1

MAKALAH KA-ANDAL PRODUKSI SABUN DAN DETERGEN

Posted by Unknown on 10:30 AM


BAB 1
PENDAHULUAN

1.1.   Latar Belakang

Pembangunan yang pesat di bidang perindustrian memberikan pula dampak negatif berupa meningkatnya tekanan terhadap lingkungan. Hal ini terjadi karena  pembangunan  yang  kurang  memperhatikan  daya  dukung  dan  daya tampung lingkungan setempat, yang pada akhirnya meningkatkan pencemaran dan kerusakan lingkungan. 
Apabila hal ini dibiarkan  terus  menerus akan berakibat pada masalah-masalah yang semakin kompleks dan sulit penanganannya. Oleh karenanya pembangunan yang harus dilakukan adalah pembangunan yang berwawasan lingkungan yaitu pembangunan yang memadukan lingkungan hidup dengan sumber daya alam, untuk mencapai keberlanjutan pembangunan yang menjadi jaminan bagi kesejahteraan dan mutu hidup generasi masa kini dan generasi masa depan.
Salah satu upaya yang dilakukan untuk meminimasi dampak negatif yang timbul  dari  suatu  kegiatan  maka  dilakukan  penyusunan  kajian  kelayakan lingkungan berupa AMDAL (Analisis Mengenai Dampak Lingkungan Hidup) atau UKL & UPL (Upaya Pengelolaan Lingkungan Hidup dan Upaya Pemantauan Lingkungan Hidup). Sehingga melalui dokumen ini dapat diketahui dampak yang akan timbul dari suatu kegiatan kemudian bagaimana dampak-dampak tersebut dikelola baik dampak negatif maupun dampak positif.   
Gagasan Pembangunan Berkelanjutan secara bertahap mulai dimasukkan
kedalam kebijakan dan perencanaan pembangunan nasional. Hal ini terlihat dari
diberlakukannya peraturan perundangan mengenai pengelolaan lingkungan hidup
yaitu :
11.      Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup
22.     Peraturan  Pemerintah  Nomor  27 Tahun  1999 tentang Analisi Mengenai Dampak    Lingkungan,       pasal 1, pasal 3 ayat 4
33. Pelaksanaan  Peraturan  Pemerintah  tentang  AMDAL ini  telah  dituangkan dalam  Keputusan      Menteri  Negara  Lingkungan  Hidup  maupun Kepala Bapedal Nomor : Kep.056 Tahun 1994 dan Peraturan Perundangan AMDAL/UKL&UPL pada sektor industri.

Berdasarkan hal tersebut diatas maka diperlukan kajian yang komprehensif untuk mengungkap pelaksanaan pengelolaan dan pemantauan lingkungan pada beberapa industri dengan mengevaluasi pelaksanaan kewajiban pengelolaan dan pemantauan lingkungan sesuai dengan yang tercantum dalam kajian lingkungan baik AMDAL atau UKL & UPL.

1.2.   Tujuan dan Kegunaan Studi
Tujuan dilaksanakannya Studi ANDAL, adalah :
a.       Mengidentfikasikan rencana usaha atau kegiatan terutama yang berpotensi menimbulkan dampak penting terhadap lingkungan
b.      Mengidentifikasikan rona lingkungan hidup terutama yang akan terkena dampak penting
c.       Memprakirakan dampak dan mengevaluasikan dampak penting lingkungan

Kegunaan Studi ANDAL, adalah :
a.       Membantu pengambilan keputusan dalam pemilikan alternatif yang layak dari segi lingkungan
b.      Mengintegrasikan pertimbangan lingkungan dalam tahap perencanaan rinci dari suatu usaha atau kegiatan
c.       Sebagai pedoman untuk kegiatan pengelolaan dan pemantauan lingkungan.


BAB II
RUANG LINGKUP STUDI

22.1. Lingkup Rencana Usaha atau Kegiatan

Indonesia merupakan negara heterogen dari segi aktifitas perindustriannya, meskipun bukan termasuk negara perindustrian di Dunia. Perindustrian di Indonesia mulai dari industri rumah tangga, industri dengan beraggotakan komunitasnya saja,  hingga industri global dengan berbagai kerjasama dan cabang-cabang dari negara lain.
Beberapa perusahaan di kota-kota besar di Indonesia merupakan cabang/ kerjasama dari negara lain misalnya PT. Kao Indonesia, yang salah satu hasil produksinya adalah Sabun dan Detergent. Tidak hanya perusahaan tersebut yang memproduksi sabun di Indonesia, namun juga PT. Wings Indonesia, PT. Unilever dan lain sebagainya.
Proses pembuatan Sabun dan Detergent pada skala industri rumah tangga atau konvensional memang tidak terlalu rumit, namun apabila produksi ini dilakukan pada skala besar/ sekitar beberapa ton perhari tentulah membutuhkan ilmu khusus untuk melakukannya.
Hal yang harus dilakukan pada proses pembuatan Sabun dan Detergent adalah persiapan raw material (bahan baku), pengendalian proses, pengendalian alat, dan treatment hasil produksi. Semua hal tersebut akan dibahas pada kajian lingkungan/dokumen AMDAL atau UKL & UPL yang bertemakan tentang Produksi Sabun dan Detergent.
Sabun merupakan zat yang jika bereaksi dengan air sadah akan membentuk endapan. Sabun terbentuk dari garam sodium atau potassium dari asam karboksilat panjang (seperti asam stearat, asam oleat atau palmitat dan asam myristat) sebagai hasil hidrolisis terhadap minyak atau lemak oleh basa (NaOH atau KOH). Sabun berfungsi sebagai emulgator terhadap kotoran, minyak dan oli sehingga kotoran-kotoran ini mudah terlepas dan terbawa melalui pembilasan dengan air. Sifat sabun ini menjadi kurang berfungsi apabila air untuk pencuci atau pembilasnya bersifat sadah.
Sabun sendiri sebenarnya tidak pernah ditemukan, tetapi terus dikembangkan dari campuran mentah basa dan lemak. Pada abad pertama, Pliny, sang pencetus menjelaskan proses pembuatan sabun, hingga pada abad ke-13, sabun diproduksi secara industri. Sampai awal abad ke-18, sabun diyakini campuran lemak dan basa secara mekanis; hingga Chevruel, ahli kimia Perancis, menunjukkan bahwa pembuatan sabun sepenuhnya melibatkan reaksi kimia.
Sabun digunakan dalam produk laundry, sabun toilet, sampo, sabun cuci piring, dan produk pembersih pada rumah tangga. Kegunaan pada industri yaitu bahan pembersih, surfaktan khusus untuk anti kuman di rumah sakit, pengemulsi pada kosmestik, flowing dan wetting agent untuk bahan kimia pertanian, dan digunakan pada proses pengolahan karet. Secara umum, sabun dan detergen digunakan untuk menghilangkan minyak.
Sabun membentuk senyawa tidak larut dengan ion air sadah (Ca dan Mg) yang menyebabkan endapan dan mengurangi busa dan cleaning actionnya. Detergen bereaksi dengan ion air sadah yang hasil produknya larut atau terdispersi secara koloid dalam air.
Detergen dibagi dalam 4 kelompok utama, yaitu anionik, kationik, nonionik dan amfoterik. Kelompok terbesarnya adalah anionik yang biasanya adalah garam natrium dari sulfonat (organik sulfat).
Detergen berbeda dengan sabun dalam kerjanya pada air sadah. Sabun membentuk senyawa tidak larut dengan ion air sadah (Ca dan Mg) yang menyebabkan endapan dan mengurangi busa dan cleaning actionnya. Detergen bereaksi dengan ion air sadah yang hasil produknya larut atau terdispersi secara koloid dalam air.
Detergen dibagi dalam 4 kelompok utama, yaitu anionik, kationik, nonionik dan amfoterik. Kelompok terbesarnya adalah anionik yang biasanya adalah garam natrium dari sulfonat (organik sulfat).

