0
FENOMOLOGI ISLAM
Posted by Unknown
on
5:09 AM
BAB I
PENDAHULUAN
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Sebagai agama samawi yang terakhir diturunkan, Islam
merupakan penyempurna agama-agama sebelumnya. Sebagai penyempurna, tentu saja
terdapat beberapa ajaran Islam yang sebenarnya telah ada pada agama-agama
samawi lainnya. Namun demikian, di waktu bersamaan, Islam juga meluruskan
beberapa ajaran agama samawi sebelumnya yang diselewengkan oleh para
pemeluknya. Inilah kiranya yang mendorong banyak orang untuk mengkaji dan
meneliti Islam lebih dalam lagi, tak terkecuali adalah orang-orang non muslim
yang lebih dikenal sebagai orientalist.
Namun Islam sering dipahami secara tidak objektif oleh para
orientalist. Dari sini kalangan ilmuwan, peneliti-peneliti agama telah
melakukan upaya pendekatan terhadap fenomena agama yang dianggap cukup
strategis ketika sebuah ajaran agama ingin dicari nilai-nilai kebenarannya.
Tradisi-tradisi keberagamaan yang bisa jadi selama ini hanya sebatas fenomena
ritualitas pemeluknya tanpa mengetahui apa makna dan maksud yang tersembunyi
dari perintah maupun larangan Allah SWT. Maka Islam perlu dipahami secara
fenomenologis dalam menangkap pesan yang disampaikan dalam Al-Qur’an maupun
As-sunnah. Fenomenologi adalah suatu
bentuk pendekatan keilmuan yang berusaha mencari hakekat dari apa yang ada di balik
segala macam bentuk manifestasi agama dalam kehidupan manusia di bumi.
Pendekatan agama secara fenomenologis dalam mengkaji Islam
melalui pemaknaan ayat-ayat (tanda-tanda) dari Allah terhadap obyek yang
bersifat abstrak maupun hal-hal yang bersifat konkrit . Hal ini dimaksudkan
supaya Islam itu benar-benar dipahami dan dimengerti sesuai dengan sudut
pandang kebenarannya menurut penganutnya sendiri secara hakiki.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan
latar belakang permasalahan yang di paparkan diatas, maka pemakalah dapat
merumuskan pembahasan sebagai berikut :
1.
Apa
pengertian Fenomenologi ?
2.
Bagaimana Pendekatan Fenomenologi dalam Kajian Agama dan studi Islam ?
3.
Apa Fungsi fenomenologi ?
C. Tujuan
1.
Untuk mengetahui dan memahami pengertian
dari fenomenologi
2.
Untuk mengetahui dan memahami posisi fenomenologi
dalam kajian agama dan studi islam
3.
Untuk mengetahui dan memahami fungsi
dari fenomenologi.
BAB
II
PEMBAHASAN
A.
Pengertian
Fenomenologi
Secara etimologi Istilah fenomenologi berasal dari bahasa
Yunani phainomen dari phainesthai/phainomai/phainein yang berarti menampakkan
atau memperlihatkan. Dan terbentuk dari akar kata fantasi, fantom dan fosfor
yang artinya sinar atau cahaya. Dari kata itu terbentuk kata kerja tampak,
terlihat karena bercahaya. Dalam bahasa Indonesia sering dipakai dalam istilah
gejala yaitu suatu hal yang tidak nyata dan semu, kebalikan kenyataan, juga
dapat diartikan sebagai ungkapan kejadian yang dapat diamati lewat indra. Atau
secara harfiah fenomena dapat di artikan sebagai suatu gejalah atau sesuatu
yang menampakkan. Fenomenologi juga di artikan ilmu pengetahuan (logos) tentang
apa yang tampak (phainomenon).
Fenomen (phenom) berarti obyek atau apa yang
diamati, Fenomena (phenomena) merupakan hal-hal (fakta atau peristiwa) yang
dapat diamati oleh pancaindera. Sedangkan fenomenologi merupakan cabang ilmu
filsafat yang mempelajari fenomen.
