tujuan Penulisan
Berdasarkan rumusan masalah yang telah diuraikan sebelumnya, maka
tujuan dari penulisan makalah ini adalah :
1.
Untuk memenuhi tugas ujian akhir semester 2;
2.
Untuk mengetahui dan memahami sejarah bimbingan konseling
komprehensif di Indonesia;
3.
Untuk mengetahui dan memahami hakekat bimbingan dan konseling
komprehensif;
4.
Untuk mengetahui dan memahami komponen-komponen bimbingan dan
konseling komprehensif;
5.
Untuk mengetahui dan memahami perencanaan apa saja yang dilakukan
dalam program layanan bimbingan dan konseling komprehensif.
BAB II
BIMBINGAN KONSELING KOMPREHENSIF
A. Sejarah Bimbingan Konseling Komprehensif di Indonesia
Kelahiran dan perkembangan konsep serta paradigma layanan bimbingan
dan konseling di Indonesia tidak lain merupakan replikasi dan adopsi model yang
telah berkembang sejak lama di Amerika Serikat. Pemahaman tentang bimbingan dan
konseling sebagai suatu sistem dan kerangka kerja kelembagaan tidak dapat
dilepaskan dari pandangan umum bahwa layanan BK merupakan bagian integral dari
sistem pendidikan.
Di Amerika Serikat, latar kelahiran BK di awal abad 20 bermula dari
keprihatinan yang mendalam dari kalangan pendidikan terhadap carut marutnya
perkembangan kepribadian generasi muda terumata kalangan pelajar di sekolah
yang terkena dampak gelombang besar industrialisasi di kota-kota besar. Jumlah
siswa drop-out mengingkat (kaum muda lebih memilih bekerja ketimbang sekolah,
sementara keterampilan kerja tidak memadai), pergeseran nilai dalam keluarga
dan masyarakat, urbanisasi besar-besaran dari desa ke kota, dan problem-problem
sosial yang lain.
Kenyataan tersebut akhirnya memicu tumbuhnya layanan bimbingan dan
konseling sebagai suatu gerakan sosial yang selaras dengan gerakan kemajuan (progressive
movement) yang berkembang dalam dunia pendidikan di Amerika Serikat pada
saat itu yang dipelopori oleh tokoh seperti Frank Parsons, Charles Merrill dan
Meyer Blommfield. Para tokoh tersebut sama-sama memandang secara kritis bahwa
gelombang revolusi industri yang membawa dampak negatif bagi perkembangan
generasi mudah harus dicegah.
Gerakan bimbingan dan konseling ini memberikan pengaruh besar
terhadap beberapa negara, di antaranya Indonesia. Gunawan (2001, 22)
menjelaskan bahwa pada periode awal kemerdekaan masalah bimbingan pekerjaan
baru diperhatikan oleh jawatan yang mengurus masalah tenaga kerja. Kegiatan
bimbingan kemudian dikembangkan oleh kementerian pendidikan dan kebudayaan
dengan mengembangkan banyak kursus keterampilan bagi kaum muda. Baru pada tahun
1962, ada kebijakan SMA Gaya Baru yang mulai menggeser bimbingan pekerjaan ke
arah bimbingan akademik.
Secara formal, pemberlakuan kurikulum 1975 mengandung penegasan
bahwa BK (saat itu disebut bimbingan dan penyuluhan) merupakan bagian integral
dalam pendidikan di sekolah. Lahirnya Ikatan Petugas Bimbingan Indonesia (IPBI)
tahun 1975 di Malang, Jawa Timur dan pergantian nama IPBI menjadi Asosiasi
Bimbingan dan Konseling Indonesia (ABKIN) tahun 2001 dengan kelengkapan
divisi-divisi layanan di dalamnya semakin memperkokoh layanan BK dengan
berbagai domain layanan yang semakin kompleks, pribadi, sosial, akademik, karir
dan layanan pendukung lainnya secara lebih menyeluruh yang disebut dengan
layanan bimbingan konseling komprehensif.
Bimbingan Konseling komprehensif adalah suatu program penidikan di sekolah
yang diberkan oleh konselor sebagai penanggung jawab dan pelaksana program
bimbingan konseling di sekolah. Dalam pekembanganya para ahli bimbingan dan
konseling selalu mengadakan penelitian dan pembaharuan pada layanan yang
diberikan di sekolah. Pada awalnya bimbingan konseling dikenal sebagai bentuk
layanan yang diberikan sekolah kepada siswa yang bermasah atau mengalami
hambatan dalam proses pembelajaran. Namun ketika kondisi zaman berkembang pesat
seperti pada masa sekarang ini bimbingan konseling tidak lagi berperan sebagai
pembantu konseli dalam menyelesaikan masalah.
Bimbingan konseling komprehensif yang telah dikenalkan sekarang ini adalah
program bimbingan konseling yang bertujuan untuk memandirikan peserta didik.
Bentuk layanan yang diberikan tidak lagi berfungsi membantu peserta didik
menyelesaikan masalahnya namun mengembangkan potensi peserta didik berasarkan
perkembangannya sehingga disebutlah bahwa BK komprehensif adalah sama dengan BK
berbasis perkembangan. Untuk mencapai kemandirian peserta didik tersebut
konselor tidak lagi mengedepankan fungsi kuratif, namun lebih menekankan fungsi
pencegahan/preventif dan perkembangan/developmental.
