0

IBADAH MENURUT AL-QURAN

Posted by Unknown on 8:40 PM

BAB I

PENDAHULUAN


A.    Latar Belakang

            Jika pilar islam yang pertama, yaitu akidah yang bersih dari syirik, pilar islam yang kedua adalah ibadah yang benar, terbebas dari bid’ah. Ibadah berasal dari kata ‘abada, ya’budu, yang berarti menghamba atau tunduk dan patuh. ‘abdun berarti budak atau hamba sahaya, alma’bad berarti mulia dan agung, ‘abada bihi berarti selalu mengikutinya, alma’bud berarti yang memiliki, yang dipatuhi dan diagungkan.
           Pada dasarnya kata ibadah mempunyai pengertian yang berbeda – beda tergantung dari sudut mana para ahli mendasarkan nazhar atau pandangannya dan maksud yang dikehendaki oleh masing – masing ahli ilmu.
            Ibadah adalah ghayah ( tujuan ) diciptakannya manusia, jin dan makhluk lainnya. Ibadah merupakan suatu nama yang melingkupi segala yang diridhai Allah dalam bentuk ucapan maupun perbuatan, baik yang tampak maupun tersembunyi.
             Dalam makalah ini akan sedikit banyak dipaparkan tentang pengertian ibadah, lapangan ibadah dalam islam, serta karakteristik atau macam-macam ibadah dalam islam.

B.     Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah dipaparkan di atas, maka dapat dirumuskan permasalahan sebagai berikut :
1.      Apa pengertian Ibadah ?
2.      Apa saja lapangan ibadah dalam islam ?
3.      Bagaimana Karakteristik ibadah dalam islam ?

C.     Tujuan

Berdasarkan rumusan masalah yang telah diuraikan sebelumnya, maka tujuan dari penulisan makalah ini adalah :
1.      Mengetahui dan memahami tentang pengertian ibadah;
2.      Mengetahui dan memahami lapangan ibadah dalam islam;
3.      Mengetahui dan memahami karakteristik ibadah dalam islam.