Kata “fenomena” dalam bahasa Inggris
disebut phenomena atau phenomenon secara etimologis berarti
perwujudan, kejadian, atau gejala. Akan tetapi, pada
medio abad XIX arti fenomenologi menjadi sinonim dengan fakta. Pertama kali pada tahun 1764 ia
menggunakan istilah ini untuk merujuk pada hakikat ilusif pengalaman manusia
dalam upaya untuk mengembangkan suatu teori pengetahuan yang membedakan
kebenaran dari kesalahan.
Fenomenologi secara terminologi dapat
didefinisikan dengan suatu disiplin ilmu yang mencoba mengkaji realitas yang
memiliki objek dunia atau benda, dimana tidak ada hal tanpa hal lain. Benda
biasa dilihat sebagai suatu objek yang dapat dilihat, dipegang, diraba, atau
didengar. Identik dengan dirinya sendiri dan berada dalam ruang yang kemudian
muncul sebagai hal yang terjadi dalam suatu waktu.
Fenomenologi agama adalah Ilmu yang mempelajari
agama sebagai suatu fakta atau peristiwa yang dapat diamati secara obyektif
dengan menggunakan analisa deskriftif. Fokus utama fenomenologi agama
adalah aspek pengalaman keagamaan, dengan mendeskripsikan atau menggambarkan
fenomena keagamaan secara konsisten dalam orientasi keimanan atau kepercayaan
objek yang diteliti. Pendekatan ini melihat agama sebagai komponen yang berbeda
dan dikaji secara hati-hati berdasarkan sebuah tradisi keagamaan untuk
mendapatkan pemahaman di dalamnya. Fenomenologi agama muncul dalam upaya untuk
menghindari pendekatan-pendekatan yang sempit, etnosentris dan normatif dengan
berupaya mendeskripsikan pengalaman-pengalaman agama dengan akurat
B.
Pendekatan
Fenomenologi dalam Kajian Agama dan Studi Islam
Dalam mempelajari agama diperlukan berbagai
macam pendekatan agar agama itu mudah dipahami. Adapun yang dimaksud dengan
pendekatan adalah cara pandang atau paradigma yang terdapat dalam suatu bidang
ilmu yang selanjutnya digunakan dalam memahami agama. Pendekatan fenomenologi
adalah pendekatan agama dengan cara
membandingkan berbagai macam gejala dari bidang yang sama antara berbagai macam
agama.
Dalam konteks studi agama, pendekatan
fenomenologi tidak bermaksud untuk memperbandingkan agama-agama sebagai
satuan-satuan besar, melainkan menarik fakta dan fenomena yang sama yang
dijumpai dalam agama yang berlainan.
Tujuan dari fenomologi adalah :
a. Mengungkapkan atau
mendeskripsikan makna sebagaimana yang ada dalam data (gejala) dalam bentuk
kegiatan-kegiatan, tradisi-tradisi, dan simbol keagamaan ;
b. Memahami pemikiran, tingkah laku,
dan lembaga-lembaga keagamaan tanpa mengikuti salah satu teori filsafat,
teologi, metafisika, ataupun psikologi untuk memahami islam. Karena pada
dasarnya semua ciptaan Tuhan itu mengagungkan kebesaran-Nya dengan caranya
masing-masing. Jadi, semua yang ada di alam ini bisa dilihat dengan kacamata
agama untuk mengantarkan pada pemahaman terhadap Yang Maha Esa;
c. Mengkaji dan kemudian mengerti pola
atau struktur agama atau menemukan esensi agama di balik manifestasinya yang
beragam atau memahami sifat-sifat yang unik pada fenomena keagamaan serta untuk
memahami peranan agama dalam sejarah dan budaya manusia.