2.2. Lingkup Rona Lingkungan Hidup Awal
Sesuai dengan hasil telaahan kaitan komponen kegiatan yang berpotensi menimbulkan dampak dan jenis-jenis dampak potensial yang ditimbulkannya, maka berikut ini adalah komponen lingkungan yang relevan untuk ditelaah dalam studi ANDAL :
a) Komponen geofisik kimia yang meliputi iklim dan kualitas udara ambien, kebisingan,kebauan, getaran fisiografi dan geologi hidrologi, dan kualitas air hidrooceonografi ruang, lahan dan tanah serta transportasi.
b) Komponen biologi meliputi biota darat dan biota air.
c) Komponen sosial ekonomi, budaya dan kesehatan masyarakat meliputi kependudukan, sosial   ekonomi, sosial budaya dan kesehatan masyarakat.


2.3. Lingkup Wilayah Studi

Penetapan lingkup wilayah studi dimaksudkan untuk membatasi wilayah studi ANDAL sesuai hasil pelingkupan dampak besar dan penting, dan dengan memperhatikan keterbatasan sumber daya, waktu, tenaga serta saran pendapat dan tanggapan dari masyarakat yang berkepentingan.
Lingkup wilayah studi ANDAL ditetapkan berdasarkan pertimbangan batas-batas tuang sebagai berikut:

1.      Batas Proyek
Yang dimaksud dengan batas proyek adalah ruang dimana suatu rencana usaha dan/atau kegiatan akan melakukan kegiatan pra konstruksi, konstruksi dan operasi. Dari ruang rencana usaha dan/atau kegiatan inilah bersumber dampak terhadap lingkungan hidup di sekitarnya, termasuk dalam hal ini alternatif lokasi rencana usaha dan/atau kegiatan. Posisi batas proyek ini agar dinyatakan juga dalam koordinat.

2.      Batas Ekologis
Yang dimaksud dengan batas ekologis adalah ruang persebaran dampak dari suatu rencana usaha dan/atau kegiatan menurut media transportasi limbah (air, udara), di mana proses alami yang berlangsung di dalam ruang tersebut diperkirakan akan mengalami perubahan mendasar. Termasuk dalam ruangan ini adalah ruang di sekitar rencana usaha dan/atau kegiatan yang secara ekologis memberi dampak terhadap aktivitas usaha dan/atau kegiatan.

3.      Batas Sosial
Yang dimaksud dengan batas sosial adalah ruang di sekitar rencana usaha dan/atau kegiatan yang merupakan tempat berlangsungnya berbagai interaksi sosial yang mengandung norma dan nilai tertentu yang sudah mapan (termasuk sistem dan struktur sosial), sesuai dengan proses dinamika sosial suatu kelompok masyarakat, yang diperkirakan akan mengalami perubahan mendasar akibat suatu rencana usaha dan/atau kegiatan.
Batas sosial ini sangat penting bagi pihak-pihak yang terlibat dalam studi ANDAL, mengingat adanya kelompok-kelompok yang kehidupan sosial ekonomi dan budayanya akan mengalami perubahan mendasar akibat aktivitas usaha dan/atau kegiatan. Mengingat dampak lingkungan hidup yang ditimbulkan oleh suatu rencana usaha dan/atau kegiatan menyebar tidak merata, maka batas sosial ditetapkan dengan membatasi batas-batas terluar dengan memperhatikan hasil identifikasi komunitas masyarakat yang terdapat dalam batas proyek, ekologis serta komunitas masyarakat yang berada di luar batas proyek dan ekologis namun berpotensi terkena dampak yang mendasar dari rencana usaha dan/atau kegiatan melalui penyerapan tenaga kerja, pembangunan fasilitas umum dan fasilitas sosial.

4.      Batas administratif
Yang dimaksud dengan batas administratif adalah ruang di mana masyarakat dapat secara leluasa melakukan kegiatan sosial ekonomi dan kegiatan sosial budaya sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku di dalam ruang tersebut.
Batas ruang tersebut dapat berupa batas administrasi pemerintah atau batas konsesi pengelola sumber daya oleh suatu usaha dan/atau kegiatan (misalnya, batas HPH, batas kuasa pertambangan).
Dengan memperhatikan batas-batas tersebut di atas dan memperhatikan kendala-kendala teknis yang dihadapi ( dana, waktu, dan tenaga), maka akan diperoleh ruang lingkup studi yang dituangkan dalam peta dengan skala yang memadai.

5.      Batas Ruang Lingkup Wilayah Studi ANDAL
Batas ruang lingkup wilayah studi ANDAL yakni ruang yang merupakan kesatuan dari keempat wilayah di atas, namun penentuannya disesuaikan dengan kemampuan pelaksana yang biasanya memiliki keterbatasan sumber data, seperti waktu, dana, tenaga, teknik dan metode telaahan.
Dengan demikian, ruang lingkup wilayah studi memang bertitik tolak pada ruang rencana usaha dan/atau kegiatan, kemudian diperluas ke ruang ekosistem, ruang sosial dan ruang administratif yang lebih luas.


BAB III
METODA STUDI

3.1. Gambaran Teknis Kegiatan Produksi Sabun dan Detergen











 