B. Hakekat Bimbingan Konseling Komprehensif
Pada hakekatnya, bimbingan dan konseling komprehensif merupakan sistem kegiatan
yang dibuat guna membantu klien dalam mengembangkan potensi diri seoptimal
mungkin. Namun dalam prosesnya, siswa tidak selalu mengalami perkembangan yang
baik. Terkadang sifatnya fluktuatif atau tidak stabil. Oleh karena itu, siswa
perlu diberikan layanan bimbingan dan konseling yang komprehensif dalam
perkembangannya.[1]
Bimbingan dan konseling komprehensif disebut juga bimbingan dan
konseling perkembangan, karena menggarap semua aspek kehidupan peserta didik
dan merupakan orientasi baru dalam kegiatan layanan bimbingan dan konseling
yang didasari prinsip pengembangan antara lain:
1. Mengenal
dan memahami potensi, kekuatan, dan tugas-tugas perkembangannya;
2. Mengenal
dan memahami potensi atau peluang yang ada di lingkungannya;
3. Mengenal
dan menentukan tujuan dan rencana hidupnya serta rencana pencapaian tujuan
tersebut;
4. Memahami
dan mengatasi kesulitan-kesulitan sendiri;
5. Menggunakan
kemampuannya untuk kepentingan dirinya, kepentingan lembaga tempat bekerja dan
masyarakat;
6. Menyesuaikan
diri dengan keadaan dan tuntutan dari lingkungannya;
7. Mengembangkan
segala potensi dan kekuatannya yang dimilikinya secara tepat dan teratur secara
optimal.
Berdasarkan prinsip-prinsip di atas dapat disimpulkan definisi
bimbingan dan konseling komprehensif atau perkembangan sebagai suatu rangkaian
bimbingan dan konseling secara bertanggung jawab dalam memfasilitasi
perkembangan peserta didik pada semua aspek kehidupannya, sehingga mereka dapat
berfungsi dan berperan efektif selama siklus kehidupannya, terutama menjamin
eksistensi dirinya sebagai individu atau anggota masyarakat yang bermartabat.
Karena itu, bimbingan dan konseling perkembangan sering disebut juga dengan
bimbingan dan konseling komprehensif karena menggarap semua aspek kehidupan
peserta didik (konseli).
Bimbingan dan konseling perkembangan merupakan pandangan mutakhir
yang bertitik tolak dari asumsi yang positif tentang potensi manusia. Berdasarkan asumsi inilah bimbingan dan
konseling dipandang sebagai suatu proses memfasilitasi perkembangan yang
menekankan kepada upaya membantu semua peserta didik dalam semua fase
perkembangannya.
Bimbingan dan konseling komprehensif diprogramkan bagi seluruh
siswa. Artinya, semua peserta didik wajib mendapatkan layanan bimbingan dan
konseling. oleh karena itu, bimbingan dan konseling komprehensif harus
memperhatikan ruang lingkup yang menyeluruh, dirancang untuk lebih berorientasi
pada pencegahan, dan tujuannya pengembangan potensi peserta didik. (Suherman,
2011:51)
Ruang lingkup bimbingan dan konseling komprehensif tidak hanya
berorientasi pada peserta didik sebagai pribadi saja, tetapi semua aspek
kehidupan siswa sejak usia dini sampai usia remaja (SMA/SMK/MA) bahkan sampai
dengan masyarakat. Fokus utamanya adalah teraktualisasinya potensi peserta
didik dan mencapai perkembangan optimal sehingga peserta didik dapat meraih
sukses di sekolah maupun masyarakat.
Titik berat bimbingan dan konseling komprehensif adalah mengarahkan
peserta didik agar mampu mencegah berbagai hal yang dapat menghambat
perkembangannya. Selain melalui hal preventif peserta didik mampu memutuskan
dan memilih tindakan-tindakan tepat yang dapat mendukung perkembangannya.[2]
Agar pelaksanaan program bimbingan dan konseling komprehensif
berjalan sesuai dengan tujuan yang telah ditetapkan, maka kita hanya memahami
lima premis dasar bimbingan dan konseling komprehensif. Menurut Gysbers dan
Henderson (2006:26) lima premis tersebut :
1.
Tujuan bimbingan konseling bersifat kompatibel dengan tujuan
pendidikan. Artinya, dalam pendidikan ada standar dan kompetensi tertentu yang
harus dicapai oleh siswa. Oleh karena itu, segala aktivitas dan proses dalam
layanan BK harus diarahkan pada upaya membantu siswa dalam pencapaian standar
kompetensi yang dimaksud.
2.
Program BK bersifat pengembangan (based on developmental approach), yakni, meskipun seorang konselor
dimungkinkan untuk mengatasi problem dan kebutuhan psikologis yang bersifat
krisis dan klinis, pada dasarnya fokus layanan BK lebih diarahkan pada usaha
memfasilitasi pengalaman-pengalaman belajar tertentu yang membantu siswa untuk
tumbuh, berkembang, dan menjadi pribadi yang mandiri.
3.