BAB II

PEMBAHASAN


A.    Pengertian Ibadah

Kata ibadah berasal dari kata ‘abada, yu’aabidu, ibadatan, artinya menyembah, mempersembahkan, tunduk, patuh, taat. Seseorang yang tunduk, patuh, merendahkan diri, dan hina dihadapan yang disembah disebut “abid” (yang beribadah).
Menurut Yusuf Qardhawi, ibadah adalah ketaatan terhadap sesuatu yang maha besar, yang objeknya tidak dapat ditangkap oleh panca indera. Maka ketaatan kepada objek yang kongkrit, yang dapat ditangkap oleh pancaindera, seperti kepada penguasa tidak termasuk ibadah. Dalam struktur bahasa arab, kata al’ibad dari kata al’ibadah kebanyakan ditunjukan kepada Allah SWT, sedang al’abid diambil dari kata al’ubidiyah, yang berarti budak ditunjukan kepada selain Allah SWT.
Disini ibadah diartikan sebagai ketaatan dan ketundukan kepada yang kongkrit, yang dapat ditangkap oleh pancaindera, seperti ketaatan kepada penguasa (manusia, atau mahluk lain) tidak termasuk pengertian ibadah.
Menurut ulama tauhid dan hadits, ibadah adalah mengesakan dan mengangungkan Allah sepenuhnya, serta menghinakan diri dan menundukan jiwa kepada-Nya. Menurut mereka ibadah sama dengan tauhid. Sedangkan menurut ahli akhlak, ibadah adalah mengerjakan segala bentuk ketaatan badaniyah dan menyelenggarakan segala syariat (hukum).
Ulama tasawuf mengartikan ibadah sebagai pekerjaan seorang mukalaf yang berlawanan dengan keinginan hawa nafsunya untuk membesarkan Tuhannya. Sedangkan menurut ahli fiqih, ibadah adalah bentuk ketaatan yang engkau kerjakan untuk mencapai keridahaan Allah SWT dan mengharapkan pahalanya di akhirat.
Ahli tauhid, ahli tafsir dan ahli hadits mengartikan ibadah sebagai berikut :
·         Ibadah adalah mengesakan Allah, menta’zimkan-nya dengan sepenuh-penuh ta’zim, serta menghinakan diri dan menundukan jiwa kepada-Nya (menyembah Allah sendiri-Nya)
·         Ibadah adalah tauhid (mengesakan Allah sekalian alam)
·         Segala lafadz ibadah dalam alquran diartikan dengan tauhid
·         Tauhid adalah mengesakan Allah, Tuhan yang disembah (mengakui keesaan-Nya) serta mengitikadkan pula keesaan-Nya pada zat-Nya dan pada pekerjaan-Nya.
Para ulama membagi ibadah kepada ibadah mahdah dan ibadah ghairu mahdah. Ibadah mahdah seperti iman, shalat, puasa. Ibadah ghairu mahdah seperti zakat, kafarat. Mereka juga membagi ibadah atas lima yaitu :
1.      Ibadah badaniyah (dzatiyah) seperti shalat
2.      Ibadah maliyah seperti zakat
3.      Ibadah ijtima’iyah seperti haji
4.      Ibadah ijabiyah, seperti thawaf
5.      Ibadah salbiyah seperti meninggalkan segala yang diharamkan dalam masa ihram.
Ibadah secara umum meliputi segala hal yang disukai Allah dan yang diridhai-Nya, baik berupa perkataan, maupun berupa perbuatan baik yang terang maupun yang tersembunyi. Dari pengertian tersebut termasuk dalam ibadah segala rupa hukum, baik yang dipahamkan maknanya maupun yang tidak, baik yang berkaitan dengan anggota maupun dengan lidah ataupun dengan hati.
Dengan demikian ibadah dapat diartikan secara khas (tertentu) maupun ‘aam (lengkap, umum). Secara khas menurut ahli ushul fiqh, ibadah adalah segala hukum yang tidak terang illatnya, tidak terang kemuslihatannya. Menurut ahli fiqh ibadah adalah segala hukum yang dikerjakan untuk mengharapkan pada di akhirat, dikerjakan sebagai tanda pengabdian kita kepada Allah SWT. Secara ‘aam ibadah adalah segala hukum yang kita laksanakan atas nama ketetapan Allah dan diridhai oleh-Nya.
Ibadah mempunyai dua unsur, yaitu ketundukan dan kecintaan yang paling dalam kepada Allah SWT. Ketundukan adalah unsur yang paling tinggi, sedangkan kecintaan merupakan implementasi dari ketundukan. Ibadah juga mengandung unsur kehinaan yaitu kehinaan yang paling rendah dihadapan Allah SWT.
Ibadah adalah hak Allah yang wajib dipatuhi. Maka manusia tidak diwajibkan beribadah kepada selain Allah, karena hanya Allah sendiri yang berhak menerimanya, karena Allah sendiri yang memberikan nikmat paling besar kepada mahluknya, yaitu memberikan nikmat yang paling besar kepada mahluknya yaitu hidup, wujud dan segala yang berhubungan dengannya.
Ibadat adalah tujuan hidup manusia. Ibadah adalah tujuan dijadikannya jin, manusiam dan mahluk lainnya. Maka manusia wajib melaksanakan ibadah kepada Allah SWT atas dasar ikhlas secara sah yaitu sesuai petunjuk syara’.[1]