3.2.  Metoda Pengumpulan dan Analisis Data

A. Deterjen
Produk yang disebut deterjen ini merupakan pembersih sintetis yang terbuat dari bahan-bahan turunan minyak bumi. Dibanding dengan produk terdahulu yaitu sabun, deterjen mempunyai keunggulan antara lain mempunyai daya cuci yang lebih baik serta tidak terpengaruh oleh kesadahan air.
Detergen adalah Surfaktant anionik dengan gugus alkil (umumnya C – C) atau garam dari sulfonat atau sulfat berantai 915 panjang dari Natrium (RSO- Na + dan ROSO- Na + ) yang berasal 33 dari derivat minyak nabati atau minyak bumi (fraksi parafin dan olefin).
Setelah Perang Dunia II, detergen sintetik mulai dikembangkan akan tetapi karena gugus utama surfaktant ABS yang sulit di biodegradabel maka pada tahun 1965 industri mengubahnya dengan yang biodegradabel yaitu dengan gugus utama surfaktant LAS
Proses pembuatan detergen dimulai dengan membuat bahan penurun tegangan permukaan, misalnya : p – alkilbenzena sulfonat dengan gugus alkil yang sangat bercabang disintesis dengan polimerisasi propilena dan dilekatkan pada cincin benzena dengan reaksi alkilasi Friedel – Craft Sulfonasi, yang disusul dengan pengolahan dengan basa.
Pada umumnya, deterjen mengandung bahan-bahan berikut:
1. Surfaktan (surface active agent) merupakan zat aktif permukaan yang mempunyai ujung berbeda yaitu hydrophile (suka air) dan hydrophobe (suka lemak). Bahan aktif ini berfungsi menurunkan tegangan permukaan air sehingga dapat melepaskan kotoran yang menempel pada permukaan bahan. Surfaktant ini baik berupa anionic (Alkyl Benzene Sulfonate/ABS, Linier Alkyl Benzene Sulfonate/LAS, Alpha Olein Sulfonate/AOS), Kationik (Garam Ammonium), Non ionic (Nonyl phenol polyethoxyle), Amphoterik (Acyl Ethylenediamines)
2. Builder (Permbentuk) berfungsi meningkatkan efisiensi pencuci dari surfaktan dengan cara menon-aktifkan mineral penyebab kesadahan air. Baik berupa Phosphates (Sodium Tri Poly Phosphate/STPP), Asetat (Nitril Tri Acetate/NTA, Ethylene Diamine Tetra Acetate/EDTA), Silikat (Zeolit), dan Sitrat (asam sitrat).
3. Filler (pengisi) adalah bahan tambahan deterjen yang tidak mempunyai kemampuan meningkatkan daya cuci, tetapi menambah kuantitas atau dapat memadatkan dan memantapkan sehingga dapat menurunkan harga. Contoh : Sodium sulfate
4. Additives adalah bahan suplemen/ tambahan untuk membuat produk lebih menarik, misalnya pewangi, pelarut, pemutih, pewarna dan sebagainya yang tidak berhubungan langsung dengan daya cuci deterjen. Additives ditambahkan lebih untuk maksud komersialisasi produk. Contoh : Enzyme, Borax, Sodium chloride, Carboxy Methyl Cellulose (CMC) dipakai agar kotoran yang telah dibawa oleh detergent ke dalam larutan tidak kembali ke bahan cucian pada waktu mencuci (anti Redeposisi). Wangi – wangian atau parfum dipakai agar cucian berbau harum, sedangkan air sebagaibahan pengikat.
           
Jenis – jenis detergen
1. Detergen jenis keras
Detergen jenis keras sukar dirusak oleh mikroorganisme meskipun bahan tersebut dibuang akibatnya zat tersebut masih aktif. Jenis inilah yang menyebabkan pencemaran air.
Contoh: Alkil Benzena Sulfonat (ABS).
2. Detergen jenis lunak
Detergen jenis lunak, bahan penurun tegangan permukaannya mudah dirusak oleh mikroorganisme, sehingga tidak aktif lagi setelah dipakai .
Contoh: Lauril Sulfat atau Lauril Alkil Sulfonat. (LAS).

Proses pembuatan (LAS) adalah dengan mereaksikan Lauril Alkohol dengan asam Sulfat pekat menghasilkan asam Lauril Sulfat dengan reaksi:
Asam Lauril Sulfat yang terjadi dinetralisasikan dengan larutan NaOH sehingga dihasilkan Natrium Lauril Sulfat.
Awalnya deterjen dikenal sebagai pembersih pakaian, namun kini meluas dalam bentuk produk-produk seperti:
1. Personal cleaning product, sebagai produk pembersih diri seperti sampo, sabun cuci   tangan, dll.
2. Laundry, sebagai pencuci pakaian, merupakan produk deterjen yang paling populer di masyarakat.
3. Dishwashing product, sebagai pencuci alat-alat rumah tangga baik untuk penggunaan manual maupun mesin pencuci piring.
4. Household cleaner, sebagai pembersih rumah seperti pembersih lantai, pembersih bahan-bahan porselen, plastik, metal, gelas, dll.
Kemampuan deterjen untuk menghilangkan berbagai kotoran yang menempel pada kain atau objek lain, mengurangi keberadaan kuman dan bakteri yang menyebabkan infeksi dan meningkatkan umur pemakaian kain, karpet, alat-alat rumah tangga dan peralatan rumah lainnya, sudah tidak diragukan lagi. Oleh karena banyaknya manfaat penggunaan deterjen, sehingga menjadi bagian penting yang tidak dapat dipisahkan dari kehidupan masyarakat modern.

B. Sabun
Sabun adalah suatu gliserida (umumnya C karboksilat suku rendah) yang merupakan hasil reaksi antara ester (suatu derivat asam alkanoat yaitu reaksi antara asam karboksilat dengan alkanol yang merupakan senyawa aromatik dan bermuatan netral) dengan hidroksil dengan residu gliserol. Apabila gliserol bereaksi dengan asam – asam yang jenuh (suatu olefin atau polyunsaturat) maka akan terbentuk lipida (trigliserida atau triasilgliserol).
Sabun ditemukan oleh orang Mesir kuno (egyptian) beberapa ribu tahun yang lalu. Pembuatan sabun oleh suku bangsa Jerman dilaporkan oleh Julius Caesar.
Teknik pembuatan sabun dilupakan orang dalam Zaman Kegelapan (Dark Ages), namun ditemukan kembali selama Renaissance. Penggunaan sabun meluas pada abad ke – 18.
Gliserida (lelehan lemak sapi atau lipida lain) dididihkan bersama – sama dengan larutan lindi (dulu digunakan abu kayu karena mengandung K-karbonat tapi sekarang NaOH) terjadi hidrolisis menjadi gliserol dan garam Sodium dari asam lemak, setelah sabun terbentuk kedalamnya ditambahkan NaCl agar sabun mengendap dan dapat dipisahkan dengan cara penyaringan. Gliserol, lindi dan NaCl berlebih dipisahkan dengan cara destilasi. Sabun yang masih kotor dimurnikan dengan cara pengendapan berulang – ulang (represipitasi). Akhirnya ditambahkan zat aditif (batu apung, parfum dan zat pewarna)
Jenis – jenis Sabun :
1. Sabun keras atau sabun cuci.
2. Sabun lunak atau sabun mandi.
Deterjen Sintetik mempunyai sifat-sifat mencuci yang baik dan tidak membentuk garam-garam tidak larut dengan ion-ion kalsium dan magnesium yang biasa terdapat dalam air sadah. Deterjen sintetik mempunyai keuntungan tambahan karena secara relatif bersifat asam kuat, oleh karena itu tidak menghasilkan endapan sebagai asam-asam yang mengendap suatu karakteristis yang tidak nampak pada sabun.
Sabun yang masuk kedalam buangan air atau suatu sistem ekuatik biasanya langsung terendap sebagai garam – garam kalsium dan magnesium. Oleh karena itu beberapa pengaruh dari sabun dalam larutan mungkin dapat dihilangkan. Akibatnya dengan biodegradasi, sabun secara sempurna dapat dihilangkan dari lingkungan.