Program BK melibatkan kolaborasi antar staff (team-building approach), yaitu program bimbingan dan konseling yang
bersifat komprehensif bersandar pada asumsi bahwa tanggung jawab kegiatan
bimbingan melibatkan seluruh personalia yang ada di sekolah dengan sentral
koordinasi dan tanggung jawab ada di tangan konselor yang bersertifikasi (certified counselors). Konselor tidak
hanya menyediakan layanan langsung untuk siswa, melainkan juga bekerja secara
konsultatif dan kolaboratif dengan tim bimbingan yang lain, staf personel
sekolah yang lain (guru dan tenaga administrasi), bahkan orangtua dan
masyarakat.
4.
Program BK dikembangkan melalui serangkaian proses sistematis sejak
dari perencanaan, desain, implementasi, evaluasi, dan keberlanjutan. Melalui
penerapan fungsi-fungsi manajemen tersebut diharapkan kegiatan dan layanan BK
dapat diselenggarakan secara tepat sasaran dan terukur.
5.
Program BK ditopang oleh kepemimpinan yang kokoh. Faktor
kepemimpinan ini diharapkan dapat menjamin akuntabilitas dan pencapaian kinerja
program BK
Bowers dan Hatch (2000, 11) bahkan menegaskan bahwa program
bimbingan dan konseling sekolah tidak hanya bersifat komprehensif dalam ruang
lingkup, namun juga harus bersifat preventif dalam disain, dan bersifat
pengembangan dalam tujuannya (comprehensive
in scope, preventive in design, and developmental in nature).
Pertama,
bersifat komprehensif berarti program BK harus mampu memfasilitasi
capaian-capaian perkembangan psikologis siswa dalam totalitas aspek bimbingan
(baik pribadi-sosial, akademik, dan karir). Layanan yang diberikan pun tidak
hanya terbatas pada siswa dengan karakter dan motivasi unggul serta siap
belajar saja. Layanan BK ditujukan untuk seluruh siswa tanpa syarat apapun.
Dengan harapan, setiap siswa dapat menggapai sukses di sekolah dan menunjukkan
kontribusi nyata dalam masyarakat.
Kedua,
bersifat preventif dalam disain mengandung arti bahwa pada dasarnya tujuan
pengembangan program BK di sekolah hendaknya dilakukan dalam bentuk yang
bersifat preventif. Upaya pencegahan dan antisipasi sedini mungkin (prevention education) hendaknya menjadi
semangat utama yang terkandung dalam kurikulum bimbingan yang diterapkan di
sekolah (kegiatan klasikal). Melalui cara yang preventif tersebut diharapkan
siswa mampu memilah sikap dan tindakan yang tepat dan mendukung pencapaian
perkembangan psikologis ke arah yang ideal dan positif. Beberapa program yang
dapat dikembangkan seperti pendidikan multikultarisme dan antikekerasan,
mengembangkan keterampilan resolusi konflik, pendidikan seksualitas, kesehatan
reproduksi, dan lain-lain.
Ketiga,
bersifat pengembangan dalam tujuan didasari oleh fakta di lapangan bahwa
layanan bimbingan dan konseling sekolah selama ini justru kontraproduktif
terhadap perkembangan siswa itu sendiri. Kegiatan layanan bimbingan dan
konseling sekolah yang berkembang di Indonesia selama ini lebih terfokus pada
kegiatan-kegiatan yang bersifat administratif dan klerikal (Kartadinata, 2003),
seperti mengelola kehadiran dan ketidakhadiran siswa, mengenakan sanksi
disiplin pada siswa yang terlambat dan dianggap nakal. Dengan demikian, wajar
apabila dalam masyarakat dan bagi siswa-siswa sendiri guru bimbingan dan
konseling distigmakan sebagai polisi sekolah. Konsekuensi kenyataan ini, pada
akhirnya menyebabkan layanan bimbingan dan konseling yang diselenggarakan di
sekolah akhirnya terjebak dalam pendekatan tradisional tanpa dasar pemikiran
yang jelas.
C. Komponen Bimbingan dan Konseling Komprehensif
Pelayanan bimbingan dan konseling komprehensif dikemas dalam empat
komponen :
1. Layanan Dasar Bimbingan
Layanan dasar bimbingan merupakan layanan bantuan bagi peserta
didik melalui kegiatan-kegiatan kelas atau di luar kelas, yang disajikan secara
sistematis, dalam rangka membantu siswa mengembangkan potensinya secara
optimal.
Pelayanan ini bertujuan untuk membantu semua konseli agar
memperoleh perkembangan yang normal, memiliki mental yang sehat, dan memperoleh
keterampilan dasar hidupnya, atau dengan kata lain membantu konseli agar mereka
dapat mencapai tugas-tugas perkembangannya. Secara rinci tujuan pelayanan ini
dapat dirumuskan sebagai upaya untuk membantu konseli agar :
a.
Memiliki kesadaran (pemahaman) tentang diri dan
lingkungannya (pendidikan, pekerjaan, sosial budaya dan agama);
b. Mampu mengembangkan keterampilan untuk
mengidentifikasi tanggung jawab atau seperangkat tingkah laku yang layak bagi
penyesuaian diri dengan lingkungannya;
c. Mampu menangani atau memenuhi kebutuhan dan masalahnya;
d. Mampu mengembangkan dirinya dalam rangka
mencapai tujuan hidupnya.
Untuk mencapai
tujuan tersebut, fokus perilaku yang dikembangkan menyangkut aspek-aspek pribadi, sosial,
belajar dan karir. Semua ini berkaitan erat dengan upaya membantu konseli dalam
mencapai tugas-tugas perkembangannya (sebagai standar kompetensi kemandirian).