Fenomenologi agama menjadikan agama sebagai objek studi
menurut apa adanya. Atau dengan kata lain, ia menjelaskan fenomena keagamaan
sebagai yang ditunjukkan oleh agama itu sendiri. Dalam hal ini kaum fenomenolog
agama mencegah sikap memandang fenomena keagamaan itu menurut visi mereka
sendiri.
Pendekatan fenomenologi dalam penilitian bidang kajian islam
dipahami sebagai sikap seorang peneliti untuk menempatkan sikap empati terhadap
islam dan umatnya. Subjektivitas menjadi tantangan bagi peneliti dengan
pendekatan fenomenologis. Karena seorang peneliti harus menempatkan islam
berdasarkan apa yang dipahami oleh umatnya, bukan berdasarkan prasangka apalagi
berdasarkan pemahaman peneliti yang bersumber dari ajaran agama non islam.
Pendekatan ini melihat agama sebagai komponen yang berbeda dan dikaji secara
hati-hati berdasarkan sebuah tradisi keagamaan untuk mendapatkan pemahaman di
dalamnya. Fenomenologi agama muncul dalam upaya untuk menghindari
pendekatan-pendekatan yang sempit.
Pendekatan fenomenologi dalam studi agama muncul sebagai
reaksi terhadap beberapa pendekatan sebelumnya, yaitu:
1.
Pendekatan
teologi yang normatif (atau sebut saja: teologis-normatif).
Dalam mengkaji tradisi agama, pendekatan ini digunakan untuk
menghasilkan dan menyumbangkan pemahaman yang lebih baik mengenai dunia agama.
Sehingga menjadikan agama tertentu (terutama agamanya sendiri) sebagai agama
yang benar, sementara agama lain salah.
2.
Pendekatan
reduksionis
Pendekatan ini melihat agama lebih sebagai fakta-fakta
intelektual, emosional, psikologis dan sosiologis. Di sini agama diselidiki
melalui beberapa disiplin di luar ilmu agama (teologi). Ilmu-ilmu ini dalam
melihat agama (termasuk persoalan ketuhanan) menghasilkan beberapa kesimpulan,
misalnya ia sebagai pemerasan ekonomis (Marx), frustasi jiwa manusia
(Feuerbach), suatu fase manusia dalam keadaan keterbelakangan (Comte), dan
lain-lain. Ketika mencari asal-usul agama, ahli sosiologi agama memulai
kerjanya dalam masyarakat yang paling “primitif”. Melalui penelitian terhadap
masyarakat yang paling “awal/primitif” itu diharapkan diperoleh pemahaman
mengenai proses perkembangan agama sepanjang sejarah.
Fokus utama fenomenologi agama adalah
aspek pengalaman keagamaan, dengan mendeskripsikan atau menggambarkan fenomena
keagamaan secara konsisten dalam orientasi keimanan atau kepercayaan objek yang
diteliti. Pendekatan ini melihat agama sebagai komponen yang berbeda dan dikaji
secara hati-hati berdasarkan sebuah tradisi keagamaan untuk mendapatkan
pemahaman di dalamnya. Fenomenologi agama muncul dalam upaya untuk menghindari
pendekatan-pendekatan yang sempit, etnosentris dan normatif dengan berupaya
mendeskripsikan pengalaman-pengalaman agama dengan akurat.
1)
Langkah Operasional Fenomenologi Agama
Setidaknya ada enam langkah atau tahapan pendekatan
fenomenologi dalam studi agama yang ditawarkan oleh Geradus Van der Leeuw dalam
bukunya “Religion in essence and manifestation: A study in phenomenology
of religion”:
- Mengklasifikasikan fenomena keagamaam dalam kategorinya masing-masing seperti kurban, sakramen, tempat-tempat suci, waktu suci, kata-kata atau tulisan suci, festival dan mitos. Hal ini dilakukan untuk dapat memahami nilai dari masing-masing fenomena.