B.     Lapangan Ibadah dalam Islam


Orang yang ingin berada di jalan Allah, maka ia berada pada tempat rawan yang membahayakan dan banyak perkara serta keadaan yang berubah-ubah. Dalam beribadah untuk mencapai jalan menuju kepada Allah akan dapat tersampaikan kepada-Nya jika dijalani seseorang dengan sungguh-sungguh, bekerja keras, dan tabah hati. Ia sanggup berjuang melawan keinginan hawa nafsu, berjuang melawan bujukan syetan dan menjauhi godaan-godaannya, berjuang menundukkan diri agar tetap dalam batas-batas syara’, mentaati perintah-perintah Allah dan menjauhi larangan-larangan-Nya.[2]
Dalam hal beribadah terdapat banyak lapangan atau ruang untuk seseorang beribadah kepada Allah, sesuai yang telah dijelaskan dalam kitab Riyadus Shalihin tentang permasalahan agama dalam semua dimensi kehidupan yang mencakup ibadah sesuai yang dijelaskan pada firman allah pada surat Al-Baqarah ayat 215, وَمَاتَفْعَلُوامِنْ خَيَرِفَاإِنَّ اللَّهَ بِهِ عَليمٌ
Artinya : “Apa saja yang kebaikan yang kamu perbuat, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui” (Q.S. al-baqarah ayat : 215)
Dari ayat yang telah dijelaskan di atas, maka dapat kita ketahui bahwa lapangan dalam beribadah salah satunya dengan berbuat kebaikan. Selain itu lapangan beribadah dalam islam dapat dilakukan dengan cara :
1.      Beriman kepada Allah dan Berjuang di jalan-Nya
Hal ini sesuai dengan hadits :
 عَنْ أَبِيْ ذَرٍّخُنْدُبِ بْنِ جُنَادَةَرَضيَ اللَّه عَنْهُ،قَالَ،قُلْتُ:يَارَسُوْلَ اللَّه، أَيُّ اْلأَعْمَالِ
أَفْضَلُ؟قَالَ:اَلإِيْمَانُ بِاللَّهِ وَالْجِهَادُفِيْ سَبِيْلِهِ.قُلْتُ:أَيُّ الرِّقَابِ
أَفْضَلُ؟قَالَ:أَنْفَسُهَاعِنْدَأَهْلِهَاوَأَكْثَرُهَاثَمَنًا.قُلْتُ:فَإِنْ لَمْ أَفْعَلْ؟قَالَ:تُعِيْنُ صَانِعًاأَوْتَصْنَعُا
لِأَخْرَقَ.قُلْتُ:يَارَسُوْلَ اللَّه،أَرَأَيْتَ إِنْ ضَعُفْتُ عَنْ بَعْضِ الْعَمَلِ؟قَالَ:تَكُفُّ شَرَّكَ عَنِ النّاسِ فَاِنَّهَاصَدَقَةٌمِنْكَ عَلَي نَفْسِكَ مُتَّفَقٌ عليه

Dari Abu Dzar alias Jundub bin Junadah ra. Ia berkata, aku pernah bertanya kepada Rasulullah “Wahai Rasulullah, amal perbuatan apa yang paling utama?”. Beliau bersabda, “Beriman kepada Allah dan berjuang di jalan-Nya.” Aku bertanya, “Budak-budak yang bagaimana yang paling utama untuk dimerdekakan?” Beliau bersabda “Budak yang sangat disayangi oleh tuannya dan yang paling mahal harganya”. Aku bertanya “kalau aku tidak mampu melakukannya?” Beliau bersabda “kamu bantu orang yang sedang susah atau kamu berbuat sesuatu untuk orang yang tidak bisa bekerja dengan baik”. Aku bertanya “wahai Rasulullah bagaimana jika aku tidak mampu melakukan hal itu?” Beliau bersabda, “hindarkan kejahatanmu dari orang lain, karena hal itu adalah sedekah darimu dan untukmu.”

2.      Menyambut tamu dengan muka berseri-seri

وَعَنْهُ،قَالَ:قَالَ لِيْ النَّبِيُّ صَلَّي اللَّه عَلَيْهِ وَسَلَّمَ:لاَتَحْقِرنَّ مِنَ الْمَعرُوْفِ شَيْأًوَلَوْأَنْ تَلقَي أَخَاكَ بِوَجْهٍ طَلِيْقٍ.رواه سملم

Dari Abu Dzar, ia berkata, Nabi bersabda kepadaku, “Janganlah sekali-kali kamu meremehkan sesuatu yang ma’ruf sedikit pun, walaupun itu hanya sekedar menyambut saudaramu dengan muka yang berseri-seri.” (HR Muslim).