C.   Bahan Baku untuk Pembuatan Deterjen:

1.  Bahan Aktif.
Bahan aktif ini merupakan bahan inti dari deterjen sehingga bahan ini harus ada dalam pembuatan deterjen. Secara kimia bahan kimia ini dapat berupa sodium lauryl ether sulfat (SLES). SLES ini dikenal dengan beberapa nama dagang dengan nama cottoclarin, texapone, ataupun ultra SLES. Secara fungsional bahan mempunyai andil dalam meningkatkan daya bersih. Ciri dari bahan aktif ini mempunyai busa banyak dan bentuknya gel translucent (pasta). Selain SLES, bahan aktif dari sabun bubuk adalah garam Linear Alkyl Benzene Sulfonat (LAS), bentuknya gel/pasta berwarna kuning muda. Fungsi LAS sama seperti Ultra SLES, sebagai bahan pembersih utama pembuatan Sabun Bubuk, dengan LAS, maka sabun bubuk akan lebih mudah dibilas/ kesat.

2.  Bahan pengisi
Bahan ini berfungsi sebagai bahan pengisi dari keseluruhan bahan baku. Pemberian bahan pengisi ini dimaksudkan untuk memperbesar atau memperbanyak volume. Keberadaan bahan ini dalam deterjen semata-mata dilihat dari aspek ekonomis. Bahan pengisi deterjen disini menggunakan Sodium Sulfat (Na2SO4).

3.  Bahan penunjang
Salah satu contoh bahan penunjang deterjen adalah soda abu (Na2CO3) yang berbentuk serbuk putih. Bahan penunjang ini berfungsi sebagai meningkatkan daya bersih. Keberadaan bahan ini dalam deterjen tidak boleh terlalu banyak, sebab dapat menimbulkan efek panas pada tangan saat mencuci pakaian. Bahan penunjang lainnya adalah STPP (sodium tripoly posphate) yang juga penyubur tanaman. Ini dapat dibuktikan air bekas cucian disiramkan ke tanaman akan menjadi subur. Hal ini disebabkan oleh kandungan fosfat yng merupakan salah satu unsur dalam jenis pupuk tertentu.
4.    Bahan Tambahan (aditif)
Bahan tambahan ini sebenarnya tidak harus ada didalam pembuatan deterjen. aNamun demikian, produsen mencari hal-hal baru untuk mengangkat nilai dari deterjen itu sendiri. Salah satu contoh bahan tambahan ini adalah Enzym AR. Bahan ini berbentuk serbuk putih yang berfungsi mencegah kotoran kembali ke pakaian (anti redeposisi).

5.    Bahan Pewangi/Bibit Parfum
Keberadaan bahan wangi ini sangat penting keberadaannya, sebab suatu deterjen dengan kualitas baik , Harum & Disukai Pelanggan. Parfum untuk deterjen bentuknya cair kekuning-kuningan. Pemilihan parfum ini sangat penting, karena biasanya konsumen selalu membau dulu barang yang akan dibeli, baru mencoba untuk memakai produk tersebut.

6. Bahan Tambahan untuk membuat sabun yang kulitas istimewa
-  Extrableach : Untuk Memutihkan Cucian yang khusus berwarna putih, pemakiannya 3-10%
- Lipozyme: Pembersih noda yang disebabkan oleh minyak, lemak & gemuk. Dengan ditambah lypozyme, maka daya cuci sabun terhadap kotoran yang mengandung minyak, lemak ataupun gemuk yang membandel akan lebih mudah dibersihkan. Dosis pemakaian 2-10%.
- Protease: Pembersih noda yang membandel disebabkan oleh protein, seperti darah, kecap, susu, saos dll. Dengan ditambah Protease, maka daya cuci sabun terhadap kotoran yang disebabkan protein seperti darah, makanan bayi, susu, saos, kecap dll yang membandel akan lebih mudah dibersihkan. Dosis Pemakaian 2-10%.
- Bioenzyme (Bintik Biru) dosis pemakaian secukupnya.

Komposisi Pembuatan Deterjen:
1. Cottoclarin/Ultra Sles/Texapone 5-10%
2. LAS 5-10%
3. Na2SO4 10-20%
4. Na2CO3 35% - 50%
5. STPP 5-20 %
6. Enzym AR 2-10 %
7. Parfum secukupnya

Peralatan yang dibutuhkan : Wadah, pengaduk kayu, dan saringan deterjen

Untuk meproduksi detergent dalam jumlah besar bisa menggunakan POWDER MIXER

Cara Membuat Deterjen:
1. Cottoclarin + LAS diaduk rata
2. Semua Bahan Bahan Serbuk di aduk rata
3. (1) + (2) aduk rata
4. (3) + Bahan Tambahan
5. Diayak dan keringkan
6. Semprot dengan Parfum
7. Dikemas & Siap dipasarkan