- Melakukan interpolasi dalam kehidupan pribadi peneliti, dalam arti seorang peneliti dituntut untuk ikut membaur dan berpartisipasi dalam sebuah keberagamaan yang diteliti untuk memperoleh pengalaman dan pemahaman dalam dirinya sendiri.
- Melakukan “epochè” atau menunda penilaian (meminjam istilah Husserl) dengan cara pandang yang netral.
- Mencari hubungan struktural dari informasi yang dikumpulkan untuk memperoleh pemahaman yang holistik tentang berbagai aspek terdalam suatu agama.
- Tahapan-tahapan tersebut menurut Van der Leeuw secara alami akan menghasilkan pemahaman yang asli berdasarkan “realitas” atau manifestasi dari sebuah wahyu.
- Fenomenologi tidak berdiri sendiri (operate in isolation) akan tetapi berhubungan dengan pendekatan-pendekatan yang lain untuk tetap menjaga objektivitas.
2)
Contoh
pendekatan fenomenologi
Para wali dan sunan dalam membentuk corak kebudayaan yang
lama tidak dihilangkan dengan alasan agar masyarakat tidak terlalu kaget dengan
perubahan. Dengan demikian, ajaran Islam dapat diterima dengan mudah dan tanpa
ketakutan. Unsur-unsur tradisi masih melekat dapat dirasakan hingga sekarang,
di antaranya acara tahlilan, berziarah, sekatenan, dan grebeg mulud.
1. Tahlilan
Tahlilan adalah acara doa bersama yang diadakan di rumah
keluarga orang yang meninggal, yang diikuti oleh keluarga yang berduka, para
tetangga, dan sanak-saudara orang yang meninggal. Tahlilan dimulai pada hari di
mana orang bersangkutan meninggal, biasanya pada malam hari setelah salat
magrib atau isya. Dalam pelaksanaannya, dibacakan ayat-ayat dari Al-Quran,
terutama Surat Yaasin dari ayat pertama hingga terakhir, doa-doa agar
sang almarhum atau almarhumah diampuni segala dosanya dan diterima amal-ibadahnya,
serta salawat (salam) terhadap Nabi Muhammad beserta para kekuarganya,
sahabatnya, dan para pengikutnya.
Acara tahlilan ini lazimnya diselenggarakan selama tujuh
hari berturut-turut. Setelah itu, diadakan pula tahlilan untuk memperingati 40
bahkan hingga 1.000 hari kematian almarhum/almarhumah. Peringatan 7, 40, dan
100 hari merupakan tradisi Indonesia pra-Islam, yakni budaya lokal yang telah
bersatu dengan tradisi Hindu-Buddha.
Terlihat bahwa acara tahlilan tak sepenuhnya ajaran murni Islam. Nabi Muhammad
tak pernah mengadakan acara tahlilan bila ada yang meninggal, melainkan hanya
mendoakan agar orang meninggal tersebut diampuni dosanya dan diterima keimanan
Islamnya.
2. Ziarah
Dalam agama Islam dikenal tradisi ziarah, yakni berkunjung
ke makam atau kuburan untuk mendoakan almarhum/almarhumah agar iman Islamnya
diterima oleh Sang Pencipta dan dihapuskan segala dosa yang pernah dilakuan
selama hidupnya. Namun, pada perkembangannya di Indonesia, tradisi ziarah ini
disisipi oleh kehendak-kehendak lain yang tak ada hubunganya dalam konteks
keislaman.
Tradisi berziarah Islam bercampur padu dengan tradisi
pemujaan terhadap roh nenek-moyang atau dewa-dewa Hindu-Buddha, dan hasilnya
adalah sang penziarah bukannya mendoakaan arwah yang meninggal akan tetapi
memiliki tujuan lain, di antaranya meminta kekuatan gaib kepada roh nenekmoyang
atau arwah tokoh-tokoh penting dan keramat. Tak jarang, makam para wali di Jawa
banyak dikunjungi oleh mereka yang memintai ”petunjuknya” kepada roh sang wali
yang telah meninggal. Padahal dalam pandangan Islam, orang yang sudah meninggal
itu tidak memiliki kemampuan sama sekali untuk memberikan bantuan kepada orang
yang masih hidup, seperti memberikan kekayaan, jabatan, pangkat, kekebalan
tubuh, atau yang lainnya. Maka dari itu, ada orang yang menyebut ziarah sebagai
nyadran atau nyekar. Tradisi nyekar ini merupakan peninggalan
prasejarah yang paling kental dalam tradisi Islam sekarang.