Sementara itu tugas-tugas perkembangan peserta didik pada jenjang
pendidikan tertentu adalah sebagai berikut :
1)
Tugas perkembangan peserta didik SD/MI dan sederajat :
a)
Menanamkan dan mengembangkan kebiasaan dan sikap dalam beriman dan
bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa
b)
Mengembangkan keterampilan dasar dalam membaca, menulis, dan
berhitung
c)
Mengembangkan konsep-konsep yang perlu dalam kehidupan sehari-hari
d)
Belajar bergaul dan bekerja dengan kelompok sebaya
e)
Belajar menjadi pribadi yang mandiri
f)
Mempelajari keterampilan fisik sederhana yang diperlukan baik untuk
permainan maupun kehidupan
g)
Mengembangkan kata hati, moral dan nilai-nilai sebagai pedoman
perilaku
h)
Membina hidup sehat, untuk diri sendiri, dan lingkungan serta
keindahan
i)
Belajar memahami diri sendiri dan orang lain sesuai dengan jenis
kelaminnya dan menjalankan peran tanpa membedakan jenis kelamin
j)
Mengembangkan sikap terhadap kelompok, lembaga sosial, serta tanah
air bangsa dan negarak. Mengembangkan pemahaman
dan sikap awal untuk perencanaan masa depan.
2)
Tugas perkembangan peserta didik SMP/MTs dan sederajat :
a)
Mencapai perkembangan diri sebagai remaja yang beriman dan bertaqwa
kepada Tuhan Yang Maha Esa
b)
Mempersiapkan diri, menerima dan bersikap positif serta
dinamis terhadap perbuatan fisik dan psikis yang terjadi pada diri sendiri
untuk kehidupan yang sehat
c)
Mencapai pola hubungan yang baik dengan teman sebaya dalam perannya
sebagai pria dan wanita
d)
Memantapkan nilai dan cara bertingkah laku yang dapat diterima
dalam kehidupan yang lebih luas
e)
Mengenal kemampuan, bakat dan minat serta arah kecenderungan karir
dan aparesiasi seni
f)
Mengembangkan pengerahuan dan keterampilan untuk mengikuti dan
melanjutkan pelajaran dan/atau mempersiapkan atau berperan dalam kehidupan di
masyarakat
g)
Mengenal gambaran dan mengembangkan sikap tentang kehidupan mandiri
secara emosional, sosial dan ekonomi
h)
Mengenal system etika dan nilai-nilai bagi pedoman hidup sebagai
mandiri, anggota masyarakat, dan warga negara.
3)
Tugas perkembangan peserta didik SMA/SMK/MA dan sederajat :
a)
Mencapai kematangan dalam beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang
Maha Esa
b)
Mencapai kematangan dalam hubungan dengan teman sebaya, serta
kematangan dalam perannya sebagai pria dan wanita
c)
Mencapai kematangan pertumbuhan jasmaniah yang sehat
d)
Mengembangkan penguasaan ilmu, teknologi dan seni sesuai dengan
program kutikulum dan persiapan karir atau melanjutkan pendidikan tinggi, serta
berperan dalam kehidupan yang lebih luas
e)
Mencapai kematangan dalam pilihan karir
f)
Mencapai kematangan gambar dan sikap tentang kehidupan mandiri,
secara emosional, sosial, intelektual dan ekonomi
g)
Mencapai kematangan gambaran dan sikap tentang kehidupan
berkeluarga, bermasyarakat, berbangsa dan bernegara
h)
Mengembangkan kemampuan berkomunikasi sosial dan intelektual serta
apresiasi seni
i)
Mencapai kematangan dalam system etika dan nilai.
2. Layanan Responsif
Layanan
responsif merupakan layanan bantuan bagi para siswa yang memiliki kebutuhan
atau masalah yang memerlukan bantuan (pertolongan) dengan segera. Layanan ini
bertujuan untuk membantu siswa memenuhi kebutuhan yang dirasakan pada saat ini,
atau para siswa yang dipandang mengalami hambatan dalam menyelesaikan
tugas-tugas perkembangannya. Indikator dari kegagalan itu berupa ketidakmampuan
untuk menyesuaikan diri atau perilaku bermasalah.
Layanan
ini lebih bersifat kuratif. Strategi yang digunakan adalah konseling
individual, konseling kelompok dan konsultasi. Isi layanan responsif ini adalah
bidang pendidikan, belajar, sosial, pribadi, karir, tata tertib di sekolah,
narkotika dan perjudian, perilaku seksual, dan kehidupan lainnya. Untuk
memahami kebutuhan dan masalah konseli dapat ditempuh dengan cara asesmen dan
analisis perkembangan konseli, dengan menggunakan berbagai teknik, misalnya
inventori tugas-tugas perkembangan (ITP), angket konseli, wawancara,
observasi,sosiometri, daftar hadir konseli, leger, psikotes dan daftar masalah
konseli atau alat ungkap masalah (AUM).
a.
Bidang Pribadi
1)
Ketakwaan kepada Tuhan Yang Maha Esa, mencakup :
a)
Kurang motivasi untuk mempelajari agama;
b)
Kurang memahami bahwa agama sebagai pedoman hidup;
c)
Kurang memiliki kesadaran bahwa setiap perbuatan manusia diawasi
Tuhan;
d)
Masih merasa malas untuk melaksanakan shalat;
e)
Kurang memiliki kemampuan untuk bersabar dan bersyukur.