3.3. Metoda Prakiraan Dampak dan Penentuan Dampak Penting

A.    Dampak Yang Dihasilkan Dari Proses Produksi Sabun dan Detergen

            Surfaktan merupakan zat aktif permukaan yang termasuk bahan kimia organik. Ia memiliki rantai kimia yang sulit didegradasi (diuraikan) alam. Sesuai namanya, surfaktan bekerja dengan menurunkan tegangan air untuk mengangkat kotoran (emulsifier, bahan pengemulsi). Pada mulanya surfaktan hanya digunakan sebagai bahan utama pembuat deterjen. Namun karena terbukti ampuh membersihkan kotoran, maka banyak digunakan sebagai bahan pencuci lain.
Dengan makin luasnya pemakaian surfaktan sebagai bahan utama pembersih maka risiko bagi kesehatan dan lingkungan pun makin rentan. Deterjen sangat berbahaya bagi lingkungan karena dari beberapa kajian menyebutkan bahwa detergen memiliki kemampuan untuk melarutkan bahan dan bersifat karsinogen, misalnya 3,4 Benzonpyrene, selain gangguan terhadap masalah kesehatan, kandungan detergen dalam air minum akan menimbulkan bau dan rasa tidak enak. Deterjen kationik memiliki sifat racun jika tertelan dalam tubuh, bila dibanding deterjen jenis lain (anionik ataupun non-ionik).
Ada dua ukuran yang digunakan untuk melihat sejauh mana produk kimia aman di lingkungan yaitu daya racun (toksisitas) dan daya urai (biodegradable). ABS                (alkylbenzene sulphonate) dalam lingkungan mempunyai tingkat biodegradable sangat rendah, sehingga deterjen ini dikategorikan sebagai ‘non-biodegradable’.
Dalam pengolahan limbah konvensional, ABS tidak dapat terurai, sekitar 50% bahan aktif ABS lolos dari pengolahan dan masuk dalam sistem pembuangan. Hal ini dapat menimbulkan masalah keracunan pada biota air dan penurunan kualitas air. LAS (linear alkyl sulphonate) mempunyai karakteristik lebih baik, meskipun belum dapat dikatakan ramah lingkungan. LAS mempunyai gugus alkil lurus/ tidak bercabang yang dengan mudah dapat diurai oleh mikroorganisme.
LAS relatif mudah didegradasi secara biologi dibanding ABS. LAS bisa terdegradasi sampai 90 persen. Akan tetapi prorsesnya sangat lambat, karena dalam memecah bagian ujung rantai kimianya khususnya ikatan o-mega harus diputus dan butuh proses beta oksidasi. Karena itu perlu waktu. Menurut penelitian, alam membutuhkan waktu sembilan hari untuk mengurai LAS. Itu pun hanya sampai 50 persen.
Detergen ABS sangat tidak menguntungkan karena ternyata sangat lambat terurai oleh bakteri pengurai disebabkan oleh adanya rantai bercabang pada spektrumya. Dengan tidak terurainya secara biologi deterjen ABS, lambat laun perairan yang terkontaminasi oleh ABS akan dipenuhi oleh busa, menurunkan tegangan permukaan dari air, pemecahan kembali dari gumpalan (flock) koloid, pengemulsian gemuk dan minyak, pemusnahan bakteri yang berguna, penyumbatan pada pori – pori media filtrasi. Kerugian lain dari penggunaan deterjen adalah terjadinya proses eutrofikasi di perairan. Ini terjadi karena penggunaan deterjen dengan kandungan fosfat tinggi.
Eutrofikasi menimbulkan pertumbuahan tak terkendali bagi eceng gondok dan menyebabkan pendangkalan sungai. Sebaliknya deterjen dengan rendah fosfat beresiko menyebabkan iritasi pada tangan dan kaustik. Karena diketahui lebih bersifat alkalis. Tingkat keasamannya (pH) antara 10 -12.
Tanpa mengurangi makna manfaat deterjen dalam memenuhi kebutuhan sehari-hari, harus diakui bahwa bahan kimia yang digunakan pada deterjen dapat menimbulkan dampak negatif baik terhadap kesehatan maupun lingkungan. Dua bahan terpenting dari pembentuk deterjen yakni surfaktan dan builders, diidentifikasi mempunyai pengaruh langsung dan tidak langsung terhadap manusia dan lingkungannya.
SLS diketahui menyebabkan iritasi pada kulit, memperlambat proses penyembuhan dan penyebab katarak pada mata orang dewasa.
Dalam sebuah penelitian disebutkan deterjen dalam badan air dapat merusak insang dan organ pernafasan ikan yang mengakibatkan toleransi ikan terhadap badan air yang kandungan oksigennya rendah menjadi menurun. Keberadaan busa-busa di permukaan air menjadi salah satu penyebab kontak udara dan air terbatas sehingga menurunkan oksigen terlarut. Dengan demikian akan menyebabkan organisme air kekurangan oksigen dan dapat menyebabkan kematian.
Builders, salah satu yang paling banyak dimanfaatkan di dalam deterjen adalah phosphate. Phosphate memegang peranan penting dalam produk deterjen, sebagai softener air. Bahan ini mampu menurunkan kesadahan air dengan cara mengikat ion kalsium dan magnesium. Berkat aksi softenernya, efektivitas dari daya cuci deterjen meningkat.
Phosphate tidak memiliki daya racun, bahkan sebaliknya merupakan salah satu nutrisi penting yang dibutuhkan mahluk hidup. Tetapi dalam jumlah yang terlalu banyak, phosphate dapat menyebabkan pengkayaan unsur hara (eutrofikasi) yang berlebihan di badan air, sehingga badan air kekurangan oksigen akibat dari pertumbuhan algae (phytoplankton) yang berlebihan yang merupakan makanan bakteri.
Populasi bakteri yang berlebihan akan menggunakan oksigen yang terdapat dalam air sampai suatu saat terjadi kekurangan oksigen di badan air dan pada akhirnya justru membahayakan kehidupan mahluk air dan sekitarnya. Di beberapa negara, penggunaan phosphate dalam deterjen telah dilarang. Sebagai alternatif, telah dikembangkan penggunaan zeolite dan citrate sebagai builder dalam deterjen.

B.     Dampak Yang Ditimbulkan Dari Hasil Produksi Sabun dan Detergen

Lingkungan yang sehat dan bersih adalah dambaan semua orang, banyak cara yang dapat kita lakukan untuk membuat lingkungan menjadi bersih dan asri,misalkan dengan melakukan penanaman pohon (penghijauan) di sekitar rumah, itu juga dapat dianggap sebagai salah satu cara untuk menjaga lingkungan,karena manfaat dari pohon tersebut sangatlah banyak yang ke dua dengan membuang sampah pada tempatnya juga dianggap ikut melestarikan lingkungan, bahkan di negara maju telah menerapkan sistem denda bagi masyarakat yang tertangkap tangan membuang sampah tidak pada tempatnya , namun hal tersebut sangatlah sulit dilakukan di negara kita yang pengetahuan tentang kesehatan dan kebersihan sangatlah minim jika di sekitar kita, kita tidak dapat menjaga lingkungan yang bersih, apalagi di lingkungan orang lain, yang mungkin secara kebetulan sedang kita singgahi atau kita lewati hal ini jelas merugikan orang lain, penumpukan atau konsentrasi sampah yang berlebihan sangatlah tidak baik , karena akan memunculkan banyak persoalan berikut ini beberapa dampak sampah plastik kemasan sabun detergen terhadap kehidupan :
1. Terhadap Lingkungan
- Menyebabkan banjir, Negara kita boleh dikatakan langganan banjir,setiap turun musim hujan,pastilah kondisi ini menjadi masalah yang sangat serius. Penumpukan sampah di aliran sungai baik sampah organik maupun sampah non organik merupakan pemicu terjadinya banjir.
-  Merusak struktur tanah, Sampah-sampah yang dikubur di dalam timbunan tanah juga berdampak pada struktur tanah mengapa ? karena tanah akan berkurang ke padatannya, sehingga sifat tanah menjadi rapuh karena bukan terisi oleh tanah, melainkan terisi oleh sampah, apalagi sampah atau limbah plastik dan kaleng yang membutuhkan waktu lama agar dapat terurai secara kimiawi sehingga tanah menjadi rusak.
-  Merusak pemandangan, Sudah pasti sampah atau limbah baik plastik atau pun limbah lainnya jika banyak berserakan di jalan sangatlah mengganggu pemandangan atau pengelihatan, pemandangan yang sari dan alami akan berkurang terlebih-lebih lagi sampah minuman mineral sangatlah banyak kita temukan di jalanan.
2.  Terhadap Kesehatan
-  Merusak Sistem Pernafasan, Sampah-sampah yang teronggok atau berserakan di jalanan atau menumpuk di suatu tempat sudah pasti lambat laun akan menyebabkan terjadinya pencemaran udara, karena akan menimbulkan bau yang kurang sedap sehingga akan menyebabkan gangguan pada sistem pernafasan memang untuk jangka pendek tidak berpengaruh buruk, namun untuk jangka panjang, dalam arti jika kondisi ini terus -menerus berlangsung maka akan menimbulkan masalah yang cukup serius terhadap pernafasan.
-  Menyebabkan Epidemi, Memicu terjadinya epidemi yang disebabkan dari bau sampah tersebut,hewan-hewan kecil seperti lalat dan nyamuk akan membawa penyakit dari keberadaan sampah tersebut.
3.  Terhadap Bisnis
Tidak dapat di pungkiri walaupun sampah banyak sisi negatif, namun di sisi lain sampah atau limbah plastik khususnya dapat dijadikan lahan bisnis, oleh banyak orang, karena plastik memiliki sebuah siklus daur ulang mulai dari limbah yang kotor, kemudian digiling dan akhirnya masuk ke pabrik untuk dibuat kembali menjadi barang-yang terbuat dari plastik. Kesemuanya itu merupakan siklus yang setiap tahapan nya memiliki perilaku bisnis yang berbeda maka tidak jarang kita jumpai bahkan di malam hari, banyak para pemulung berkeliaran untuk mencari limbah plastik yang bertebaran di jalanan mau pun di tong sampah selain itu bisnis daur ulang tidak akan pernah mati, karena sebuah siklus tanpa ada akhir,dan akan terus berputar.
Banyak orang -orang berusaha untuk mengasah kreatifitas nya dengan menggunakan barang-barang tertentu,begitu juga dengan limbah plastik, banyak di jadikan barang -barang kerajinan , karena sampah atau limbah plastik memiliki banyak jenis bentuk dan ukuran, maka ada yang di jadikan tas dengan bahan plastik yang berasal dari plastik tali paking, ada juga yang dibuat tas namun dengan menggunakan limbah bungkus sabun kemasan ditergen, lalu ada payung yang terbuat dari limbah kemasan plastik kopi dan susu sachet.kesemuanya ini merupakan sisi positif yang dapat kita ambil manfaatnya.