3. Sekatenan dan Grebeg
Maulid
Upacara sekatenan diciptakan Sunan Bonang dalam rangka
menyambut hari Maulud Nabi Muhammad Saw. yang jatuh pada bulan Rabiul Awal
tahun Hijriah. Jadi, sekatenan merupakan bagian dari acara grebeg Maulud.
Sunan Bonang, seperti Sunan Kalijaga, menggunakan pertunjukan wayang sebagai
media dakwahnya. Lagu gamelan wayang berisikan pesan-pesan ajaran agama Islam.
Setiap bait diselingi ucapan syahadatain yang kemudian dikenal dengan
istilah sekaten. Dalam tradisi sekatenan, semua pihak diharapkan
keikutsertaannya, dari raja, abdi dalem istana, pasukan kerajaan, hingga rakyat
kecil. Mereka berada di jalan guna berebutan berkah yang berupa nasi dan
laukpauk berikut sayur mayurnya untuk dinikmati.
3)
Kelemahan
dan kelebihan pendekatan fenomenologi
Fenomenologi sebagai metode berpikir merupakan suatu yang
progresif karena usahanya untuk mengembalikan hal-hal yang hakiki yang
bersangkutan dengan kehidupan manusia. Fenomenologi telah dibangun atas rasa
tanggungjawab, bahkan pemahaman.
Kelebihan fenomenologi agama memahami dan mencari hakikat
keberagamaan. Pencarian hakikat yang merupakan unsur universal agama-agama,
akan dapat memahami kesamaan hakikat agama-agama. Pada fakta yang terjadi
sekarang, dimana dunia sudah masuk era pluralisme dan multikulturalisme,
kelebihan-kelebihan fenomenologi agama dapat membantu menciptakan sikap-sikap
terbuka, toleran dan menghargai para penganut agama yang berbeda-beda serta diperoleh pemahaman yang utuh mengenai objek yang diamati.
Namun fenomenologi khususnya Husserl fenomenologi masih
terperangkap dalam konsep paradigma. Husserl ketika membicarakan tentang
"sumber terakhir dari segala pemahaman," ia berkata : sumber itu
bernama moi-meme (saya sendiri). Ini
berarti ia melupakan pekerjaan kolektif dari pembentukan alam objek dan
sejarah. Pada konsepnya "Aku
transcendental" membuat Husserl terlampau larut ke dalam masalah
kesadaran, sehingga melupakan eksistensi yang kongkret sehingga yang
diperolehnya hanya gambaran yang ideal dan abstrak tentang manusia.
Fenomenologi menganggap kesadaran sebagai pusat kenyataan,
dan menjadikan totalitas muatan yang berasal dari imajinasi sebagai muatan
realisme. Selanjutnya, fenomenologi memberikan peran
terhadap subjek untuk ikut terlibat dalam objek yang diamati, sehingga jarak
antara subjek dan objek yang diamati kabur atau tidak jelas. Dengan demikian,
pengetahuan atau kebenaran yang dihasilkan cenderung subjektif, yang hanya
berlaku pada kasus tertentu, situasi dan kondisi tertentu, serta dalam waktu
tertentu. Dengan ungkapan lain, pengetahuan atau kebenaran yang dihasilkan
tidak dapat digeneralisasi.
C.