2)
Perolehan sistem nilai meliputi :
a)
Masih memiliki kebiasaan berbohong;
b)
Masih memiliki kebiasaan mencontek;
c)
Kurang berdisiplin (khususnya memelihara kebersihan).
3)
Kemandirian Emosional, meliputi :
a)
Belum mampu membebaskan diri dari perasaan kekanak-kanakan;
b)
Belum mampu menghormati orangtua atau orang lain secara ikhlas;
c)
Masih kurang mampu menghadapi frustasi (stress) secara positif.
4)
Pengembangan keterampilan intelektual, meliputi :
a)
Masih kurang mampu mengambil keputusan;
b)
Masih suka melakukan sesuatu tanpa memperhitungkan baik buruk,
untung rugi.
5)
Menerima diri dan mengembangkannya secara positif
a)
Kurang merasa bangga dengan keadaan diri sendiri;
b)
Merasa rendah diri apabila bergaul dengan orang lain yang mempunyai
kelebihan.
b.
Bidang Sosial
1)
Berperilaku sosial yang bertanggung jawab, meliputi :
a)
Kurang menyenangi kritikan orang lain;
b)
Kurang memahami tatakrama (etika pergaulan);
c)
Kurang berpartisipasi dalam kegiatan sosial, baik di sekolah maupun
di masyarakat.
2)
Mencapai hubungan yang lebih matang dengan teman sebaya, meliputi :
a)
Merasa malu untuk berteman dengan lawan jenis;
b)
Merasa tidak senang kepada teman yang suka mengkritik.
3)
Mempersiapkan pernikahan dan hidup keluarga, meliputi :
a)
Sikap yang kurang positif terhadap pernikahan;
b)
Sikap yang kurang positif terhadap hidup berkeluarga.
c.
Bidang Belajar
1)
Kurang memiliki kebiasaan belajar yang baik;
2)
Kurang memahami cara belajar yang efektif;
3)
Kurang memahami cara mengatasi kesulitan belajar;
4)
Kurang memahami cara membaca buku yang efektif;
5)
Kurang memahami cara membagi waktu belajar;
6)
Kurang menyenangi pelajaran-pelajaran tertentu.
d.
Bidang Karir
1)
Kurang memahami cara memilih
program studi yang cocok dengan kemampuan dan minat;
2)
Kurang mempunyai motivasi untuk mencari informasi tentang dunia
kerja;
3)
Masih bingung untuk memilih pekerjaan;
4)
Masih kurang mampu memilih pekerjaan yang sesuai dengan kamampuan
dan minat;
5)
Merasa cemas untuk mendapat pekerjaan setelah tamat sekolah;
6)
Belum memiliki pandangan akan kuliah di mana setelah tamat sekolah.[3]
3. Perencanaan Individual
Perencanaan
individual diartikan sebagai bantuan kepada konseli agar mampu merumuskan dan
melakukan aktivitas yang berkaitan dengan peren-canaan masa depan berdasarkan
pemahaman akan kelebihan dan kekurangan dirinya, serta pemahaman akan peluang
dan kesempatan yang tersedia di lingkungannya.
Perencanaan
individual bertujuan untuk membantu
konseli agar memiliki pemahaman tentang diri dan lingkungannya, mampu
merumuskan tujuan, perencanaan, atau pengelolaan terhadap perkembang-an dirinya,
baik menyangkut aspek pribadi, sosial, belajar, maupun karir, dan dapat
melakukan kegiatan berdasarkan pemahaman, tujuan, dan rencana yang telah
dirumuskannya.
Fokus
pelayanan perencanaan individual berkaitan erat dengan pengembangan aspek
akademik, karir, dan sosial-pribadi. Secara rinci cakupan fokus tersebut antara
lain mencakup pengembangan aspek:
a.
Akademik meliputi memanfaatkan keterampilan belajar, melakukan
pemilihan pendidikan lanjutan atau pilihan jurusan, memilih kursus atau pelajaran tambahan yang
tepat, dan memahami nilai belajar
sepanjang hayat;
b.
Karir meliputi
mengeksplorasi peluang-peluang karir, mengeksplorasi latihan-latihan
pekerjaan, memahami kebutuhan untuk kebiasaan bekerja yang positif;
c.
Sosial-pribadi meliputi
pengembangan konsep diri yang positif, dan pengembangan keterampilan
sosial yang efektif.
Perencanaan individual bagi siswa diimplementasikan melalui
beberapa strategi (Suherman, 2011:67-68) yaitu penilaian individual/kelompok
kecil, pemberian saran pada individual atau kelompok kecil . Sedangkan menurut
Sugiyo (2011) strategi yang dapat dikembangkan yaitu :
a.
Individual appraisal yaitu suatu strategi dimana konselor membantu
peserta didik untuk dapat menilai dan menafsirkan potensi yang dimilikinya
b.
Individual advisement yaitu digunakan agar peserta didik mampu
menggunakan segala informasi baik social-pribadi, karir
c.
Transition Planning yaitu membantu peserta didik dalam memahami
dunia kerja
d.
Follow up, digunakan ketika memberikan layanan lanjut melalui
berbagai pengumpulan data untuk evaluasi dan program yang akan datang.[4]
4. Dukungan Sistem
Komponen
dukungan sistem mencakup dua bagian, yaitu program bimbingan konseling dan
layanan pendukung.