3.      Melaksanakan shalat lima waktu, shalat jumat, dan puasa ramadhan

وَعَنْهُ،عَن ْرَسُوْلَ اللَّه صَلَّي اللَّه عَلَيْهِ وَسَلَّمَ،قَالَ:اَلصَّلَوَاتُ الْخَمْسُ،وَالْجُمُعَةُ إِلَي الْجُمُعَةِ ،وَرَمَضَانُ إِلَي رَمَضَانَ مُكَّفِّرَاتٌ لِمَابَيْنَهُنَّ إِذَااجْتُنِبَتِ الْكَبَا ئِرُ.رواه سملم

Dari Abu Hurairah ra, dari Rasulullah saw, beliau bersabda “shalat fardhu lima waktu, shalat jumat yang satu ke shalat jumat berikutnya, dan berpuasa pada bulan ramadhan yang satu sampai bulan ramadhan berikutnya adalah sebuah pelebur dosa-dosa yang dilakukan di antara kesemuanya itu selama dosa-dosa besar dijauhi” (HR muslim).

C.     Pembagian dan Karakteristik Ibadah


1)      Pembagian Ibadah
Ibadah itu sendiri bisa dikelompokan ke dalam kategori berdasarkan beberapa klasifikasi, antara lain:
1.      Pembagian ibadah didasarkan pada umum dan khusus (khashashah dan ‘ammah)
a.       Ibadah khashashah ialah ibadah yang ketentuannya telah ditetapkan oleh nash, seperti shalat, zakat, puasa dan haji.
b.      Ibadah ‘ammah, yakni semua pernyataan baik yang dilakukan dengan niat yang baik dan semata-mata karena Allah, seperti makan, minum, bekerja dan lain sebagainya dengan niat melaksanakan perbuatan itu untuk menjaga badan jasmaniah dalam rangka agar dapat beribadah kepada Allah.
2.      Pembagian ibadah dari segi hal-hal yang bertalian dengan pelaksanaannya dibagi menjadi tiga:
a.       Ibadah jasmaniah, ruhiyah, seperti sholat dan puasa;
b.      Ibadah ruhiyah dan amaliyah, seperti zakat;
c.       Ibadah jasmaniah ruhiyah dan amaliyah, seperti mengerjakan haji.
3.      Pembagian ibadah dari segi kepentingan perseorangan atau masyarakat, dibagi menjadi dua:
a.       Ibadah fardhi, seperti salat dan puasa;
b.      Ibadah ijtima’I seperti zakat dan haji.
4.      Pembagian ibadah dari segi sifatnya
a.       Ibadah yang berupa perkataan atau ucapan lidah, seperti membaca do’a, membaca Al Qur’an, membaca dzikir, membaca tahmid dan mendoakan orang yang bersin;
b.      Ibadah yang berupa pekerjaan tertentu bentuknya meliputi perkataan dan perbuatan, seperti shalat, zakat, puasa, dan haji;
c.       Ibadah yang berupa perbuatan yang tidak ditentukan bentuknya, seperti menolong orang lain, berjihad, membela diri dari gangguan;
d.      Ibadah yang pelaksanaannya menahan diri, seperti ihram, puasa dan I’tikaf, dan menahan diri untuk berhubungan dengan istrinya;
e.       Ibadah yang sifatnya menggugurkan hak, seperti membebaskan hutang dan memaafkan orang yang bersalah.