Fungsi Fenomenologi
Berikut
ini fungsi dari fenomenologi :
1. Sebagai pembelajaran dalam
keagamaan. Dengan memahami tentang fenomenologi, seseorang di mungkinkan dapat
memahami hakikat keberagamaan secara mendalam. Di karenakan, fenomenologi itu
mengajarkan tentang fenomena-fenomena yang terjadi terhadap keagamaan khususnya
agama Islam .
2. Sebagai konstruksi taksonomis untuk
mengklasifikasikan fenomena dengan melintasi batas-batas komunitas agama,
budaya, dan zaman. Pokok dari aktivitas ini adalah mencari struktur pengalaman
keagamaan dan keluasan prinsip-prinsip yang tampak mengoperasikan bentuk
perwujudan keberagamaan manusia secara keseluruhan.
3. Sebagai ilmu pengetahuan secara
sadar mengarahkan untuk memperhatikan contoh tertentu tanpa prasangka teoritis
lewat pengalaman-pengalaman yang berbeda dan bukan lewat koleksi data yang besar untuk suatu koleksi umum diluar
substansi sesungguhnya, dan tanpa berkontaminasi kecenderungan psikologisme dan
naturalisme.
4. Sebagai wadah untuk berfikir kritis
dalam menanggapi fenomena keberagamaan.
5. Berfungsi untuk mengungkapkan atau mendeskripsikan makna sebagaimana yang
ada dalam data (gejala) dalam bentuk kegiatan-kegiatan, tradisi-tradisi, dan
simbol keagamaan.
6. Memahami pemikiran, tingkah laku,
dan lembaga-lembaga keagamaan tanpa mengikuti salah satu teori filsafat,
teologi, metafisika, ataupun psikologi untuk memahami islam. Karena pada
dasarnya semua ciptaan Tuhan itu mengagungkan kebesaran-Nya dengan caranya
masing-masing. Jadi, semua yang ada di alam ini bisa dilihat dengan kacamata
agama untuk mengantarkan pada pemahaman terhadap Yang Maha Esa.
BAB
III
PENUTUP
A.
Simpulan
Fenomenologi adalah suatu ilmu yang mempelajari tentang
gejala-gejala yang nampak. Jelas bahwa Fenomenologi Agama merupakan cabang Ilmu
Agama yang mengkaji fenomena keagamaan secara sistematis bukan historis
sebagaimana sejarah agama.
Posisi fenomenologi dalam kajian Agama dan Studi Islam adalah
mengkaji dan kemudian mengerti pola atau struktur agama atau menemukan esensi
agama di balik manifestasinya yang beragam atau memahami sifat-sifat yang unik
pada fenomena keagamaan serta untuk memahami peranan agama dalam sejarah dan
budaya manusia.
Fungsi dari fenomenologi adalah Sebagai pembelajaran dalam
keagamaan. Dengan memahami tentang fenomenologi, seseorang di mungkinkan dapat
memahami hakikat keberagamaan secara mendalam. Di karenakan, fenomenologi itu
mengajarkan tentang fenomena-fenomena yang terjadi terhadap keagamaan khususnya
agama Islam.
DAFTAR
PUSTAKA
Palupi. Pengertian dan
Fungsi Fenomenologi. http://kujpalupi.blogspot.com/2013/12/pengertian-dan-fungsi-fenomenologi.html ( diakses pada 19 November 2014 pukul 12:45)
Amar. Pendekatan
Fenomenologis. http://amarstain.blogspot.com/2013/04/makalah-tentng-pendekatan-fenomenologis.html ( diakses pada 19 November 2014 pukul 12:45)
Lastri. Pendekatan
Fenomenologi dalam Studi Islam. http://lastricurieux.blogspot.com/2013/05/pendekatan-fenomenologi-dalam-studi.html ( diakses pada 19 November 2014)
Nazhrul. Pendekatan
fenomenologi dalam studi Islam. http://nazhroul.wordpress.com/2011/02/14/pendekatan-fenomenologi-dalam-studi-islam/
(diakses pada 19 November 2014)
Post a Comment