C.     Dampak Yang Dihasilkan Sabun dan Detergen Terhadap Lingkungan/Secara Global

Kemampuan deterjen untuk menghilangkan berbagai kotoran yang menempel pada kain atau objek lain, mengurangi keberadaan kuman dan bakteri yang menyebabkan infeksi dan meningkatkan umur pemakaian kain, karpet, alat-alat rumah tangga dan peralatan rumah lainnya, sudah tidak diragukan lagi. Oleh karena banyaknya manfaat penggunaan deterjen sehingga menjadi bagian penting yang tidak dapat dipisahkan dari kehidupan masyarakat modern.
Tanpa mengurangi makna manfaat deterjen dalam memenuhi kebutuhan sehari-hari, harus diakui bahwa bahan kimia yang digunakan pada deterjen dapat menimbulkan dampak negatif baik terhadap kesehatan maupun lingkungan. Dua bahan terpenting dari pembentuk deterjen yakni surfaktan dan builders, diidentifikasi mempunyai pengaruh langsung dan tidak langsung terhadap manusia dan lingkungannya.
Limbah dari bahan kimia sabun dan deterjen bila tidak dapat ditangani dengan baik pun akan memberi dampak yang buruk bagi kesehatan. Bila sabun dan deterjen tidak cocok dengan kulit kita akan dapat menyebabkan iritasi (panas, gatal bahkan mengelupas) pada kulit terutama di daerah yang bersentuhan langsung dengan produk. Untuk produk deterjen yang memiliki derajat keasaman (pH) tinggi. Dalam kondisi iritasi / terluka, penggunaan produk deterjen maupun sabun yang mengandung bahan kimia untuk penghalus apalagi yang mengandung pewangi, justru akan membuat iritasi kulit semakin parah.
Bahan kimia dari soda ash dalam sabun memang sangat bagus membersihkan kotoran di kulit tubuh namun jika digunakan di wajah, minyak alami wajah pun akan ikut tanggal. Bahkan sabun bisa menyisakan drying residu di permukaan kulit. Dan hal ini bisa mempercepat garis dan kerut muncul ke permukaan lebih cepat.
Bahan kimia dalam deterjen ataupun sabun yang paling berbahaya adalah dari golongan ammonium kuartener, senyawa ini dapat membentuk senyawa nitrosamin. Senyawa nitrosamin diketahui bersifat karsinogenik yang dapat menyebabkan kanker.
Pembuangan limbah ke sungai/sumber-sumber air tanpa treatment sebelumnya, mengandung tingkat polutan organik yang tinggi serta mempengaruhi kesesuaian air sungai untuk digunakan manusia dan merangsang pertumbuhan alga maupun tanaman air lainnya. Selain itu deterjen dalam badan air dapat merusak insang dan organ pernafasan ikan yang mengakibatkan toleransi ikan terhadap badan air yang kandungan oksigennya rendah menjadi menurun. Ikan membutuhkan air yang mengandung oksigen paling sedikit 5 mg/ liter atau 5 ppm (part per million). Apabila kadar oksigen kurang dari 5 ppm, ikan akan mati, tetapi bakteri yang kebutuhan oksigen terlarutnya lebih rendah dari 5 ppm akan berkembang. Apabila sungai menjadi tempat pembuangan limbah yang mengandung bahan organik, sebagian besar oksigen terlarut digunakan bakteri aerob untuk mengoksidasi karbon dan nitrogen dalam bahan organik menjadi karbondioksida dan air. Sehingga kadar oksigen terlarut akan berkurang dengan cepat dan akibatnya hewan-hewan seperti ikan, udang dan kerang akan mati (Widiyani, 2010).
Keberadaan busa-busa di permukaan air juga menjadi salah satu penyebab kontak udara dan air terbatas sehingga menurunkan oksigen terlarut. Dengan demikian akan menyebabkan organisme air kekurangan oksigen dan dapat menyebabkan kematian.