Strategi
yang digunakan dalam dukungan sistem ini berupa :
a.
Pengembangan jejaring (networking) yaitu upaya menjalin kerjasama
dengan guru, orangtua dan masyarakat serta seluruh personil sekolah agar
tercipta suasana kondusif dalam proses pembelajaran dan layanan bimbingan dan
konseling.
b.
Pengembangan konselor yang meliputi pelatihan-pelatihan yang
terkait dengan bimbingan dan konseling, aktif dalam organisasi, aktif dalam
pertemuan ilmiah seperti seminar, workshop, dan lain sebagainya. (Sugiyo, 2011)
c.
Pemberian layanan
1)
Konsultasi dengan guru-guru;
2)
Menyelenggarakan kerjasama dengan orangtua atau masyarakat;
3)
Berpartisipasi;
4)
Bekerjasama dengan personil sekolah lainnya;
5)
Melakukan penelitian.
d.
Kegiatan manajemen
Kegiatan
manajemen ini merupakan berbagai upaya untuk memantapkan, memelihara dan
meningkatkan mutu program bimbingan dan konseling melalui kegiatan-kegiatan
pengembangan program, pengembangan staf, pemanfaatan sumber daya dan
pengembangan penataan kebijaksanaan.
1)
Pengembangan program;
Pengembangan
program ini hendaknya diselaraskan dengan hasil kajian atau analisis tentang
tujuan dan program sekolah, kondisi objektif pencapaian tugas-tugas
perkembangan siswa, atau kebutuhan dan masalah siswa, kondisi objektif
lingkungan perkembangan siswa, implementasi aktual layanan BK di SMK, dan
perkembangan masyarakat (sosial budaya, dan dunia industri dan perusahaan).
Berdasarkan pertimbangan ini, maka seyogianya program BK itu bersifat fleksibel
(tilikan kontekstual) namun tetap idealis.
2)
Pengembangan staf;
Agar para
pembimbing dan personel sekolah lainnya mampu memberikan layanan bimbingan
secara bermutu, maka kepada mereka perlu diberikan penambahan, perluasan, atau
pendalaman tentang konsep-konsep atau keterampilan-keterampilan tertentu
tentang bimbingan, sesuai dengan deskripsi pekerjaan (kinerja) masing-masing.
Bentuk pengembangan staf itu bisa dilaksanakan melalui seminar, penataran, atau
lokakarya. Melalui kegiatan ini diharapkan para personel sekolah memiliki
kompetensi atau kemampuan sesuai dengan deskripsi kerja (kinerja)
masing-masing. Staf yang harus dikembangkan tersebut yaitu :
-
Kepala sekolah
-
Wakasek dan para PKS (pembantu kepala sekolah)
-
Guru mata pelajaran
-
Guru pembimbing dan konseling (konselor)
3)
Pemanfaatan sumber daya masyarakat
Aspek in
berkaitan dengan upaya sekolah untuk menjalin kerjasama dengan unsur-unsur
masyarakat yang dipandang relevan dengan peningkatan mutu layanan bimbingan.
Jalinan kerjasama ini seperti dengan pihak-pihak instansi pemerintah, instansi
swasta, organisasi profesi, para ahli dalam bidang tertentu yang terkait
seperti psikolog, psikiater, dokter, dan orangtua siswa.
4)
Pengembangan
atau penentuan kebijakan.
Pelaksanaan
pelayanan BK di sekolah didukung oleh kebijakan kepala sekolah secara jelas.
Kebijakan yang diluncurkan itu hendaknya dapat memfasilitasi (memberi kemudahan
dan peluang) bagi kelancaran implementasi program. Kebijakan yang perlu ditata
itu diantaranya menyangkut aspek-aspek struktur organisasi, rekrutment dan
pengembangan staf bimbingan, penyediaan sarana dan prasarana yang memadai,
pengalokasian biaya operational BK, dan penjadwalan waktu khusus untuk masuk
kelas bagi guru pembimbing sebagai wahana untuk pelaksanaan program yang
bersifat klasikal, menjamin kerjasama dengan pihak-pihak terkait.
D. Penyusunan Program Layanan Bimbingan dan Konseling Komprehensif
Melalui pemahaman dan penguasaan yang mendalam tentang asumsi pokok
program bimbingan dan konseling yang bersifat komprehensif dan penjabaran dalam
komponen-komponen yang ada di dalamnya, maka konselor diharapkan dapat menyusun
dan mengembangkan rencana aksi layanan dengan tujuan dan target terukur serta
berdasarkan skala prioritas layanan yang sesuai dengan kebutuhan peserta didik.
Seorang konselor harus menyadari sepenuhnya bahwa tujuan-tujuan
yang akan ditetapkan dalam perencanaan program bimbingan dan konseling harus
menjadi bagian integral dari tujuan pendidikan nasional pada umumnya dan
visi/misi yang ada di sekolah secara khusus. Dengan demikian, petugas bimbingan
dan konseling mampu dengan tepat menentukan bagaimana cara yang efektif untuk
mencapai tujuan beserta sarana-sarana yang diperlukannya.[5]
Bimbingan dan konseling komprehensif sebagai suatu sistem memiliki tiga aspek utama (Gunawan, 2001),
yakni:
1.