Dalam beribadah, terdapat dua syarat yang harus dipenuhi, yakni:
1.      Ikhlas, yakni semata-mata karena Allah;
2.      Sah, maksudnya amal itu dilakukan sesuai dengan kehendak syara’.
Menurut rumusan fukaha, sah ialah lawan batal. Perbuatan yang dihukumi sah, ila memenuhi rukun dan syarat-syaratnya. Dalam urusan perkawinan bila tidak terpenuhi rukun, disebut batal dan bila tidak memenuhi syarat-syaratnya maka fasid.
Pada pembagian ibadah di muka telah diterangkan bahwa ibadah khashasah ialah yang ditentukan bentuk ketentuan dan pelaksanannya. Sedang ibadah ‘ammah adalah semua perbuatan yang mendatangkan kebaikan dan dilaksanakan dengan niat semata-mata karena Allah. Pernyataan diatas, seakan-akan niat merupakan kriteria pada ibadah ‘ammah dan tidak merupakan kriteria pada ibadah mahdhah, padahal niatpun ada pada ibadah mahdlah. Sebagian berpendapat niat adalah rukun, sebagian berpendapat merupakan syarat. "Bahwasanya segala amal menurut niat dan bahwasananya bagi seseorang itu apa yang diniatkan.” (HR Bukhari dan Muslim dari Umar)
2)      Karaktreristik Ibadah 
Ibadah memiliki karakte­ristik tertentu yang khas, yakni: 
Pertama, ibadah bersifat tauqifiyah alias diterima apa ada­nya dari Dzat yang disembah. Apa yang ditetapkan Allah me­lalui nash-nash al-Qur’an dan as-Sunnah dilaksanakan sebagai­mana pengertiannya tanpa disa­lahi. Seorang muslim (secara bahasa artinya pasrah) melak­sanakan sholat, shaum, maupun haji dengan cara tertentu. Tidak dibenarkan seorang muslim sho­lat dengan meletakkan kedua tangannya di tengkuknya, sebab tidak ada nash yang menyebut hal itu. Juga tidak dibenarkan seorang muslim melaksanakan kewajiban haji di bulan Rama­dhan, sebab haji itu telah dite­tapkan waktunya menurut sun­nah Rasul yaitu di bulan Zul­hijjah. Rasulullah SAW bersabda: “Sholatlah kalian sebagaimana aku sholat.” “Ambilah dariku manasik (rute perjalanan haji) kalian.”
Kedua, ibadah itu secara hukum diperintahkan oleh Allah tanpa sebab disyari’atkannya (tanpa ilat syar’iyyah). Misalnya, disyari’atkannya wudlu bukanlah demi kebersihan. Diwajibkannya sholat bukanlah supaya kaum muslmin berolahraga.
Ketiga, ibadah hanya di­lakukan untuk Allah semata. Hukum-hukum ibadah mengatur hubungan seorang muslim, seba­gai makhluk, dengan khaliknya. Maka tidak boleh seorang mus­lim dalam ibadahnya menseri­katkan Allah SWT dengan seo­rang pun di antara makhluk-Nya. Diibadahi merupakan hak tung­gal Allah SWT. Itulah makna lailaha illallah, yakni la ma’buuda illallah. Artinya, tidak ada tuhan yang berhak disembah kecuali Allah. Allah SWT berfirman: Janganlah kamu sembah di samping (menyembah Allah, tuhan apapun yang lain. (Qs. Al-Qashash [28]: 88).
Barang siapa mengharap perjumpaan dengan Tuhannya maka hendaklah ia mengerjakan amal yang saleh dan janganlah ia mempersekutukan seorangpun dalam beribadat kepada Tuhannya. (Qs. Al-Kahfi [18]: 110).
Keempat, ibadah yang diterima hanyalah yang dikerjakan dengan niat ikhlas lillahita’ala. Seorang muslim yang melaksanakan sholat Maghrib tanpa niat lillahi ta’ala, sholatnya tidak diterima, tidak mendapatkan pahala, dan belum menggugurkan kewajiban sholat itu sendiri. Rasulullah Saw bersabda:
Sesungguhnya amal-amal (mes­ti dikerjakan) dengan niat.” [HR. Bukhari].
Maksud dari amal-amal pada hadits tersebut adalah khusus amal ibadah, sebab amal selain ibadah tak perlu disertai niat.
Kelima, ibadah kepada Allah secara langsung, tanpa pe­rantara. Seorang muslim sholat menghadap Allah SWT dan ber­kata-kata dalam bacaan sho­latnya langsung kepada Allah SWT. Ketika seorang muslim berlapar-lapar di dalam berpu­asa, laparnya itu langsung dihu­bungkan dan diniatkan untuk Allah SWT. Dan dengan kekua­saan Allah SWT setiap muslim langsung mendapatkan hot line untuk bermunajat dan menga­jukan segala keluh kesahnya kepada Allah SWT di dalam doa-doanya. Allah SWT telah menyatakan dalam firman-Nya:

Dan apabila hamba-hamba-Ku bertanya kepadamu tentang Aku, maka (jawablah), bahwasanya Aku adalah dekat. Aku menga­bulkan permohonan orang yang berdo`a apabila ia memohon kepada-Ku. (Qs. al-Baqarah [2]: 186).
Keenam, ibadah mudah dilaksanakan. Allah SWT tidak memerintahkan kepada hamba-Nya sesuatu yang tak mampu dilaksanakan. Bahkan dalam hu­kum-hukum ibadah ada rukhshoh atau keringanan. Seorang mus­lim yang sakit boleh sholat sam­bil duduk. Seorang musafir bo­leh berbuka (tidak shaum) di bu­lan Ramadhan. Orang yang sakit dan buta dibebaskan dari ke­wajiban jihad fi sabilillah. Allah SWT berfirman: Allah tidak membebani seseorang melainkan sesuai dengan kesanggupannya. (Qs. Al-Baqarah [2]: 286) Rasulullah Saw bersabda: “Sesungguhnya agama (Islam) ini mudah.”[3]

BAB III

PENUTUP


A.    Kesimpulan

Kata ibadah berasal dari kata ‘abada, yu’aabidu, ibadatan, artinya menyembah, mempersembahkan, tunduk, patuh, taat. Seseorang yang tunduk, patuh, merendahkan diri, dan hina dihadapan yang disembah disebut “abid” (yang beribadah).
Ibadah mempunyai dua unsur, yaitu ketundukan dan kecintaan yang paling dalam kepada Allah SWT. Ketundukan adalah unsur yang paling tinggi, sedangkan kecintaan merupakan implementasi dari ketundukan. Ibadah juga mengandung unsur kehinaan yaitu kehinaan yang paling rendah dihadapan Allah SWT.
Ibadat adalah tujuan hidup manusia. Ibadah adalah tujuan dijadikannya jin, manusiam dan mahluk lainnya. Maka manusia wajib melaksanakan ibadah kepada Allah SWT atas dasar ikhlas secara sah yaitu sesuai petunjuk syara’.
Lapangan beribadah kepada allah dapat dilakukan dengan cara, beriman dan berjuang di jalan-Nya, menyambut tamu dengan muka berseri-seri, shalat fardhu, shalat jumat, dan melaksanakan puasa ramadhan.
Karakteristik ibadah dalam dikelompokan menjadi :
1.      Ibadah bersifat tauqifiyah alias diterima apa ada­nya dari Dzat yang disembah.
2.      Ibadah itu secara hukum diperintahkan oleh Allah tanpa sebab disyari’atkannya (tanpa ilat syar’iyyah).
3.      Ibadah hanya di­lakukan untuk Allah semata.
4.      Ibadah yang diterima hanyalah yang dikerjakan dengan niat ikhlas lillahita’ala.
5.      Ibadah kepada Allah secara langsung, tanpa pe­rantara.
6.  Ibadah mudah dilaksanakan. Allah SWT tidak memerintahkan kepada hamba-Nya sesuatu yang tak mampu dilaksanakan.




[1] Zurinal dan Aminuddin, Fiqih Ibadah, (Jakarta : Lembaga Penelitian UIN Syarif Hidayatullah Jakarta), 2008, hal : 32
[2] Ardani, Fikih Ibadah Praktis, (Jakarta : Bumbu Dapur Communication), 2008, hal : 13
[3] David Irawan, Pengertian Ibadah, 2011, diakses dari http://petrukdavid.blogspot.com/2011/03/pengertian-ibadah.html pada tanggal 19 Mei 2015 pukul 11.30

0 Comments

Post a Comment

Copyright © 2009 Ratna Sari Maulana's All rights reserved. Theme by Laptop Geek. | Bloggerized by FalconHive.