3.4. Metoda Evaluasi Dampak

Detergen merupakan suatu derivatik zat organik sehingga akumulasinya menyebabkan meningkatnya COD (Chemichal Oxygen Demand) dan BOD (Biological Oxigen Demand) dan angka permanganat, maka dalam pengolahannya sangat cocok menggunakan teknik biologi.
Pada  beberapa penelitian membuktikan bahwa alkyl benzena sulfonat (ABS) dapat diuraikan dengan bakteri Staphylococcus epidermis, Enterobacter gergoviae, Staphylococcus aureus, Pseudomonas facili, Pseudomonas fluoroscens, Pseudomonas euruginosa, Kurthia zopfii, dan sebagainya. Bakteri ini akan merombak detergen yang juga merupakan zat organik sebagai bahan makanan menjadi energi.
Penggunaan alat Trickling Filter, yaitu teknik untuk meningkatkan kontak dari air limbah dengan mikroorganisme pemakan bahan-bahan organik yang mengambil oksigen untuk metabolismenya dapat dipergunakan sebagai pengolahan limbah deterjen skala rumah tangga. Diawali dengan mengembangbiakkan bakteri pada media pecahan genteng selama 40 hari dalam limbah rumah tangga yang ada di selokan, kemudian dilakukan treatment/sirkulasi terhadap limbah deterjen sintetik pada Trickling Filter dan dianalisa nilai konsentrasi LAS dengan pengujian MBAS (Metylene Blue Active Surfactan). media pertumbuhan mikroorganisme adalah pecahan genteng yang direndam dalam selokan 40 hari. Jenis mikroorganisme yang ada di selokan antara lain Crenothrix & Sphaerotilus, Chromatium & Thiobacillus, mikroalgae hijau & biru, Salmonella typhi, Salmonella paratyphi, Shigella shigae, Eschericia Coli. Pengamatan langsung dengan menggunakan mikroskop dan pengecatan gram menunjukkan bahwa komunitas mikroba didominasi oleh bakteri gram negatif, menemukan komunitas bakteri dari golongan Proteobacteria mendominasi komunitas bakteri yang mampu mendegradasi deterjen. Pertumbuhan mikroorganisme ini berlangsung cukup lama karena dipengaruhi oleh suhu dan nutrisi yang diperlukannya. Deterjen akan mengalami penurunan kadar LAS dengan semakin bertambahnya waktu. Hal ini disebabkan mikroorganisme aerobik yang memakan zat yang terkandung dalam deterjen. Kemampuan mikroba terutama bakteri dalam menggunakan deterjen sebagai sumber karbon utama menunjukkan bahwa bakteri memegang peran penting. Deterjen dengan kadar LAS yang besar membutuhkan waktu peruraian yang lebih lama dan deterjen dengan kadar LAS yang kecil akan lebih cepat terurai.
Penanganan dengan cara lumpur aktif juga dapat dikembangkan , dan dapat menurunkan COD, BOD 30 – 70 %, bergantung pada karakteristik air limbah yang, diolah dan kondisi proses lumpur aktif yang dilakukan. Proses lumpur aktif terus berkembang dengan berbagai modifikasinya, antara lain oxidation ditch dan kontak-stabilisasi. Dibandingkan dengan proses lumpur aktif konvensional, oxidation ditch mempunyai beberapa kelebihan, yaitu efisiensi penurunan BOD dapat mencapai 85%-90% (dibandingkan 80%-85%) dan lumpur yang dihasilkan lebih sedikit.  Selain efisiensi yang lebih tinggi (90%-95%), kontak stabilisasi mempunyai kelebihan yang lain, yaitu waktu detensi hidrolis total lebih pendek (4-6 jam).
Mendestabilkan partikel deterjen dapat dimanfaatkan sebagai pengolahan limbah karena detergen mempunyai sifat koloid. Karakteristik dari partikel koloid dalam air sangat dipengaruhi oleh muatan listrik dan kebanyakan partikel tersuspensi bermuatan negative. Cara mendestabilkan atau merusak kestabilan partikel dilakukan dalam dua tahap. Pertama dengan mengurangi muatan elektrostatis sehingga menurunkan nilai potensial zeta dari koloid, proses ini lazim disebut sebagai koagulasi. Kedua adalah memberikan kesempatan kepada partikel untuk saling bertumbukan dan bergabung, cara ini dapat dilakukan dengan cara pengadukan dan disebut sebagai flokulasi.
Detergen mampu memecah minyak dan lemak membentuk emulsi sehingga dapat diendapkan dengan menambahkan inhibitor garam alkali seperti kapur dan soda. Buih yang terbentuk akan dapat dihilangkan dengan proses skimming (penyendokan buih) atau flotasi.
Proses flotasi banyak digunakan untuk menyisihkan bahan-bahan yang mengapung juga dapat digunakan sebagai cara penyisihan bahan-bahan tersuspensi (clarification) atau pemekatan lumpur endapan (sludge thickening) dengan memberikan aliran udara ke atas (air flotation).
Adsorpsi menggunakan karbon aktif dapat digunakan untuk mengurangi kontaminasi detergen. Detergen yang merupakan molekul organik akan ditarik oleh karbon aktif dan melekat pada permukaannya dengan kombinasi dari daya fisik kompleks dan reaksi kimia. Karbon aktif memiliki jaringan porous (berlubang) yang sangat luas yang berubah-ubah bentuknya untuk menerima molekul pengotor baik besar maupun kecil. Zeolit dapat menurunkan COD 10-40%, dan karbon aktif dapat menurunkan COD 10-60 %.
Detergen mempunyai ikatan – ikatan organik. Proses khlorinasi akan memecah ikatan tersebut membentuk garam ammonium khlorida meskipun akan menghasilkan haloform dan trihalomethans jika zat organiknya berlebih.
Air limbah deterjen tidak dapat dibuang ke septic tank seperti pada kotoran manusia (black water) karena memiliki kandungan detergen yang dapat membunuh bakteri pengurai yang dibutuhkan septic tank. Karena itu, diperlukan pengolahan khusus yang dapat menetralisasi kandungan detergen dan juga menangkap lemak.
Cara yang paling sederhana mengatasi pencemaran air limbah adalah dengan menanami selokan dengan tanaman air yang bisa menyerap zat pencemar. Tanaman yang bisa digunakan, antara lain jaringao, Pontederia cordata (bunga ungu), lidi air, futoy ruas, Thypa angustifolia (bunga coklat), melati air, dan lili air. Cara ini sangat mudah, tapi hanya bisa menyerap sedikit zat pencemar dan tak bisa menyaring lemak dan sampah hasil dapur yang ikut terbuang ke selokan.
Cara yang lebih efektif adalah membuat instalasi pengolahan yang sering disebut dengan sistem pengolahan air limbah (SPAL) dengan cara mudah, bahan murah dan tidak sulit diterapkan di rumah Anda. Instalasi SPAL terdiri dari dua bagian yaitu bak pengumpul dan tangki resapan. Di dalam bak pengumpul terdapat ruang untuk menangkap sampah yang dilengkapi dengan kasa 1 cm persegi, ruang untuk penangkap lemak, dan ruang untuk menangkap pasir. Tangki resapan dibuat lebih rendah dari bak pengumpul agar air dapat mengalir lancar. Di dalam tangki resapan ini terdapat arang dan batu koral yang berfungsi untuk menyaring zat-zat pencemar yang ada dalam air limbah deterjen (greywater). Mekanisme kerja SPAL dengan cara air bekas deterjen atau bekas sabun dialirkan ke ruang penangkap sampah yang telah dilengkapi dengan saringan di bagian dasarnya. Sampah akan tersaring dan air akan mengalir masuk ke ruang di bawahnya. Jika air mengandung pasir, pasir akan mengendap di dasar ruang ini, sedangkan lapisan minyak, karena berat jenisnya lebih ringan, akan mengambang di ruang penangkap lemak. Air yang telah bebas dari pasir, sampah, dan lemak akan mengalir ke pipa yang berada di tengah-tengah tangki resapan. Bagian bawah pipa tersebut diberi lubang sehingga air akan keluar dari bagian bawah. Sebelum air menuju ke saluran pembuangan, air akan melewati penyaring berupa batu koral dan batok kelapa. Limbah deterjen atau air sabun yang telah diolah dapat digunakan lagi untuk menyiram tanaman, mengguyur kloset, dan untuk mencuci mobil. Di Singapura dan negara-negara maju bahkan diolah lagi menjadi air minum (Anonimous, 2009).
Salah satu cara pengolahan limbah deterjen dan air sabun yang diterapkan di perusahaan produsen deterjen adalah dengan pembuatan bak pengumpulan air limbah sisa deterjen. Di dalam bak pengumpulan limbah tersebut diletakkan pompa celup yang harus terendam air untuk menghindari terbentuknya gelembung/buih detrejen. Pompa celup ini berfungsi sebagai sirkulasi limbah. Selanjutnya di luar bak penampungan dibuat bak kecil dan pompa dosing yang berisi larutan anti deterjen, misalnya jika deterjen yang terbuang banyak mengandung deterjen anionik, maka untuk menetralisir diberikan larutan deterjen kationik sebagai anti deterjennya, demikian pula sebaliknya. Kemudian larutan anti deterjen ini dimasukkan ke dalam bak penampungan dan dilakukan proses penetralan. Pada proses penetralan, perlu ditentukan kadar deterjen di dalam bak penampungan dengan analisis deterjen sistem MBAS (Metilen Blue Active Surfactan) atau dengan sistem Titrasi Yamin yang secara khusus untuk mengetahui kadar deterjen. Misalnya kadar deterjen 50 ppm dapat dilakukan uji coba dengan pemberian larutan anti deterjen sebanyak 5 ml per menit dengan pompa dosing sampai kadar deterjen 0 ppm. 
Bagi pemilik usaha binatu/laundry dapat melakukan upaya pemilihan deterjen dengan kandungan fosfat yang rendah karena dapat menjadi pencemaran air disekitarnya. Serta dapat melakukan pengelolaan limbah deterjen secara sederhana dengan pembuatan bak penampungan khusus, atau dengan penambahan arang aktif.
            Selain cara yang dapat dilakukan diatas, cara sederhana yang dapat dilakukan yaitu:
·         Membuang air cucian di lubang wc
·         Tidak membuang air deterjen ke sungai atau parit parit kecil yang menuju sungai
·         Tidak membuang limbah deterjen di tanah karena dapat membunuh mikroorganisme tanah
·         Melakukan pengelolaan limbah deterjen dengan cara yang benar.