Tujuan yang hendak dicapai sebagai aspek utama yang harus
ditentukan terlebih dahulu. Penetapan tujuan akan memudahkan konselor
menentukan strategi yang akan dikembangkan dalam rangka mencapai tujuan yang
dimaksud.
2.
Kegiatan pokok yang menunjang langsung tercapainya tujuan.
Bagian-bagian pokok dari suatu sistem dan strategi yang dikembangkan biasanya
disebut sebagai penjabaran aktivitas dari suatu strategi yang di dalamnya
terdapat aktivitas utama yang hendak dilakukan. Dengan kata lain, tercapainya
tujuan hanya mungkin terjadi melalui implementasi kegiatan-kegiatan yang
dimaksud. Kegiatan-kegiatan yang dikembangkan sebaiknya dirumuskan secara tepat
sasaran dan dengan dampak yang terukur.
3.
Implementasi kegiatan (proses) atau berfungsinya isi dari suatu
strategi yang mengarah pada pencapaian tujuan. Kegiatan-kegiatan yang telah
ditetapkan semaksimal mungkin harus diusahakan dapat terlaksana sebaik mungkin.
Sistematika penyusunan dan pengembangan program bimbingan dan
konseling komprehensif pada dasarnya terdiri dari dua langkah besar, yaitu:
1. Pemetaan Kebutuhan, Masalah, dan Konteks Layanan
Penyusunan program BK di sekolah haruslah dimulai dari kegiatan
asesmen (pengukuran, penilaian) atau kegiatan mengidentifikasi aspek-aspek yang
dijadikan bahan masukan bagi penyusunan program/layanan (Depdiknas, 2007).
Ada beberapa pengertian tentang asesmen menurut para ahli, menurut
Robert M Smith (2002), Asesmen merupakan suatu penilaian yang komprehensif dan
melibatkan anggota tim untuk mengetahui kelemahan dan kekuatan yang mana hasil
keputusannya dapat digunakan untuk layanan pendidikan yang dibutuhkan anak
sebagai dasar untuk menyusun suatu rancangan pembelajaran.
Menurut James A. Mc. Lounghlin & Rena B Lewis, asesmen
merupakan proses sistematika dalam mengumpulkan data seseorang anak yang
berfungsi untuk melihat kemampuan dan kesulitan yang dihadapi seseorang saat
itu, sebagai bahan untuk menentukan apa yang sesungguhnya dibutuhkan.
Berdasarkan informasi tersebut guru akan dapat menyusun program pembelajaran
yang bersifat realitas sesuai dengan kenyataan objektif.
Menurut Bomstein dan Kazdin (1985, asesmen diantaranya
mengidentifikasi masalah dan menyeleksi target intervensi, memilih dan
mendesain program treatmen, mengukur dampak treatmen yang diberikan secara
terus menerus, dan mengevaluasi hasil-hasil umum dan ketepatan dari terapi.
Berdasarkan pengertian yang telah dikemukakan di atas, dapat
disimpulkan asesmen dilakukan untuk mengetahui keadaan anak pada saat tertentu
(waktu dilakukan asesmen) baik potensi-potensinya maupun kelemahan-kelemahan
yang dimiliki anak sebagai bahan untuk menyusun suatu program pembelajaran
sehingga dapat melakukan layanan / intervensi secara tepat.[6]
Kegiatan asesmen ini meliputi :
1.
Asesmen konteks lingkungan program yang terkait dengan kegiatan
mengidentifikasi harapan dan tujuan sekolah, orangtua, masyarakat, dan stakeholder
pendidikan terlibat, sarana dan prasarana pendukung program bimbingan, kondisi
dan kualifikasi konselor, serta kebijakan pimpinan sekolah;
2.
Asesmen kebutuhan dan masalah peserta didik yang menyangkut
karakteristik peserta didik; seperti aspek fisik (kesehatan dan
keberfungsiannya), kecerdasan, motivasi, sikap dan kebiasaan belajar, minat,
masalah-masalah yang dihadapi, kepribadian, tugas perkembangan psikologis.
Melalui pemetaan ini diharapkan program dan layanan BK yang
dikembangkan oleh konselor benar-benar dibutuhkan oleh seluruh segmen yang
terlibat dan sesuai dengan konteks lingkungan program. Dengan kata lain,
program dan kegiatan yang tertuang dalam rencana per semester ataupun tahunan
bukan sekedar tuntutan administratif, melainkan tuntutan tanggung jawab yang
sungguh harus dilaksanakan secara professional.
2.
Desain Program Bimbingan Konseling dan
Rencana Aksi (Action Plan)
Dalam mendesain program bimbingan konseling serta rencana aksi yang
akan dilakukan, konselor dan petugas bimbingan perlu melakukan hal-hal berikut
ini:
a)
Identifikasikan dan rumuskan berbagai kegiatan yang perlu
dilakukan.
b)
Pertimbangkan porsi waktu yang diperlukan untuk melaksanakan setiap
kegiatan di atas. Apakah kegiatan itu dilakukan dalam waktu tertentu atau terus
menerus.
c)
Inventarisasi kebutuhan yang diperoleh dari needs assessment ke
dalam tabel kebutuhan yang akan menjadi rencana kegiatan. Rencana kegiatan
dimaksud dituangkan ke dalam rancangan jadwal kegiatan untuk satu tahun.