BAB IV
PELAKSANAAN STUDI

4.1.  Team Studi

Penyusunan makalah studi ANDAL ini, penyusun mengerjakannya secara pribadi/perorangan dengan bantuan dari data-data yang diperoleh dari internet dan hasil pengamatan yang ada pada lingkungan perusahaan sekitar tempat tinggal penyusun.

4.2. Biaya Studi

Biaya yang dikeluarkan untuk penyusunan makalah tentang studi KA-ANDAL ini diperkirakan sebesar Rp. 35.000,- dengan perincian biaya print out dan internet serta transportasi.

4.3. Waktu Studi

Jangka waktu yang dibutuhkan untuk menyusun makalah studi mulai dari persiapan sampai dengan tahap penyelesaian yaitu sekitar satu minggu terhitung mulai tanggal 8 Januari 2014 sampai dengan 15 Januari 2014.

BAB V
PENUTUP

5.1.              Kesimpulan
1)      Pembuatan detergen dan sabun pada skala industri merupakan gabungan dari ilmu-ilmu exact sebegitu rupa, dan memerlukan alat-alat yang perlu pengendalian khusus dan mempunyai spesifikasi tertentu.

2)      Pada proses pembuatan detergen, yang pertma kali dilakukan adalah dengan pembuatan surfaktan. Lalu hasil surfaktan ini, untuk membuat detergent dicampur dengan phospat, silikat dan dry scrap. Adapun komposisi surfaktan adalah alkyl benzene sulfonat,  fatty alcohol, oleum dan larutan NaOH. Proses pembuatan detergen melalui alat crutcer yang dilanjutkan ke drop tank setelah itu dipompa ke spray tower untuk pembentukan serbuk. Serbuk ini di angkat dengan lift udara dan diberi aroma (parfum) kemudian menuju packing.


3)      Pada proses pembuatan sabun, raw material (bahan baku) yang digunakan adalah lemak, basa kausatik (NaOH atau KOH), dan katalis. Pertama-tama lemak dan katalis dimasukkan sebagai feed awal menuju ke blend tank, setelah itu menuju Hidrolizer. Pada hidrolizer lemak dihidrolisis yang dapat membentuk asam lemak (gas) dan gliserin. Setelah itu asam lemak menuju heat exchanger, lalu ke high vacuum still yang dilanjutkan ke kondensor dan distillate receiver. Pada distillate receiver muncul hasil samping berupa asam lemak. Kemudian dari distillate receiver dilanjutkan ke mixer neutralizer dimana ditambahkannya soda kausatik yang setelah itu menuju soap blender dan menghasilkan sabun padat. Untuk produksi sabun cair, maka proses tidak cukup sampai disini, dilanjutkan menuju high pressure pump lalu heat exchanger, flash tank dan packing. Selain sabun yang diproduksi pada proses ini, gliserin dan asam lemak merupakan hasil samping yang cukup besar pemroduksiannya.

4)      Air limbah dari sabun dan deterjen dapat menimbulkan dampak pencemaran, apalagi bila bahan yang dipakainya bukan terbuat dari bahan alami dan ramah lingkungan,
dampak-nya bila limbah tersebut menyebar di air dan sungai dapat membunuh organisme yang ada di dalamnya seperti ikan, fitoplankton, zooplankton / protozoa, cyanobacteria, dan lain-lain.

5)      Limbah dari bahan kimia sabun dan deterjen bila tidak dapat ditangani dengan baik pun akan memberi dampak yang buruk bagi kesehatan
Bahan kimia dalam deterjen ataupun sabun yang paling berbahaya adalah dari golongan ammonium kuartener, senyawa ini dapat membentuk senyawa nitrosamin. Senyawa nitrosamin diketahui bersifat karsinogenik yang dapat menyebabkan kanker.


DAFTAR PUSTAKA
Austin, George T. 1984. Shreve’s Chemical Process Industries. Singapore: McGraw-Hill International Book Company.
Iqbal, Ahmad. 2009. Pembuatan sabun cair. http://www.riset.com . diakses pada tanggal 2 oktober 2012 pukul 15.54.
                                Damin Sumardjo. (2008). Pengantar Kimia Buku Panduan Kuliah Mahasiswa  Kedokteran. Jakarta: EGC.

Hefni Effendi. (2003). Telaah Kualitas Air, Bagi Pengelolaan Sumber Daya dan Lingkungan. Yogyakarta: Kanisius.

Hiasinta A. Purnawijayanti. (2001). Sanitasi, Higine, dan Keselamatan Kerja dalam Penggolahan Makanan. Yogyakarta: Kanisius.

Srikandi Fardiaz. (1992). Polusi Air dan Udara. Yogyakarta: Kanisius.Widmer

Petra & Frick, Heinz. (2007). Hak Konsumen dan Ekolabel. Yogyakarta: Kanisius.

1 Comments


Apabila Anda mempunyai kesulitan dalam pemakaian / penggunaan chemical , atau yang berhubungan dengan chemical,oli industri, jangan sungkan untuk menghubungi, kami akan memberikan solusi Chemical yang tepat kepada Anda,mengenai masalah yang berhubungan dengan chemical.pengurangan biaya yang dijalankan
Harga
Terjangkau
Cost saving
Solusi
Penawaran spesial


Salam,
(Tommy.k)
WA:081310849918
Email: Tommy.transcal@gmail.com
Management
OUR SERVICE
Coagulan
Flokulan
Boiler Chemical Cleaning
Cooling tower Chemical Cleaning
Chiller Chemical Cleaning
AHU, Condensor Chemical Cleaning
Chemical Maintenance
Waste Water Treatment Plant Industrial & Domestic (WTP/WWTP/STP)
Degreaser & Floor Cleaner Plant
Oli industri
Rust remover
Coal & feul oil additive
Cleaning Chemical
Lubricant
Other Chemical
RO Chemical
Hand sanitizer
Evaporator
Oli Grease
Karung
Synthetic PAO.. GENLUBRIC VG 68 C-PAO
Zinc oxide
Thinner
Macam 2 lem

Post a Comment

Copyright © 2009 Ratna Sari Maulana's All rights reserved. Theme by Laptop Geek. | Bloggerized by FalconHive.