d)
Program bimbingan dan konseling Sekolah/Madrasah yang telah
dituangkan ke dalam rencana kegiatan perlu dijadwalkan ke dalam bentuk kalender
kegiatan. Kalender kegiatan mencakup kalender tahunan, semesteran, bulanan, dan
mingguan.
e)
Program bimbingan dan konseling perlu
dilaksanakan dalam bentuk kontak langsung, dan tanpa kontak langsung dengan
peserta didik. Untuk kegiatan kontak langsung yang dilakukan secara klasikal di
kelas (pelayanan dasar) perlu dialokasikan waktu terjadwal 2 (dua) jam
pelajaran per kelas per minggu. Adapun kegiatan bimbingan tanpa kontak langsung
dengan peserta didik dapat dilaksanakan melalui tulisan (seperti e-mail,
buku-buku, brosur, atau majalah dinding), kunjungan rumah (home visit), konferensi kasus (case conference), dan alih
tangan (referral).
BAB III
PENUTUP
A. Simpulan
Bimbingan konseling komprehensif merupakan bentuk layanan yang
menekankan pada upaya pencapaian tugas perkembangan, pengembangan potensi, dan
pengentasan masalah konseli. Program bimbingan konseling komprehensif ini
mengandung empat komponen pelayanan, yaitu pelayanan dasar, pelayanan
responsive, perencanaan individual, dukungan sistem.
Dalam pelaksanaannya,
pendekatan ini menekankan kolaborasi antara konselor dengan para personal
Sekolah/ Madrasah lainnya (pimpinan Sekolah/Madrasah, guru-guru, dan staf
administrasi), orang tua konseli, dan pihak-pihak terkait lainnya (seperti
instansi pemerintah/swasta dan para ahli : psikolog dan dokter). Pendekatan ini
terintegrasi dengan proses pendidikan di Sekolah/Madrasah secara keseluruhan
dalam upaya membantu para konseli agar dapat mengembangkan atau mewujudkan
potensi dirinya secara penuh, baik menyangkut aspek pribadi, sosial, belajar,
maupun karir.
Program bimbingan dan konseling yang komprehensif membutuhkan
kebijakan di sekolah yang integratif yaitu adanya keselarasan antara kebijakan
dalam bidang pengajaran, bimbingan, kegiatan ekstrakurikuler, kebijakan
keuangan, sarana dan prasarana, personalian dan lain-lain.
Program bimbingan dan konseling yang komprehensif membutuhkan
dukungan manajemen sekolah yang adil dan setara sehingga sekolah memberikan
perhatian yang memadai dan setara terhadap semua unsur yang penting bagi
jalanya proses pendidikan. Dukungan finansial yang memadai, fasilitas yang
memadai dan pemberian waktu yang memadai untuk bimbingan, pengajaran dan
kegiatan pendidikan lain di sekolah adalah bukti kebijakan yang integratif di
sebuah lembaga pendidikan.
DAFTAR PUSTAKA
Sutirna. Bimbingan dan Konseling Pendidikan Formal, Nonformal,
dan Informal. Yogyakarta : Andi. 2013.
Yusuf, Syamsu dan Juntika Nurihsan. Landasan Bimbingan dan
Konseling. Bandung : Remaja Rosdakarya. 2006.
Rahman Fathur. Bahan
Diklat Profesi Guru Sertifikasi Guru Rayon 11 : Penyusunan Program BK Di
Sekolah. Universitas Negeri Yogyakarta. 2010.
Gunawan, Y. Pengantar
Bimbingan dan Konseling; Buku Panduan Mahasiswa. Jakarta: PT. Prehallindo.
2001.
Suherman, Uman.
Manajemen Bimbingan dan Konseling. Bandung : Rizqi Press. 2009.
Bandono,
Penyusunan Program BK Sekolah Komprehensif, http://bandono.web.id/2009/11/09/penyusunan-program-bk-sekolah-komprehensif.php
(diakses pada 11 Juni 2015 pukul 09:13)
Khusnul Marlia, Program Pengembangan Bimbingan Konseling
Komprehensif, http://khusnul/program-pengembangan-bimbingan-konseling-komprehensif/
(diakses pada 11 Juni 2015 pukul 08:00)
Prasetya,
Alfian Budi. Bimbingan dan Konseling Komprehensif. http://alfiean-prasetya.blogspot.com/2012/04/bimbingan-dan-konseling-komprehensif.html?m=1
(diakses pada 11 Juni 2015 pukul 09:20)
[1] Sutirna, Bimbingan
dan Konseling Pendidikan Formal, Nonformal, dan Informal, (Yogyakarta :
Andi), 2013, hal 66
[2] Ibid
[3] Syamsu Yusuf
dan Juntika Nurihsan, Landasan Bimbingan dan Konseling, (Bandung :
Remaja Rosdakarya), 2006, hal 30
[4] Op.Cit hal
70
[5] Bandono, Penyusunan Program BK Sekolah Komprehensif, http://bandono.web.id/2009/11/09/penyusunan-program-bk-sekolah-komprehensif.php (diakses pada 11 Juni 2015 pukul 09:13)
[6] Khusnul
Marlia, Program Pengembangan Bimbingan Konseling Komprehensif, http://khusnul/program-pengembangan-bimbingan-konseling-komprehensif/ (diakses pada
11 Juni 2015 pukul 08:00)
Post a Comment